***Masih Flashback 1 jam yang lalu***
"Apa-apaan ini? Gadis secantik kamu sampai meneteskan air mata?"
"Hei... Semua ini gara-gara ulahmu! Bersiaplah menerima hukumannya!"
Selesai berkata begitu, Muu yang kalap menggangkat batang leher iblis yang menggeliat kesakitan--seperti cacing kepanasan-- sebelum tanpa ampun ia melemparkannya hingga merobohkan sebagian dinding ruangan itu.
"Sho... Aku serahkan cecunguk itu padamu. Untuk gadis-gadis dibelakang, biar aku saja yang urus."
"Cih! Seenaknya saja." Celetuk Sho, sesaat sebelum dia melangkah mendekati iblis. Ia menarik sebatang pulpen berwarna hitam dari sebalik saku bajunya sebagai senjata.
'Sebuah pulpen?' Mungkin pertanyaan inilah yang spontan muncul dalam benak iblis dan juga Laras. Bedanya cuma, iblis disini napaknya meremehkan Sho dengan balik memamerkan barisan cakar yang berkilauan pertanda kalau benda itu amat tajam, sebelum matanya terbelalak kaget.
Memang hanya sebatang pulpen biasa di mata awam, namun lain lagi ceritanya jika pulpen itu ada ditangan Sho.
Ia berkonsentrasi sejenak, mengalirkan energi dari dalam tubuh ke sebatang pulpen kecil yang ia genggam di tangan kanannya, kemudian...
"Pedang ilusi." Sho mengayunkan pulpen yang kini telah terbungkus sepenuhnya oleh cahaya kebiruan dan mengambil bentuk sebilah katana--pedang tradisional jepang.
"Ini memang hanya replika, akan tetapi... Tingkat ketajamannya aku rasa sudah cukup untuk sekedar membelahmu menjadi dua bagian."
Pemuda yang di kesehariannya sering bersikap malas-malasan itu, ekspresinya kini berubah drastis, dari kedua matanya terpancar napsu membunuh yang mengerikan. Begitu tajam hingga membuat iblis seolah mematung ditempatnya.
Beberapa detik setelahnya, Laras dibuat berdecak kagum sampai sulit berkata-kata kala melihat pertarungan yang seperti di dunia fantasi saja. Bagaimana seorang manusia mampu bertarung tanpa rasa ragu apalagi takut melawan sesosok monster seperti itu? Perlahan tapi pasti, hal ini juga mempengaruhi penilaiannya--dia ingin menjadi kuat sama seperti mereka.
Pertarungan yang berlokasi di koridor lorong rumah sakit itu berlangsung sengit, keduanya sama-sama cepat sampai cukup sulit ditangkap oleh kedua netra Laras yang hanya mampu melihat kilatan-kilatan cahaya berwarna biru cerah, mirip pertunjukan lampu neon. Ya, cahaya itu muncul ketika ujung mata pedang Sho saling beradu tajam dengan barisan cakar iblis yang menyerang secara membabi-buta.
Namun, agaknya Sho lumayan cukup kerepotan. Hal Itu dibuktikan dari beberapa kali dia sempat terdesak mundur sebelum kembali melepas serangan.
"Wah... Coba lihat ini, apa mau aku bantu?" Muu yang menyadari itu, mencoba menawarkan bantuan akan tetapi langsung ditolak mentah-mentah.
"Tidak. Itu tidak perlu!"
"Ugh' Jika saja Limbonya sedikit lebih kuat, maka aku bisa menggunakan Arcana ku secara penuh."
Limbo, Arcana, Apa itu sebenarnya?
Laras tidak bisa tidak menyembunyikan rasa ke-ingintahuannya akan sesuatu yang membuatnya sangat penasaran. Akan tetapi, ia segan untuk bertanya.
Muu yang mulai menyadari rasa ketertarikan Laras itu...
"Kamu penasaran 'bukan?"
"Ugh' iyaa" jawab Laras, kaget dibuatnya.
"Baiklah, karena kamu cantik... Maka akan aku beritahu. Tapi sebelum itu, mari kita nikmati saja dulu pertarungannya."
Kemudian, Muu berbicara dengan nada tinggi. Dari aksennya, dia seolah sedang memparodikan komentator sebuah pertandingan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemburu iblis
FantasíaSetelah membangkitkan sebuah energi misterius dari dalam dirinya, Ayudyah Larasati percaya bahwa dirinya telah ditakdirkan untuk menjadi pemburu iblis kuno pemakan daging manusia.