5. Vinale Childhood

269 31 7
                                    

Hallo, Amories!!

Kembali dengan cerita Malvin dan Alea waktu kecil, nih!!

Kalian mau request side story apa, nih, guys?

•••

Selamat membaca, Amories!♡
. · . · . · . · . · . · . · . · . · . · . ·. · . · .

Sore hari memang waktu yang sangat cocok untuk bermain-main di taman. Apalagi didukung oleh cuaca cerah. Dua orang anak laki-laki tampak sedang memperhatikan anak-anak yang sedang bermain kejar-kejaran bersama dari dekat ayunan kayu.

Anak laki-laki berambut hitam umur enam belas tahun menoleh kepada anak kecil di sampingnya setelah merasa bosan melihat anak-anak bermain. "Kamu mau liatin mereka doang? Gak mau ikut main?"

Anak kecil berumur enam tahun itu menggeleng pelan membuat rambut pirangnya bergerak sedikit. "I can't speak Indonesian. Of course they won't play with me."

(Aku gak bisa bicara bahasa Indonesia. Mereka pasti gak mau main sama aku)

"Kamu bisa, kok. Cuman, ya ... kamu gak percaya diri."

"My Indonesian actually so bad."

(Bahasa Indonesia-ku sangat buruk)

"Karena kamu gak mau latihan. Ditambah lagi di sekolah Internasional ngomongnya bahasa Inggris. Kakak  udah empat tahun tinggal sama kamu, selalu ngomong bahasa Indonesia. Daddy dan Mommy kamu juga bahasa Indonesia, kan? Satpam di rumah juga bahasa Indonesia. Kakak yakin kamu pasti bisa ngomong bahasa Indonesia karena sering denger orang di rumah pakai bahasa Indonesia."

Anak kecil itu terlihat menghembuskan napas lelah. Ia memutar skuternya, sudah bosan berada di taman selama hampir satu jam hanya menonton anak seusianya bermain. "Let's go home. I'm bored."

(Ayo pulang. Aku bosan)

"Mau balapan?"

Bibir tipisnya tertarik membentuk senyuman. "Let's go!"

"MALVIN! JORDI!"

Keduanya menoleh ke sumber suara, menatap bingung sosok wanita anggun berlari menghampiri mereka dengan membawa kotak makanan.

"What are you doing here, Mum?"

(Apa yang Mami lakukan disini?)

"Nih." Sinta menunjukkan kotak makanan yang ia bawa. "Mami bawain chocolate cheese brownies buat cemilan kalian."

"But we gonna back." (Tapi kita mau pulang)

"Bentar lagi atuh," ujar Sinta mengelus pucuk kepala sang putra. "Disini rame banget, banyak anak-anak seumuran kamu juga. Ibu-ibu komplek juga pada ngumpul. Kamu gak mau kenalan sama mereka? Biar nambah temen."

"They don't understand what I'm talking about. Useless."

(Mereka gak ngerti apa yang aku bicarakan. Gak guna)

Tersenyum lembut, Sinta menyamakan tingginya dengan anak kecil kesayangan, lalu mencubit gemas pipi anak itu. "Makanya ngomong pakai bahasa Indonesia, dong, Sayang. Kan udah sering diajarin Jordi."

"Malvin bisa kok, Tante. Cuman, kurang percaya diri," sahut Jordi.

"Even I never try it." (Bahkan aku gak pernah mencoba)

"So, let's try now. Kayak gini, nih. Hai, kenalin nama aku Malvin. Rumah aku di komplek ini juga, lho. Tapi aku jarang keluar rumah," ujar Sinta mengajari sang anak berbicara dengan bahasa Indonesia. Wajar saja, anaknya lahir di New York dan terbiasa menggunakan bahasa Inggris sejak lahir.

KUMPULAN SIDE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang