Mudah terluka bukan berarti dirinya lemah, namun sudah terlalu banyak orang yang memberi mereka luka yang menaruh disatu sisi dan membuat nya semakin parah. Itu tidak membuatku menyerah untuk bertahan dan mengobati luka itu sedikit demi sedikit. Banyak cara untuk sembuh dan bangkit, namun hanya secuil cara yang berhasil. Bahkan detak jantung tidak bisa memilih untuk tetap berdetak atau tidak jika pemilik tubuh tidak bahagia.
Aku pun bertanya kepada jantungku, apakah aku harus bertahan atau tidak? Jantungku hanya menyiksa ku di sisa waktuku. Aku tidak pernah memikirkan tentang kematian ku, karena ayahku sudah pergi lebih dulu dari aku. Jadi aku akan baik-baik saja jika harus pergi di usiaku yang sangat muda.
Jangan berpikir bahwa aku berulah sangat menyedihkan. Tenang saja, aku tidak butuh kasihan dari siapapun itu. Aku hanya bercerita tentang kehidupan ku yang sesungguhnya.
Di saat aku terjatuh dan lemas, aku pikir itu adalah akhir dari kehidupan ku. Tapi ternyata tidak, di saat itu seseorang datang kehidupan ku dan menginginkan aku bangkit dan sembuh dari keterpurukan.
Author POV..
Mosha sedang berjalan keluar dari rumah sakit. Ia berjalan seorang diri dengan mencari taxi yang tak kunjung datang. Terik matahari dan keramaian membuat kepalanya pusing dan pandangan memudar. Tak cukup disitu, tiba-tiba dadanya terasa sakit. "Tolong jangan kambuh disini..." Rintihan Mosha dengan terduduk di loby rumah sakit dengan membawa obat ditangannya.
"Sa...sakit.."
Buk...
Mosha tidak tahan menopang tubuhnya Sendiri dan kehilangan kesadarannya. Seseorang datang mendekat dan berteriak meminta tolong.
"Suster! Dokter! Tolong, ada orang pingsan!" Dia berteriak dengan keras, tak lama Dokter dan suster datang dan membawa laki-laki malang itu ke dalam dan diperiksa.
********
Mosha perlahan membuka matanya. Tangannya terinfus dan lemah. Mosha mencekram selimut dan rahangnya mengeras. Barisan air mata meluncur indah membasahi pipinya.
"Lagi dan lagi!" Teriak Mosha dengan memukuli dada kirinya.
"Kakak! Jangan!" Teriak perempuan yang memasuki kamar rawat Mosha. Ia menahan tangan Mosha agar berhenti melakukan hal konyol itu.
"Jangan halangi aku!" Bentak Mosha.
Perempuan itu langsung memeluk Mosha yang sedang memberontak. Perlahan menenangkannya dan menghangatkan pikirannya. "Kakak gak boleh sakitin diri kakak. Kakak nyakitin Jangtung kakak, organ yang sangat penting yang kakak miliki."
"Tapi sekarang berbeda." Lemas Mosha dengan menaruh kepalanya di pundak perempuan itu.
"Dengerin aku ya kak.."
"Kakak tau, jantung inilah yang memberikan kita kesempatan untuk bernapas dan dapat melihat dunia. Apa jadinya kalau jantung kita tidak berdetak sejak lahir? Apakah kita masih berada disini?"
"Aku tidak pernah menginginkan untuk dilahirkan!"
"Kak Mosha harus berhenti menyerah!"
Mosha terkejut, bagaimana bisa perempuan itu mengetahui namanya. "Bagaimana bisa kamu mengetahui namaku?"
"Kak Mosha adalah tetangga Qilla. Aku melihat kakak bersama anak motor lainnya waktu awal kakak pindah ke komplek Qilla."
"Jadi namamu Qilla? Tentang anak motor itu, mereka mantan anak buahku. Sekarang aku bukan pemimpin nya lagi."
"Itulah yang terjadi. Apa jadinya kalau Kak Mosha tidak hadir dalam kehidupan ini, apakah mereka bisa menjadi anak buah? Apakah kakak bisa menjadi ketua anak motor?"
"Kakak bisa mendengar nya?" Tanya Qilla dengan menyentuh dada kiri Mosha.
"Apa?"
"Rasakan jantung kakak yang berdetak. Itulah yang dirasakan oleh kedua orang tua Mosha ketika pertama kali mendengar suara detak jantung kakak, ketika masih di dalam kandungan."
"Tunggu!" Qilla mengambil stetoskop di dalam laci dan memberikan nya kepada Mosha.
"Coba Kak Mosha dengar suaranya!"
Mosha mendengar detakan yang lembut dan membuat nya merinding dan tidak bisa berkata apa-apa. "Ini yang dirasakan orang tuaku?"
Qilla mengangguk dan tersenyum. "Jantung kakak masih membutuhkan kakak untuk bertahan dan kak Mosha masih membutuhkan jantung ini untuk bertahan. Suatu hari nanti jantung ini tidak akan bersama kakak lagi, karena akan ada penggantinya."
"Bagaimana mana kamu bisa tau, kalau aku membutuhkan pendonor jantung?"
"Kakaknya Qilla yang cerita. Dia kerja disini sebagai Dokter spesialis bedah."
"Terimakasih." Saut Mosha.
"Terimakasih untuk apa?"
"Untuk waktu mu karena sudah menyia-nyiakan waktumu untukku."
Hati Qilla terasa tertusuk karena kata-kata Mosha yang membuatnya berpikir bahwa dia adalah orang yang membutuhkan dukungan dari seseorang yang harus ada untuk mendampingi nya.
"Qilla punya banyak waktu untuk kakak, kapanpun itu."
"Apakah kamu akan menerima ku sebagai cowok lemah dan butuh dikasihani? Lebih baik kamu pergi dan jangan buang waktumu.."
"Terimakasih untuk hari ini." Ujar Mosha.
Qilla hanya terdiam.
"Seharusnya aku yang berterimakasih kepadamu karena sudah hadir menjadi cowok yang kuat."
"Aku tidak ingin kita berpisah sampai disini." ~Qilla.
.
.
.
.UHUYYY, GIMANA PROLOG NYA?
FOLLOW DULU YUK, SEBELUM KE NEXT PART.
VOTE KOMENNYA HARUS DIPERTAHANKAN YA...
KAMU SEDANG MEMBACA
AMIGO
Teen FictionKapan terakhir kali aku tersenyum? Sial, penyakit jantung yang membuat ku seperti orang lemah. Merasakan sakit terus menerus, jatuh bagai ranting yang rapuh. Ada yang lebih sial dari ini. Aku berharap waktu berhenti saat itu juga, kalau perlu Tuhan...