Tamu tak diundang

178 2 0
                                    

"Kan kakak sudah bilang yah, seharusnya dicari dari jauh-jauh hari. Kalau udah gini ya susah, kostan udah penuh". Rutuk gadis berbibir mungil itu.

"Coba ayah tanya sekali lagi teman ayah, mana tahu sekarang sudah ada yang kosong!". Ayah mengotak-atik layar sentuh benda persegi panjang berwarna hitam. Mencoba menghubungi temannya.

"Lhoh? Bukannya ayah bilang, beliau udah ngga punya kostan yang kosong, bahkan kontrakan pun ga ada".

"Ayah coba tanya dulu!". Tegas ayah, kemudian menempelkan benda berwarna hitam itu ke telinganya.

"Udah yah, kalau ngga ada juga, kakak nggappa kok, ngekost jauh dari kampus. Kan kakak kuliah juga bawa motor yah".

Wajah ayah merah padam, matanya membelalak. "Ayah bilang apa sebelumnya kakak! Ngga ada ngekost jauh dari kampus! Bisa nggak, ngga usah bahas itu lagi?".

Nuri terdiam, sebenarnya dia sudah terbiasa mendengar amarah dari ayahnya sehingga membuatnya terkadang bebal, terkadang juga membuatnya mati kutu.

"Halo Iya, ini saya mau tanya lagi, ahahaha,,,. Iya kostan kira-kira ada ngga yang kosong, iya buat anak saya. Oh ngga ada lagi ya, kalau kontrakan?".

☘️☘️☘️

Wanita paruh baya terduduk lemas di kursi tunggu. Ruangan berwarna putih, bau obat-obatan, dan bunyi AC yang berdengung tiada henti membuat suasana hatinya menjadi jauh dari kata baik. Keringat dingin mengucur, badan bergetar melihat putrinya yang terbaring lemas di ranjang pesakitan.

Gadget nya berdering, tertera di sana nama Handrian, temannya semasa SMP. Dia kemudian mengangkat teleponnya. Ia mencoba menetralkan suaranya, agar tidak tahu temannya masalah ini, ia sungguh tidak ingin merepotkan siapapun.

"Halo, Handrian? Apa kabar?. Oh iya ada apa Yan?. Oooh, kostan penuh Yan, buat siapa? Oh buat Nuri? Ooiya iya. Kontrakan?". Lama wanita ini terdiam. Pikirannya terbagi dua. Dia butuh dana saat ini, tapi dia tidak bisa memaksakan keadaan.

Tahu bagaimana cara otak berpikir ketika dalam keadaan terdesak? Realita nya kebanyakan orang akan berpikiran pendek, dan cepat mengambil keputusan. Dan uniknya, ketika dalam keadaan terdesak, apapun dapat kita lakukan. Sania kemudian membuat keputusan yang amat besar resiko nya, "ada, satu. Iya, di dalamnya ada dua kamar, dan kamar satunya udah diisi, nggapapa? Iya, kontrakan yang pernah aku ceritain. Ya iya, okey. Ohiya boleh-boleh, DP nya bisa dikirim sekarang ya Yan. Ahaha iya iya, sisanya boleh kapan aja. Ahaha,,, iya dalam waktu tiga bulan setelah DP pokoknya. Iya iya, sama-sama, senang membantu... ".

☘️☘️☘️

Sorenya Nuri diantar oleh kedua orang tua dan adik laki-lakinya, ke kota tempat dimana ia akan melanjutkan studi nya. Ia adalah mahasiswa baru, yang siap tempur saat ospek nanti. Nuri merasa gelisah tak karuan. Hatinya tidak tenang, seolah akan ada hal buruk yang akan terjadi. Namun ia tidak bisa mengungkapkan nya kepada keluarganya.

"Hai". Ayah menyapa temannya, Bu Sania.

"Hai,,, wah Nuri udah gede. Cantiknya".

Nuri tersenyum manis, di bilik hati malah sebaliknya, ia tak merasa itu pujian yang sebenarnya. Ia meraih tangan Bu Sania dan menciumnya.

"Ayo masuk, liat dulu ke dalam".

Nuri dan keluarga masuk ke dalam kontrakan, lumayan besar untuk Nuri tinggali sendiri. Nuri melihat kamar tidur yang pertama, ada banyak barang berserakan di sana. Ia tergelitik untuk bertanya, "ini ada yang pake ya Tante?"

"Iya Nuri, kan Tante udah bilang sama ayahmu. Gapapa kan?".

Dengan berat hati Nuri menggeleng sembari tersenyum. "Malah bagus dong kalau ada temen Tan,, hehe".

Astral Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang