Malam Minggu berarti waktunya keluar nongkrong bersama teman sebaya atau jalan dengan pacar. Sungguh, Guntur tak bohong. Memang begitu adanya, ya bagaimana tak tahu, setiap Sabtu malam pasti Guntur keluar sendirian cari angin menyusuri jalan ibukota dengan motor matic hitam miliknya.
Namun, malam ini lain dari biasanya. Guntur tidak sendirian. Tak ada angin atau hujan, Bang Dirga tiba-tiba bilang mau ikut. Usut punya usut, ternyata karena si cantik tak mau jalan dengan Bang Dirga. Ya ... Katanya ketimbang terlihat seperti jomblo ngenes, lebih baik keluar bersama Guntur.
Okelah. Guntur tak masalah. Lagipula dengan ikutnya Bang Dirga, ia jadi diuntungkan. Kok bisa? Kalau ada yang bisa diandalkan dan lebih pro dalam urusan menyetir kendaraan bermotor selain dirinya, kenapa Guntur harus repot-repot menyetir untuk orang lain?
Terserah Guntur saja. Akan tetapi dengan tergesernya ia ke jok belakang, yang awalnya berniat menyusuri jalanan ibukota, kini harus menelan pil pahit kala Dirga malah membawanya ke pasar malam yang letaknya lumayan jauh dari tempat kos.
"Lo ngapain bawa gue ke sini, Bang?"
"Nyobain wahana baru, tapi biar lebih enak kayaknya kita kulineran dulu, Tur. Ngisi tenaga."
"Kenapa nggak nyoba wahana dulu, Bang? Bukannya lebih seru daripada kulineran, ya?"
Dirga menengok remaja di sebelahnya dengan sorot kebingungan. "Bukannya makan lebih penting, Tur?"
"Oh, jelas!" Guntur mengangguk setuju, "Tapi, Bang Dirga, nanti kalau kita makan sebelum berkeringat yang ada malah jadi males."
"Teori sesat dari mana tuh? Dimana-mana kalo mau main, orang tuh makan dulu, Tur."
Guntur terdiam. Memang benar apa yang dikatakan oleh Bang Dirga. Kali ini lebih baik dirinya mengalah, ketimbang urusannya makin panjang dan merembet kemana-mana karena tak sependapat dengan Bang Dirga.
"Ya udah, gue ngikut elo aja, Bang!" Ucap Guntur menahan kesal.
"Nah, sesekali Lo jangan kayak bocah rewel gini, kan, enak, Tur."
Guntur mendengus sebal. Jujur, sebenarnya ada alasan lain yang tak bisa ia ungkapkan secara gamblang. Takut salah memilih diksi, nanti malah gonjang-ganjing karena perkataanya.
"Lo mau sate nggak, Tur? Gue traktir."
"Nggak. Gue kenyang, Bang."
"Kenyang?" Beo Dirga. Tak percaya pada ucapan Guntur.
"Gue nyari wahana yang bagus lah. Elo kulineran dulu, Bang. Nanti gue share lokasi kalo udah nemu."
Dirga baru buka mulut ingin menyahut, tapi Guntur sudah lebih dulu pergi. Alhasil kata-kata yang hendak ia lontarkan harus tertahan di tenggorokan.
"Si Guntur kenapa?" Gumam Dirga sebelum akhirnya kulineran seorang diri.
Sementara itu di satu sisi, sebenarnya Guntur tidak mencari wahana mana yang cocok untuk dicoba, akan tetapi dia hanya berdiri di depan komedi putar. Sekelebat ingatan tentang dirinya sewaktu kecil yang menaiki komedi putar dengan senyum lebar terbayang sangat jelas. Guntur akui kalau dulu ia bukan main bahagianya, padahal hanya karena naik wahana lawas tersebut. Tapi sekarang, rasanya berbeda. Bukan bahagia, melainkan perasaan sedih lah yang hinggap di hatinya. Andai saja perkataan mamanya ia dengarkan, pasti sekarang dirinya bisa dekat dengan sang kakak.
"Coba dulu tuh gue nggak jadi anak aktif."
Guntur mengutarakan isi hatinya sembari menatap sendu wahana komedi putar. Niatnya ingin sedih, tetapi tak jadi karena ada yang menyahuti perkataannya. Siapa lagi kalau bukan Dirga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blok 7 | NCT DREAM (HIATUS)
FanficSebenarnya kalian itu siapa? Kejadian aneh yang terjadi setelah kehadiran kalian bukan sekadar kebetulan, 'kan? . . . Nct Dream Juli 2022 -