Assalamualaikum...
Selamat membaca❤️
Tiga hari kemudian ...
Disebuah rumah kecil berkawasan yang terbilang dekat dengan pasar tampak sedikit memprihatinkan. Tempat itu seperti kapal pecah dengan banyaknya barang-barang yang berserakan. Terdapat seorang pria dengan keadaan yang cukup buruk. Penampilannya seperti orang gila yang jarang menjaga kebersihannya.
Pria itu adalah Raden! Sudah tiga hari dia mencari Mirza yang tak membuahkan hasil, disitu juga ia sangat kacau. Bahkan ketiga temannya yang lain memilih untuk mengasingkan diri sendiri.
Hari dimana mereka dikeluarkan dari pesantren membuat keempatnya mengambil langkah mereka sendiri. Kini hanya Raden sendiri yang berada di sana. Itu adalah rumah mereka sebelum memasuki pesantren.
Raden tersenyum miris, "lo dimana, sih, Za! Kalau mau ngilang, ngajak-ngajak, lah. Jangan tiggalin gue sendiri." Dia bergumam seperti orang gila.
"Lo ingkar janji sama gue, Za. Lo ngajakin gue kabur dari panti karena gue, adik lo. Tapi sekarang, lo gak ngajak gue, Za. Sialan lo!"
Sungguh miris! Raden mengingat saat itu Mirza mengatakan padanya bahwa ia akan menjadi sosok kakak baginya jika Raden mau mengikuti Mirza untuk kabur dari panti asuhan kala itu. Karena Raden juga tak suka berada disana, jadi dia menuruti ucapan Mirza hingga sampai saat ini, ia masih berada bersama pria itu.
Sosok Mirza yang begitu perhatian padanya membuat Raden sangat menyayangi pria itu. Bersamaan dengan dirinya yang tak mempunyai keluarga menjadikan Raden menganggap Mirza adalah keluarganya dan tempatnya beradu nasib. Ya, bagi Raden, Mirza adalah sosok kakak dan sampai kapan pu itu.
Allahuakbar Allahuakbar ...
Raden mengangkat kepalanya naik, ia menarik napasnya lalu menghembuskannya dengan kasar. Dapat ia dengar suara Azan karena memang, tempatnya saat ini sedikit dekat dengan keberadaan Mushollah.
Sepintas ingatannya muncul ketika Kyai Hasan pernah mengatakan sesuatu lewat kultum saat itu. Raden sangat mendengar dengan jelas apa yang Kyai itu katakan.
"Jika dalam kesulitan selalu libatkan Allah didalamnya. Ingat, hanya Dia yang pantas kau mintai pertolongan!"
Raden mengangkat tubuhnya kemudian mengganti pakaiannya sebagus mungkin, ia merubah penampilannya menjadi lebih segar lalu berjalan kearah Surau belakang pasar.
Disana tentu dipenuhi oleh abang-abang pedagang karena memang surau itu untuk para penjual agar tak terlalu jauh meninggalkan dagangannya jika ingin shalat.
Agak aneh memang niatnya, kenapa setelah dilanda masalah seperti ini, ia bergerak melakukan Shalat. Padahal selama dipesantren, Raden sangat enggang melakukan kewajiban itu. Namun, apa salahnya jika melakukan ini mulai sekarang kan? Lagipun dia bersungguh-sungguh untuk Shalat.
Beberapa menit kemudian, Raden selesai mengerjakan shalat Asar, dirinya berniat untuk kembali pulang. Namun, keberadaan seseorang dihadapannya menjadi ia tidak melangkah.
"Tadi, lo Shalat?" tanya pria itu yang membuat Raden berdecak malas.
"Enggak! Gue habis dugem." Ia membentak hingga membuat orang itu menohok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Santri
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [ON GOING] Belum di revisi Pria dengan kopiah hitam dikepalanya yang sedikit miring tengah memandang satu bangunan yang cukup besar di hadapannya. Sarung yang tadinya ia pakai kini berada dilehernya dan bergelantungan bebas...