Tamu yang tidak diundang

1K 137 8
                                    

Cip, cip, cip~

Suara burung gereja terdengar jelas, dedaunan pohon perlahan-lahan berjatuhan.

Krek!

Tiba-tiba kaki seseorang menginjak burung itu hidup-hidup, Benedetta menatap datar ke arah mansion para Kebajikan tinggal. Ia menyampingkan pedangnya, lalu berjalan santai tanpa takut di pergok sedikitpun.

Pukul 08:15..

Benedetta mengecek satu persatu jendela, untuk memastikan lewat mana ia bisa masuk. Salah satu jendela terbuka, Benedetta langsung membukanya perlahan lalu masuk.

Siapa yang menduga bahwa ia memasuki kamar salah satu kebajikan, Benedetta menghirup aroma ruangan tersebut. "Kerendahan hati." Gumamnya.

Cklek!

Benedetta langsung kaget, begitu pula sang pemilik kamar. "A-Apa yang- siapa kau?!" Seru Beatrix, Benedetta langsung menutup mulutnya erat dan menutup pintu kamar lagi.

Alucard reflek menengok, saat mendengar sekilas teriakan.

"Nona manis, jangan berisik ya. Atau, saya akan menghabisimu dikamarmu." Ancam Benedetta, Beatrix mengerutkan kening karena tidak dapat melihat jelas lawannya akibat terhalang cahaya.

Tok tok!

Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar, "Beatrix? Kau baik-baik saja disana?" Tanya Alucard khawatir. Benedetta melepaskan Beatrix, "beritahu padanya, bahwa kau baik-baik saja.." bisiknya. Beatrix menatap ragu.

"A-Aku baik-baik saja.. kak Alucard, jangan.. khawatir." Balas Beatrix menatap Benedetta.

Alucard memastikan sekali lagi, namun tidak ada suara aneh kembali. "..baiklah, jika kau ada masalah. Panggil saja aku." Ucap Alucard, lalu berjalan menjauh dari kamar Beatrix.

Sekarang menyisakan Beatrix dan Benedetta, "..siapa kau?" Tanya Beatrix. Benedetta membiarkan cahaya matahari, menampilkan sosoknya. Beatrix membulatkan matanya, menatap kaget kearah Benedetta.

"Sang.. kesombongan?" Ucap Beatrix.

Benedetta mengibaskan rambutnya, dan menatap datar Beatrix. "Ya, itu saya." Balasnya, Beatrix menatapnya terpukau. "Aku tidak tau kalau kau memiliki wujud perempuan!" Serunya, Benedetta mendengus.

"Kau sangat elegan dan cantik!" Lanjut Beatrix memuji, Benedetta tersenyum tipis.

"Ya ya, saya tau itu. Pujianmu cukup menyenangkan hati, nah.." tiba-tiba Benedetta mendekat kearah Beatrix lalu meng-kabedon dirinya. Ia tersenyum licik, menatap kebajikan muda itu.

"Beritahu saya, dimana posisi sang kesabaran?" Tanyanya.

***

"HOAMM!!"

Yin menguap lebarnya, sembari berjalan kearah dapur. Seperti biasa, para dosa sudah sarapan dengan beberapa makanan ringan. Terkecuali Hanzo yang terbiasa memakan jumlah yg besar.

X-Borg asik mengunyah roti panggang, Granger menyeduh teh hangat. Chou sedang membaca sebuah koran pekerjaan, Yin yang baru saja bangun dari tidurnya mulai membongkar isi lemari dapur.

Drap drap drap!

Seketika satu ruangan terdiam, lalu tukar pandangan. "Lu pada... Denger itu gak?" Tanya Hanzo, mereka ngangguk bersamaan.

"Aura kebajikan." Ucap X-Borg serius.

Tiba-tiba pintu markas dosa terbuka sendiri, lalu perlahan memunculkan pria yang sedang berusaha merangkak. Chou melebarkan matanya, saat menatap orang itu.

𝗦𝗘𝗩𝗘𝗡'𝗦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang