Bab 1

45 21 1
                                    

Cahaya warna-warni di langit-langit ruang dansa, berkilau di tengah dentuman musik yang berpacu. Suara yang seakan-akan memecahkan gendang telinga itu tak dihiraukan oleh mereka yang terlarut dalam kegilaan dunia.

Bau alkohol menyeruak di ruang kedap udara. Siapa saja yang mencium aromanya, merasa ingin muntah. Namun, tidak dengan mereka yang terus berpesta pora tanpa henti di bawah remang-remang lampu disko. Mereka menikmati alunan musik reggae yang diputar oleh DJ hingga datang pagi.

"Ayo, kawan. Kita goyang sampai pagi," ucap seorang remaja yang kini telah lupa diri menenggak minuman keras.

Teman-temannya pun ikut dilarutkan suasana.

Dalam keadaan mabuk berat, ia pulang dari pesta yang melenakan diri. Kepalanya terasa berputar saat mentari meneroboskan silau cahaya di sela-sela jendela kamar. Ia melirik sekejap ke arah jam dinding. Rupanya sudah pukul delapan pagi.

Perutnya tiba-tiba bergejolak, dan ia segera berlari ke kamar mandi. Ia terpaksa memuntahkan isi perutnya akibat efek alkohol yang ditenggak dalam semalam. Ia merintih memegangi kepala yang sangat sakit.

Perlahan-lahan, ia melangkah keluar kamar. Namun, sebelum mencapai gagang pintu, tiba-tiba ayahnya datang dalam keadaan marah. Tanpa memulai bicara sepatah kata, ia menampar pipi putranya.

"Apa yang merasuki pikiranmu hingga berani pulang dalam keadaan mabuk? Kau ingin mempermalukan Ayah!?" Ayahnya menghardik dengan geram.

Ia menatap datar sang Ayah yang menatapnya murka, lalu mendecih tak suka. Tak ambil pusing, dirinya pergi begitu saja.

"Memangnya apa pedulinya," gerutunya kesal.

Mentari masih hangat menenggeri kepala ketika ia memutuskan keluar rumah. Ia mengendarai vespa dengan mengenakan kaos oblong merk

Nevada dan celana jeans biru kusam untuk menemui teman-teman satu gengnya.

Ilhamsyah Abrian, remaja dengan segala ambisi akan gemerlap dunia. Ia kerap kali dicap sebagai si tukang onar pembuat masalah, tiada hari tanpa membuat orang-orang jengkel pada perilakunya. Ilham, begitu ia kerap dipanggil, selalu saja membuat siapa pun yang melihatnya merasa ingin melemparkannya ke jurang neraka. Setidaknya, begitulah yang ada dipikiran mereka. Begitulah pikiran orang-orang yang merasa mengenal dirinya layaknya ibu kandung, hanya satu stigma yang melekatinya : 'Ilham si tukang onar'

Ilham seakan-akan tak perduli pada anggapan orang-orang sekitar. Ia tak mau tahu bagaimana ekspresi jijik orang-orang saat memandangnya.

Mereka tahu apa tentang kehidupannya? Tahu apa tentang segala sesuatu yang disembunyikan oleh hatinya? Mereka sama sekali tak mengerti apa-apa. Bahkan, orang tuanya sendiri pun tak memerdulikan sama sekali. Bagi Ilham, itu benar-benar sangat menjengkelkan. Ia muak atas apa yang menimpa dirinya.

Bahkan, semenjak perceraian orang tuanya, ia merasa tak lagi mengenal arti kasih sayang. Entah apa pemicunya, yang jelas, yang jelas, dirinyalah yang saat ini menjadi korban keegoisan mereka.

Ilham kerap kali diperlakukan kasar oleh sang ayah. Saat marah, ayahnya tak segan-segan memukuli, menampar dan mengurungnya seperti tahanan. Selalu dijadikan sasaran amarah ayahnya, ia lantas menjadi pribadi pemberontak. Ilham selalu bertindak semaunya sendiri tanpa peduli apa pun. Seperti sang ayah, ia juga butuh pelampiasan.

Hingga akhirnya ia tumbuh menjadi remaja yang terjebak dalam pergaulan bebas.

Surat Cinta Dari Sang Khaliq ( Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang