Ada beberapa kata yang di garis bawahi, dan penjelasan dari arti kata itu aku taruh di note paling bawah.
Selamat membaca semuanya.
***
35. Berdialog Tentang Kehidupan
***
Juandra terengah kecil. Aksi kejar-kejaran antara kedua pemuda Enderson kini telah usai. Salah satunya memilih untuk masuk ke dalam rumah, mengambil sebuah gitar. Sedangkan yang satunya lagi, kembali di sibukkan dengan cemilan di dalam toples sembari menatap indurasmi yang terlihat berkilau. Sesekali, kedua tangan cowok dengan model rambut berponi belah tengah itu, mendekap tubuhnya sendiri. Angin malam kali ini memang terasa sangat dingin, seperti menusuk ke dalam pori-pori tubuh. Tak berselang lama, Jerdian datang dan langsung mengambil posisi duduk di samping kembarannya.
"Jer, lombanya gue batalin," cicit Juandra selirih mungkin, entah Jerdian mendengarnya atau tidak.
"Kenapa? Gue udah suruh lo buat mikirin mateng-mateng kan kemarin? Lo juga yang ngajak buat buktiin lewat prestasi, biar orang-orang nggak bisa ngerendahin kita. Terus, apa sekarang? lo nyerah?"
"Jer, gue— Gue cuma nggak mau egois. Acara kayak gitu tuh butuh biaya juga. Sedangkan, keadaan kita lagi kayak gini." Terdengar helaan napas sebagai jeda dari kalimat yang terlontar dari mulut Juandra.
"Lo harus lanjutin, Juandra. Kalo bukan buat gue atau diri lo sendiri, seenggaknya buat ayah. Gue udah coba cari kerja part time, nanti uangnya bisa lo pake buat ongkos."
"Lo kira gue setega itu, biarin lo kerja sendirian, hah?" Nada bicara Juandra meninggi. Perlu di ingatkan bahwa mereka memiliki garis keturunan Enderson yang keras kepala. Sadar bila suaranya bisa menarik perhatian para tetangga, Juandra bergegas masuk ke dalam rumah yang langsung di ekori oleh Jerdian. Suasana berubah mencekam. Keduanya mulai sibuk-sibuk dengan pikiran masing-masing yang berisik. Tiba-tiba, suara langit bergemuruh dibarengi dengan kilatan cahaya, seolah semesta mendukung pertikaian keduanya. Rinai turun tanpa aba-aba, membasahi atap rumah yang mereka tinggali.
"Jer, sorry. Gue nggak bermaksud bentak lo." Juandra kembali buka suara, setelah berusaha dengan keras menekan egonya. Padahal, Sebenarnya tak ada yang perlu meminta maaf, karena memang tak ada yang perlu di maafkan. Mereka berdua hanya sedang berbeda pendapat, dan hal ini kerap kali terjadi jika dalam satu lingkup ada lebih dari satu isi kepala.
"Gue ngerti. Kalo lo nggak mau lanjut, nggak apa-apa. Maaf, udah maksa lo."
"Lo ambil gitar buat nyanyi kan? Let's do it, buddy," kata Juandra yang berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Jerdian mulai memposisikan gitarnya agar terasa nyaman. Jari-jemari cowok itu dengan lihai menimbulkan alunan musik yang ramah pendengaran. Tak urung pun jari-jari Juandra sibuk menggulir layar ponselnya untuk mencari lirik lagu Manusia Kuat yang di nyanyikan oleh Tulus. Keduanya jadi perpaduan yang apik ketika bermusik.
Kau bisa patahkan kakiku
Tapi tidak mimpi-mimpiku
Kau bisa lumpuhkan tanganku
Tapi tidak mimpi-mimpikuKau bisa merebut senyumku
Tapi sungguh tak akan lama
Kau bisa merobek hatiku
Tapi aku tahu obatnyaSemua orang mungkin bisa lakukan apa yang mereka mau, tanpa peduli apakah itu menyakiti orang lain atau tidak. Logika tiap orang juga akan berbeda, jadi, setiap rasa sakit yang ada tak akan bisa di samaratakan. Bisa saja, apa yang beberapa orang kira hanyalah hal sepele, jadi hal yang menyesakkan bagi sebagian orang lainnya. Perbedaan juga bukanlah hal yang baru dalam kehidupan, jadi kalo ada yang berbeda dalam pola berpikir seseorang, seharusnya tak perlu di besar-besarkan yang nantinya malah hanya akan menimbulkan masalah berkepanjangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Sisi (Sudah Terbit)
Roman pour AdolescentsJerdian dan Juandra, si kembar yang berlomba-lomba untuk menutupi lukanya masing-masing. Terlihat saling ingin menjatuhkan, padahal mereka saling sayang. Mereka hanya tak tau bagaimana caranya menunjukkan rasa sayang seperti orang pada umumnya. Mamp...