Gedung rumah sakit, di ranjang ruang gawat darurat. Berbaring seorang pasien yang terluka cukup parah di bagian kanan perut.
Ia dinyatakan selamat dari masa kritis, setelah berjam-jam lamanya melalui proses penanganan yang intensif.
Seorang gadis muda yang sudah terlebih dahulu siuman, duduk tepat disebelah pasien itu. Ekspresi wajahnya nampak suram, masih terlihat jelas bercak-bercak noda darah yang sudah mengering di baju putih yang ia kenakan.
Kondisinya memang tidak separah sahabatnya, hanya sebatas luka-luka ringan saja. Akan tetapi, shock yang dideritanya bukanlah hal yang sederhana.
Gadis berambut sebahu itu termenung sendiri, mencoba melupakan semua kejadian yang dia alami satu jam yang lalu.
Sampai, sayup-sayup terdengar suara erangan pasien yang memecah lamunan panjang gadis ini.
"Ti-tina... syukurlah." Pelan gadis bernama Laras berucap, membuang napas lega pasca sahabatnya itu mulai sadarkan diri.
Dia menyentuh punggung tangan sahabatnya dengan lembut saat sahabatnya membuka kedua mata, lalu berucap lirih.
"La-laras...."
Tina mencoba untuk bangun dari tempat tidurnya sesaat setelah kesadarannya benar-benar kembali. Akan tetapi, niatnya itu segera dicegah oleh Laras.
"Sebaiknya kamu berbaring saja, luka-lukamu masih belum sembuh betul."
"Ugh... ya kamu benar, luka ini pasti meninggalkan bekas, nanti aku harus operasi plastik."
"Hahaha ... Aduh!"
Tina meringis menahan sakit setelah barusan sedikit tertawa dan menlontarkan candaan.
Pada mulanya Tina agak kebingungan. Pasalanya ia kini sadar kalau mereka berdua ada di rumah sakit, sebelum mulai menanyakan soal itu.
"Lalu, bagaimana denganmu? kamu baik-baik saja 'kan Ras?""Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana bisa kita masih hidup sekarang?"
"Bukankah Ma-mahklu-..."
Gadis ini tak berani meneruskan kata-katanya--tertahan di tenggorokan.
Sekujur tubuhnya langsung menggigil ketakutan, ketika ingat kengerian dari sosok Sang iblis.
Laras yang menyadarinya buru-buru menenangkan dengan memeluk erat tubuh Tina sambil mengusap-usap pelan rambutnya.
"Tenanglah... Jangan khawatir, semuanya baik-baik saja, semua sudah selesai sekarang."
Lisannya memang berucap demikian, akan tetapi apa yang ada di benaknya lain. Laras kembali mengingat kejadian beberapa jam sebelum Tina sadarkan diri.
*** Flashback 1 jam sebelumnya***
Sekitar jam satu malam, pada saat kedua netranya terbuka, hal pertama yang bisa ia lihat adalah langit-langit plafon yang warnanya dominan putih.
Perlahan, Laras edarkan pandangannya kesekitar. Coba mencari tau ada dimana dia saat ini, dan ketika dia memiringkan kepalanya sedikit ke sebelah kiri, barulah dia yakin kalau saat ini dirinya tengah terbaring di ranjang rumah sakit setelah melihat rupa yang sangat familiar yang juga berbaring tidak jauh dari ranjangnya.
"Tina..." Ucapnya, pelan dalam hati. Dia paksa tubuhnya untuk bangun dari tempat tidur, kemudian melangkah mendekati ranjang Tina secara perlahan, lalu duduk di kursi yang tersedia disana.
Suasana sepi yang hanya terdengar suara detikan jam dinding memenuhi ruangan itu, menemani Laras meratapi nasib mereka.
Dimatanya, Tina itu adalah sosok yang luar biasa dan berharga. Ikatan yang lebih seperti saudara kandung ketimbang sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemburu iblis
FantasySetelah membangkitkan sebuah energi misterius dari dalam dirinya, Ayudyah Larasati percaya bahwa dirinya telah ditakdirkan untuk menjadi pemburu iblis kuno pemakan daging manusia.