1~Riananda Kanaya

91 10 8
                                    

Bismillahh..

Terima kasih telah datang
Meski tiba-tiba, kau adalah jawaban dari Tuhan

Kekuatan Kanaya

Tentang waktu yang tertata rapi. Tiga bulan lamanya sejak perjodohan itu disepakati, hanya satu yang aku pinta pada Tuhan, 'semoga aku bisa menerima dan mau menjalani pernikahan ini'.

Untuk meminta semoga di berikan yang terbaik, aku yakin tanpa aku minta ini suda pasti yang terbaik buat diriku dari Tuhan. Lagipula, hal itu yang selalu aku minta pada Tuhan sejak aku memilih mengikhlaskannya.

Ingatan yang masih melekat satu-satunya dalam batok kepala saat Alal bilang, "Dia baik, aku tahu dia, teman abang sekaligus tetanggaku. Agamanya baik, akhlaknya baik, sayang sama uminya. Selamat ya, dan semoga yang terbaik."

Aku bukan lagi masih menyimpan Alal dalam hati, hanya saja ingatan adalah tetap ingatan, ingatan tentang dia  pernah menjadi sesuatu yang istimewa bagi hati. Aku sudah melepasnya pergi, jauh sebelum perjodohan itu terjadi. Jadi, tak ada yang membebaniku dalam menjalani ikatan sakral yang akan terus berlanjut hingga masa mendatang, hingga Tuhan bilang usai.

"Nanda, suamimu." Suara Amih melepaskan renungan lalu ia pergi meninggalkan kami berdua.

Aku berdiri dengan gaun yang susah sekali dibawa berjalan lalu berbalik menatap laki-laki jangkung yang amih sebut sebagai suamiku. Geli. Beberapa menit yang lalu aku sudah menjadi seorang istri, meski ada sedikit rasa yang masih seolah tak percaya bahwa ini benar dan nyata, terlebih seseorang yang hadir di depan mata seolah manusia sempurna yang tersenyum kecil kearahku.

Tentu saja dadaku bergetar melebihi getaran saat akad dilantunkan. Kuulurkan tangan ragu-ragu dan dia dengan santainya memberi, aku menciumnya. Dingin, tangannya terasa dingin. Mungkinkah ia juga merasakan yang aku rasa? Degup aneh yang tidak tahu kenapa. Lalu tangan kirinya menyentuh ubun-ubun dan melangitkan doa, aku yang meng-aamiinkannya.

Hal ini yang selau aku inginkan terjadi padaku sejak banyak novel yang kubaca dan terlihat romantis. Kukira, seperti di filem-filem atau kisah-kisah novel yang aku baca, usai berdoa akan ada ciuman hangat menyentuh kening. Nyatanya tidak.

Aku kecewa?

Mungkin tidak bisa di bilang kecewa, tapi setidaknya aku telah berharap, dan sayang, harapanku pun pupus begitu saja. Dan setelahnya kita keluar menemui para undangan yang tidak terlalu banyak. Karena memang ini mauku, pesta yang sederhana. Tidak banyak teman-temanku yang aku undang, hanya teman kuliah dan itu pun sebagian.

***

Tepat pukul satu siang, tamu undangan sudah usai. Walau tidak sehari full, tetap saja ini melelahkan, aku harus menggeret gaun yang beratnya masyaallah. Aku hendak ke kamar, tapi suara Natha, sahabat sekaligus iparku itu mengintrupsi.

"Ciee.. yang udah nikah. Kok gandengannya gak diajak? Gak asik ah, kek jomblo aja jalan sendirian." Aku pelototi Natha yang asal ngomong. Mungkin ini yang dirasain Natha dulu kala digodain.

Kalau diingat-ingat kisah mereka lucu, Natha rela gak melanjutkan kuliahnya hanya karena ingin belajar jadi istri abang sepenuhnya. Soalnya, katanya abang susah ditaklukin, makanya perlu belajar ekstra. Hihi.

Natha.  Nama lengkapnya Ranatha Mahesa. Teman sebangku SMA sejak kelas satu hingga lulus. Karena sebangku dan lumayan lama kita memilih menjadi sahabat.

Tapi aku bukan satu-satunya sahabat yang Natha miliki, ia punya sahabat laki-laki sejak Sekolah Dasar, anak blasteran dan juga cinta pertama Natha. Kisah Natha unik, dan tentu saja tak kalah banyak derai air mata yang tercipta hingga pada akhirnya jodohnya adalah Kayu Kering. Ya, abangku. Hihihi.

Kekuatan KanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang