7. Cerita lalu

2.7K 400 133
                                    

"Dari ujung kaki sampai sehelai rambut pun yang terjatuh. Jangan pernah lo sentuh. Paham?" Bersama tatapan dan nada menghakimi, tidak suka dan juga peringatan.

Nahla dan Carissa terdiam membeku. Angin berhenti berhembus membuat kesunyian di antara ketiganya. Tatapan tajam Regan membuat Carissa akhirnya memilih pergi tanpa suara.

Regan tersadar. Memejamkan matanya beberapa detik lalu berbalik menatap Nahla yang penuh tanda tanya. Jangan bertanya, karena Regan pun tidak tahu kenapa kalimat itu keluar dari bibirnya.

"Jangan tanya apapun, Na. Gue malas berantem sama lo," Ujar Regan meninggalkan Nahla.

"Gue mau ambil nasi, Aruna bilang lo beli nasi buat gue," Nahla mengikuti langkah Regan menuju parkiran jauh dari tempat camping. "Kenapa jadi lo yang marah? Harusnya gue yang marah. Lo hampir bongkar ke dia kalau kita saling kenal,"

Regan menghentikan langkahnya. "Iya maaf, gue keceplosan."

Nahla mendengus. Keduanya berjalan beriringan.

"Hubungan kita sudah berakhir. Bersikap selayaknya aja. Lo nggak perlu ngelakuin hal itu buat gue." Kata Nahla memasukkan tangan ke saku jaket. "Buat gue dan semua orang salah paham. Terkadang pura-pura tidak tahu lebih baik. Jangan terlalu jauh, gue jadi bingung lo ada tapi nggak ada."

"Lo malu ya punya mantan kayak gue?"

Spontan Nahla menoleh. Nahla rasa itu pertanyaan paling bodoh yang ia dengar.

"Kali aja lo malu. Gue bingung aja, Na. Padahal gue senang waktu tahu kita satu kampus. Ngebayangin kita bisa sama-sama kayak dulu lagi?"

"Sama-sama dalam artian? Lo udah punya pacar, harusnya jaga perasaan pasangan lo."

Regan menghembuskan napas pelan. "Aruna nggak sama kayak cewek lain, Na. Dia nggak cemburuan,"

"Dia yang nggak cemburuan apa lo yang nggak paham?"

"Maksudnya?" Regan mengerutkan kening.

"Lo pikir sendiri aja. Lo juga gini waktu kita masih sama-sama. Cewek diam bukan berarti dia setuju. Apalagi lihat cowoknya sama cewek lain, bukan tandanya nggak cemburu. Tapi menghormati pertemanan lo dan menyembunyikan sakitnya sendiri."

"Itu isi hati lo?"

Langkah kaki keduanya terhenti tepat depan mobil Regan parkir.

"Lo tau kenapa kita putus, Na?" Regan merubah posisinya menatap Nahla penuh dari samping. Nahla memilih diam. "Karena lo nggak pernah cemburu. Sampai gue bingung, lo itu sayang apa nggak sama gue."

Nahla membalas tatapan Regan. "Jangan buat kesalahan yang nggak pernah gue lakukan buat kebenaran lo sendiri. Bukannya lo sudah ada yang baru? Mengisi hari-hari lo di sini. Gue tau itu,"

"Karena Aruna mengingatkan gue sama lo."

"Dia nggak sama kayak gue Regan. Berhenti mainin perasaan perempuan kalau lo nggak bisa bertanggung jawab."

"Gue nggak mainin perasaan Aruna. Gue tulus sama dia." Ujar Regan membuat Nahla terdiam. "Nggak seperti yang lo pikirin, Na. Lo selalu berfikir hal yang tidak pernah gue lakukan sebelumnya,"

"Bagus kalau gitu."

"Dan gue juga tulus sama lo."

Keduanya terdiam saling menatap satu sama lain. Menyelami masa lalu yang pernah terjadi. Mencari jawaban apakah semua itu baru di mulai apakah telah usai. Jantung Nahla berdegup cepat lagi, rasa yang sama namun situasi berbeda. Tatapan, suara, perlakuan yang membuat Nahla bernostalgia.

Keheningan tersebut pecah disaat sebuah mobil menekan klason meminta keduanya menyingkir. Namun hanya Nahla yang bergerak, Regan masih berdiri di tempat dan kini menatap tajam mobil tersebut.

Regan & NahlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang