05 🌇 Malam Kelabu

309 52 6
                                    

~Tarik napas, hembuskan~
Happy reading
...

Penyesalan selalu datang belakangan. Raihan setuju dengan pernyataan tersebut. Akibat dari mengabaikan peringatan Dirga untuk tidak menerobos hujan, dirinya malah jatuh sakit. Makanan enak yang diburu Raihan sampai harus hujan-hujanan terlantar begitu saja.

Perjuangan Raihan serasa sia-sia saat endingnya tak jadi memakan seblak dan malah melahap bubur buatan Dirga yang ala kadarnya. Raihan benar-benar tak percaya jika dirinya kembali menyantap makanan lembek berwarna putih yang berada di dalam mangkuk itu di tempat kos.

"Hambar," komentar Raihan setelah memasukkan satu suapan ke mulutnya.

Ternyata memang benar kata Hilal, panca indera terutama lidah akan mati rasa jika sedang sakit. Raihan setuju dengan pernyataan tersebut.

Menyenggol nama Hilal, entah hanya perasaan Raihan atau memang benar kenyataan, akhir-akhir ini Hilal berbeda. Anak tengil satu itu terlihat seperti menjaga jarak dengannya. Hilal hanya datang jika ada keperluan. Bahkan ketika Raihan duduk di sebelah Hilal, dia langsung pergi tanpa sepatah kata.

Dikatakan penasaran, Raihan akui dirinya penasaran, tapi ia tak mau ambil pusing. Toh, hakikat manusia memang begitu. Datang ketika ada mau, selepas itu pergi entah kemana. Raihan tak masalah tingkah Hilal, sebab ia sudah terbiasa melakukan apa-apa sendiri.

Tok! Tok! Tok!

Raihan yang berada dalam posisi setengah berbaring hanya menoleh ke arah pintu karena diketuk oleh seseorang. Tak ada niatan membukakan pintu karena biasanya penghuni kos akan langsung nyelonong masuk tanpa adanya persetujuan dari pemilik kamar.

"Permisi, gue nggak ganggu, 'kan?"

Guntur muncul dari balik pintu dengan seragam sekolah yang masih melekat di badannya. Ia datang seraya menenteng sebuah paper bag.

"Ekhm!" Raihan berdehem, kemudian membenarkan posisinya menjadi lebih tegak. "Nggak ganggu. Tumben elo sopan?"

"Lo lagi sakit, Bang, makanya gue sopan. Coba aja lo nggak sakit ...." kata Guntur sembari mengambil tempat duduk di sebelah kaki Raihan yang tertutup selimut.

"Apa? Kalo gue nggak sakit Lo mau apa, hah!? Ngilangin tata krama? Tata krama lo bakal langsung ilang kalo gue nggak sakit, hah!? Belajar tata krama begitu dari siapa lo? Keren bener," sahut Raihan dengan muka datar.

'Pantesan Sipur nggak ikut ke sini, orang yang sakit modelannya ngeselin begini!' gerutu Guntur karena mendapati ekspresi tak menyenangkan dari Bang Raihan.

"Nih!" Guntur meletakkan sebuah paper bag yang dibawanya ke pangkuan Raihan, "Sipur nitip obat herbal."

Raihan mengerutkan keningnya, agak aneh saat Guntur bilang kalau Sipur yang notabenenya penghuni paling menjaga jarak dengannya itu menitip sesuatu. Namun, ketimbang berburuk sangka karena memang benar isi paper bag tersebut adalah obat herbal, Raihan memilih mengucapkan terimakasih melalui perantara Guntur.

Guntur, mari kita lihat ada salah tidak pada penghuni kos di hadapannya. Oh! Apa ini, luka lebam baru? Raihan rasa wajah mulus Guntur akhir-akhir ini selalu dihiasi dengan luka perkelahian. Sudah bosan hidup?

"Berantem sama siapa lagi, Tur?"

Guntur menyentuh sudut bibirnya yang terluka. "Kejeduk meja," jawabannya asal.

Tak mau dicecar pertanyaan seputar luka di wajahnya, Guntur bangkit dan pamit undur diri. Yah, meskipun ujung-ujungnya hanya melipir ke kamar Sipur.

Sepeninggalan Guntur, Raihan sibuk mengubek-ubek isi paper bag yang ternyata berisi berbagai macam rempah yang dikatakan sebagai obat herbal. Tak heran sih, namanya juga Sipur.

Blok 7 | NCT DREAM (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang