Puzzle 1

26 1 0
                                    

Dunia hanyalah tempat transit bagi jiwa-jiwa yang masih memiliki detak dengan ritme sama maupun berbeda. Kejanggalan dan pergolakan batin akan selalu ada dalam setiap kisah dalam hidup manusia. Anggap saja dunia adalah panggung sandiwara, maka kamu dan aku adalah pemerannya. Hanya Dialah yang menjadi satu-satunya penulis skrip dan sutradara terbaik dengan kisah tak terduga namun berakhir penuh makna.

Bukan dunia jika tanpa masalah. Bukan pula hidup bila tiada rintangan di depan mata. Setiap manusia memiliki jalan hidup yang berbeda dengan pergolakan batin yang tak pernah sama. Semua memiliki kadar porsinya masing-masing. Sesuai dengan kemampuan yang di miliki pribadi itu sendiri.

Masalah cinta misalnya, menjadi hal biasa di rasakan manusia terlebih remaja atau mereka yang tak kunjung menikah sedang umur semakin menua. Bukan tidak ingin, barangkali masih ada luka yang belum sembuh hingga memulai saja terasa pilu. Bisa jadi ada yang di tunggu namun belum kunjung datang.

Orang bilang, cinta itu indah. Membuat dunia menjadi lebih berwarna. Mengubah yang abu menjadi biru. Dari yang suram menjadi terang.
Mungkin mereka lupa. Jika cinta adalah manifestasi dari berjuta rasa. Luapan berbagai perasaan yang terkemas rapi dengan satu kata. Terbungkus dengan rangkaian sajak yang membuatnya lebih memiliki tempat teristimewa bagi para pemuja.

Ya, cinta adalah manifestasi dari berjuta rasa. Berbagai macam rasa ada dalam cinta. Karena cinta manusia merasakan bahagia. Karena cinta manusia merasa istimewa. Karena cinta manusia merasa bercahaya. Karena cinta manusia merasakan berjuta ekspresi kegembiraan yang tak bisa di jelaskan melalui aksara, hanya bisa di rasa oleh pancaindra dan sebongkah daging dalam diri manusia yang dikenal dengan hati, namanya.

Namun, karena cinta pula manusia merasa terluka. Karena cinta manusia merasa dilema. Karena cinta manusia merasa kecewa. Karena cinta pula manusia merasakan keterpurukan dari goncangan emosi yang meletup dari dalam jiwa. Kemudian keluar memancar dengan wujud lava bening yang berderai-derai mengiris sukma. Tak jarang manusia menyatakan cinta adalah awal mula dari nestapa dan derita.
.....

Semilir angin malam menggeliat menyapa kulit. Menerobos melalui jendela kamar yang sengaja ku biarkan terbuka. Menampakkan wajah rembulan yang utuh bercahaya. Bintang-bintang tak mau kalah menyombongkan keindahannya. Mewarnai langit malam yang pekat semakin terlihat mempesona.

Aku termangu, sembari menatap benda persegi panjang yang menampakkan room chat dalam aplikasi whatsapp. Terpampang jelas sebuah pesan yang bertulisan,
“Menikahlah! Sudah waktunya kamu menikah, jangan hanya fokus dengan karirmu saja. Usiamu sudah waktunya untuk berumah tangga”

“Doakan saja, semoga istikhorohku mendapatkan hasil terbaik menurut_Nya.”, balasku cepat.

Pesan itu ku dapat dari Kakak ku. Mungkin dia resah mendengar banyak tetangga yang mulai membicarakan ku yang masih belum juga memutuskan menikah. Sedang pemudi Desa seusiaku sudah memiliki anak dua.

Usiaku baru menginjak 25 tahun. Bukan usia rentan yang harus di waspadai karena belum juga menikah. Namun di Desaku berbeda, maklum orang Desa yang masih kental dengan budaya feodal dan tradisi-tradisi jawa. Mereka beranggapan usia 25 tahun bagi seorang perempuan sudah terbilang kategori perawan tuwek. Karena kebanyakan gadis di Desaku selepas lulus SMA sudah di nikahkan oleh orang tuanya. Jadi tak heran jika di usia 25 tahun mereka sudah memiliki anak dua bahkan tiga.

Bagi mereka, pendidikan tamatan SMA saja sudah cukup. Karena kodrat perempuan tidak lepas dari sumur, dapur dan kasur. Begitulan budaya feodal yang masih mendarah di kalangan masyarakat Desaku. Sehingga saat ada perempuan yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di anggap menyalahi aturan. Dipandang sebelah mata karena sama saja mengorbankan dirinya untuk menjadi perawan tua.

Aku bersyukur lahir dan besar dalam keluarga yang tidak mendewakan tradisi lama. Kedua orang tuaku selalu menganggap pendidikan itu penting bagi masa depan putri-putrinya. Maka dari itu, ketika keputusanku untuk meneruskan kuliah selepas lulus SMA di dukung penuh oleh Ibu dan Ayah. Memang sedikit berbeda dengan nasib kedua kakak ku yang hanya tamatan SMA.

Kakak pertamaku Kak Hafshah, dia memilih untuk mencari pengalaman bekerja di kota. Dia mengaku lelah jika harus melanjutkan kuliah. Keputusan kakak ku di terima oleh kedua orang tuaku. Karena mereka adalah tipe orang tua yang selalu menghargai keputusan anaknya jika memang keputusan itu tidak bertentangan dengan norma-norma dan tidak membahayakan bagi putrinya. Alhasil, Kak Hafshah bekerja di salah satu pabrik di daerah Japanan dan bertemu dengan belahan jiwanya disana. Menikah dan membangun keluarga sederhana yang harmonis penuh cinta.

Sedangkan kakak kedua ku Kak Fisa, dia memilih untuk membuka usahanya sendiri. Kepiawaiannya dalam membuat kue membuatnya ingin memiliki toko kue sendiri. Ayah memasukkan Kak Fisa dalam kursus memasak dan dalam hitungan satu tahun Kak Fisa sudah jago membuat beraneka ragam kue yang kemudian dia jual dengan menitipkannya di warung-warung tetangga. Dua tahun berjuang membuka usahanya, Ayah menikahkan Kakak ku dengan lelaki pilihan Ayah. Bersama suaminya Kak Fisa membangun usaha berjualan kue hingga memiliki toko kuenya sendiri. Sesuai dengan impiannya dulu.

Suara ketokan pintu dari luar kamar menyadarkan lamunanku. Ku bergegas membuka pintu dan menampakkan Ayah yang segera berhambur ke dalam kamar ketika pintu sudah dibuka.

“Ayah dengar katanya kamu diajak ta’arufan sama anaknya Pak Joni yang jualan nasi pecel itu. Iya ta, nduk?” tutur Ayah tanpa basa-basi.

“Enggeh, Yah. Tapi Kulo dereng jawab nopo-nopo. Sebenarnya Kulo nggeh mboten purun, Yah.”, jawabku lirih.

“Opo’o, Nduk?”

“Masih mau ijin ke Ayah.”

“Asline Nduk, Aku ora srek. Biyen Ibu mu wes wanti-wanti ojok sampek sampean iki karo anak e Pak Joni. Sabar, Nduk. Tetep ikhtiar dan berdoa. Istikhorohmu sek pancet toh?”

“Enggeh, Yah.”

“Yo wes lanjutno. Insya Allah pasti onok hasile.”

“Aamin”

Ayah menepuk pundakku pelan. Kemudian keluar dengan simpul senyum menenangkan keresahan. Perihal jodoh bukan urusan yang mudah. Terlebih dalam memilih pasangan hidup. Menikah adalah ibadah seumur hidup yang ingin ku jalani dengan laki-laki yang benar-benar pilihan terbaik menurut_Nya. Aku ingin kehidupan rumah tanggaku menjadi barokah atas ridho_Nya dan ridho orang tua.

Selama ini bukan Aku yang pilih-pilih pasangan seperti yang di gosipkan banyak orang. Hanya saja, mereka yang masuk ke rumahku belum sepenuhnya mendapatkan restu Ayah sebagai waliku. Itu mengapa sampai detik ini Aku belum juga memutuskan untuk menikah. Selain itu, masih terselip harap dalam dasar hatiku yang dalam. Semoga yang ditakdirkan menjadi jodohku oleh Allah adalah dia. Seorang pemuda yang satu tahun lalu meninggalkan ku atas permintaan Ayah. Dia pernah berjanji akan kembali setelah pengabdiannya selesai dan membawa pembuktian kepada Ayah bahwa dia adalah laki-laki yang tepat untuk bersanding bersama putri bungsunya.

--------------------
-------------------------
Assalamu'alaikum teman-teman
Alhamdulillah, setelah sekian lama akhirnya bisa nulis lagi. Untuk cerita Aku Lailamu sudah selesai tinggal post setiap minggu ya
Ini project novel ke-2 ku. Semoga kalian menikmati.

Jangan lupa untuk kritik dan sarannya. Terimakasih banyak teman-teman ❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KEPINGAN TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang