Awal, dan akhir.

228 23 3
                                    

Major Trigger Warning; Self Harming, suicide, depression.
If you're sensitive to all of these, please leave. Be a wise reader.

————————————————————————
.
.
.
.
.
.
"Semua sudah berakhir."

Kata Pria bertubuh mungil itu, menatap ke arah awan mendung yang disertai dengan angin kencang.

Mata pria itu berkaca-kaca, menahan segala sesak yang ia tahan selama ini. Kondisinya sangat menyedihkan. Bisa dilihat dari pakaiannya yang lecak, serta perban yang dibalut secara acak-acakan di tangannya.

Pikirannya kalut, yang hanya ia pikirkan sekarang hanyalah mati, mati, dan mati.

17 Tahun hidup sudah ia tempuh untuk melewati berbagai masalah. Dan ia sudah cukup lelah dengan semua masalah yang ia hadapi. Ia tidak tahu, apa yang harus ia lakukan lagi sekarang.

Kini, dia sudah berada di ujung rooftop. Satu langkah sebelum ia bisa terjatuh dari rooftop dan mati. Dengan inilah ia bisa tenang.

Mata mulai terpejam, ia segera terjatuh dari ketinggian yang jaraknya cukup tinggi.

Angin menembus menggeletik kulit pria itu, sepertinya angin memeluk tubuh sang pria yang menyedihkan itu.

Ah, jadi begini rasanya bebas?
.
.
.
.
"Ai shia, Wave!" Satu detik sebelum pria itu terjatuh, seseorang berlari secepat mungkin menuju ke arah pria yang disebutnya "Wave" itu. Menahan tubuh yang akan terjatuh ke bawah.

Sang Pria langsung memberikan Wave pelukan, pelukan yang sangat hangat.

"Apa yang baru saja kau lakukan?! Apakah kau sudah gila?! Wave!" Serunya, Wave mulai membuka matanya secara perlahan. Membelalak ketika ia sadar siapa yang memeluknya sekarang.

"Pang? Ini kau?"

"Iya! Ini aku! Katakan, apa yang baru saja akan kamu lakukan?!" Serunya, lagi. Wave membeku, mulutnya tidak bisa ia buka. Tapi, air mata mulai berderai membasahi pipi Wave.

Pang, pria yang menolongnya itu merasa iba. Bahkan awan pun sepertinya juga terlihat merasa iba, menitikkan air hujan yang mulai membasahi mereka.

"Wave, aku tahu. Mungkin kau lelah, kau merasa mati hanyalah satu-satunya cara kau bisa terbebas, kan? Tapi tidak, Wave. Itu bukan lah cara terbaik. Kau mungkin merasa kau sendiri. Tapi, kau lupa, ada aku, Ohm, Namtaan, dan yang lainnya. Kami bersedia mendengarkan segala keluh kesahmu, Wave."

Mendengar itu, Wave kerap menangis, bahkan semakin keras. Pang pun semakin mengeratkan pelukannya. Berharap dengan itu, Wave bisa tenang.

Sesak, yang Wave rasakan hanyalah sesak.

Ia tidak menyangka akan menjadi seperti ini, ini sangat memalukan.

Nafasnya tak beraturan, air mata pun kian deras. Serta hujan yang ikut semakin deras.

"Wave"

"Just, look at me. Everything will be alright."

Pang menangkup wajah Wave, mengusap air mata Wave dengan ibu jarinya.

Perlahan Wave menyentuh tang Pang, memejamkan matanya. Berusaha menenangkan diri.

Dengan nada bergetar, Wave membuka suara.

"Don't leave me alone, Pang. please."
.
.
.
.
Mereka mengeringkan tubuh di kamar Wave, Wave tentu sudah mengganti pakaiannya dibantu oleh Pang. Sementara, Pang baru akan mengeringkan tubuhnya.

"Wave, aku mau mengeringkan tubuhku sebentar, ya."

Wave hanya mengangguk, Pang segera menuju ke kamar mandi.

[ skip. ]

10 menit berlalu, Pang keluar dari kamar mandi. Pandangan dikejutkan oleh Wave yang sudah tertidur. Mungkin dia lelah, batin Pang.

Pang mengeringkan rambutnya dan berganti pakaian, duduklah ia di samping Wave yang tertidur pulas.

Melihat tangan Wave yang dibalut oleh perban, membuat Pang merasa lebih iba dengan Wave. Dengan pelan Pang mengelus rambut Wave.

Pang sadar, ia tidak tahu apa-apa tentang Wave, bahkan ia tidak tahu mengenai masalah apa yang sedang Wave hadapi saat ini. Ia merasa gagal.

Gagal menjadi teman, serta gagal menjadi orang yang seharusnya Wave percaya.

Baru beberapa menit Pang duduk disitu, Wave sudah terbangun. Dengan raut takut.

"Ao, Wave? Apakah kau habis mimpi buruk? Tanya Pang yang berada di sampingnya, Wave hanya menjawab dengan anggukan. Pang segera memberikan Wave pelukan, lagi.

Sudah berapa lama Wave tidak merasakan pelukan hangat seperti ini?

"Semuanya baik-baik saja, Wave. Tidak apa-apa." Ucap Pang, menenanginya.

"You must've be tired, go to sleep again."

Wave menggeleng, ia takut.

"Too scared."

"Just hold my hand, you're going to be fine."

Wave tertegun, Pang memasang senyum manis. Mengangkat tangan Wave untuk menggenggam tangan Pang.

"You're safe with me, Wasuthorn."

Safe. [ SHORT PangWave Fics. ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang