Dari tadi laki-laki dengan beanie cream sibuk menatap jalanan, membalas lambaian tangan dari deretan fans yang meneriaki namanya. "Kalian semua ke dorm?" manajer yang menjadi supir mobil menatap 3 penumpang di belakangnya dari pantulan cermin. "Enggak lah!" Wonwoo dan Seungkwan menjawab bersamaan. Vernon memilih menutup korden, memejamkan mata sambil memundurkan kursi. "Aku turun di jalan gedung lama" Jawabannya berhasil membuat seisi mobil menoleh. "Kamu ngga ke tempat Yejin?" Vernon menyadari dia pasti akan ditanya begitu, dia belum cerita dengan member. "Kami putus, 3 hari yang lalu" Jawabannya adalah kalimat terakhir sebelum mereka saling diam, tidak mau menyinggung. Gedung lama milik Pledis ent sudah berubah menjadi cafe dengan nuansa hangat yang memutar piringan musik. Entah siapa yang menyusun playlist, Vernon harus mengakui kalau seleranya bagus. Tapi tujuannya bukan kesana. Dia ingin ke minimarket yang berdiri tepat di depan gedung lama Pledis.
Mungkin karena sudah larut jadi tidak ada satupun yang melintas, hanya ada pemilik minimarket yang duduk di balik meja kasir membaca buku. Dia bisa melihat dari jendela minimarket orang-orang yang berkutat menatap laptop di dalam cafe, juga seorang pelayan perempuan yang sedang menunggu seseorang. Dia bisa menyimpulkan itu dari cara si wanita melihat jam dinding dan menatap jalanan.
Mie ramyeonnya belum cukup matang, Vernon meletakannya di meja dan berputar mencari telur rebus. 2 mie dan 2 telur ditambah teokpokki buatan pemilik minimarket. Sibuk mengaduk bumbu di dalam mangkuk, laki-laki itu memerhatikan seseorang lagi datang ke dalam cafe, kali ini tidak mengantri di kasir tapi langsung masuk ke dalam, muncul sambil mengikat apron sementara gadis pelayan tadi memberi hormat."Terima kasih.." Seperti bisa mendengar suara gadis itu berbicara sambil berjalan keluar, sekilas gadis itu menoleh ke kanan dan kiri, lalu menyebrang.
"Selamat datang" Sambutan itu hanya dibalas dengan anggukan, gadis tadi berjalan melintasi punggung Vernon menuju mesin pembuat mie, 2 cup sekaligus, meletakannya di samping cup ramen Vernon. Dia kembali beberapa menit kemudian dengan rumput laut kering serta soda dingin. Harus diakui bahwa gerak gerik gadis itu dari tadi menyita perhatian Vernon. Atau mungkin tempat yang hanya diisi suara dengung freezer dan kulkas membuat eksistensi seseorang mudah disadari. Gadis itu menoleh, mengangguk sambil tersenyum, menjatuhkan totebagnya asal ke lantai, meniup-niup ramyeonnya, mengaduk bumbu dan menyobek bungkus nori. "You're ramyeon might be soggy" Gadis itu menunjuk cup ramyeon Vernon yang terbuka lebar dengan sumpit. "Ah! I like soggy ramyeon" Bohong, Vernon suka ramyeon yang masih ½ jadi. "Cheers" Ujar sang gadis sambil mengetukkan cup ramyeonnya dengan milik Vernon. "Cheers" Laki-laki itu turut meraih cup ramyeon hampir dinginnya, mulai mengunyah ramyeon yang hampir lembek.
"Kau bekerja disana?" Pertanyaan bodoh, Vernon merutuki pilihan topiknya. "Iwa" mulut gadis itu penuh, dengan tergesa-gesa mengunyah mie. "Pelan-pelan" Vernon meraih kaleng soda yang belum dibuka, menarik segelnya dan menyodorkan ke hadapan gadis yang hampir tersedak. "Makasih... iya, jam malam soalnya besok ada kelas" Sekarang suaranya lebih jelas. Dahi gadis itu berkeringat dengan bibir merah hasil ramyeon level 7 yang baru saja dikonsumsi. "Playlist yang di play di cafemu bagus" Kapan-kapan Vernon akan berkunjung kesana. "Oh, aku yang susun, piringannya punya istri pak bos, tapi lagunya aku yang pilih" gadis disampingnya menjelaskan sambil melepas jepit rambut, menggelung rambutnya ke atas lalu mengambil lagi jepit yang ia letakkan di meja.
"Shit!" Bunyi itu terdengar bersamaan dengan umpatan, gadis disampingnya menatap jepit rambut yang terbelah di tangan kanan. "Ini" Vernon melepas ikat rambut dari pergelangan tangan kirinya."Punya pacarmu?" ia mengambil ikat rambut dan segera menyisir rambutnya, menciptakan ponytail dengan cekatansembari bertanya ia menyisir rambutnya dengan jari dan mengikat dengan bentuk ponytail. "Putus 3 hari lalu" Vernon mengunyah mienya, menuntaskan sisa-sisa kuah dengan membalik cup tinggi-tinggi. "I guess it's mine now" Vernon asal mengangguk, dia juga tidak mau menyimpannya.
"So... you're live here" Vernon menatap apartemen tidak jauh dari minimarket. "Lantai 9, nomer 2" Gadis itu berdiri tepat di pintu masuk. "How about your phone number?" Dengan sedikit kenekatan laki-laki itu mengeluarkan ponselnya. Vernon menerjemahkan senyum dengan lengkung indah di wajah gadis itu sebagai sebuah penolakan, mungkin dia dinilai kurang sopan. "You can visit me from 8 until 12 pm at the cafe, you'll get my name card" Gadis itu menekan tombol password, membuka pintu kaca. "Good bye" Tubuhnya bersandar di ambang pintu, melambaikan tangan pada laki-laki yang dengan kikuk memasukkan ponsel ke dalam saku celana. "B-bye" Vernon berbalik. Diam, gadis itu masih menahan pintu kaca untuk tidak menutup, menghitung langkah laki-laki yang baru ia kenal 2 jam lalu. '1..2..3' gadis itu memerhatikan setiap langkah. "Emm...good night, see you tomorrow" Vernon berbalik, tersenyum sekilas lalu berbelok di persimpangan, kembali ke minimarket tadi. Besok selesai konser hari kedua dia akan datang lagi.