Chapt 02: Dari Mana Aku Datang?

7 3 0
                                    

09 Juli 2022

"Kau ..., mengapa bisa ada di sini?"

Suara itu mengejutkanku dan membuatku seketika mendongak menatapnya. Mataku membelalak mendapati seorang manusia normal dengan paras yang sama sepertiku. Walau pakaian yang ia kenakan terbilang aneh, tapi dia tetap manusia sepertiku, 'kan?

Tanpa sadar aku tersenyum melihat keberadaannya dan langsung bertanya siapa anak laki-laki yang seumuran denganku itu. Anak laki-laki dengan hanya kain yang menutupi bagian bawahnya bak Tarzan itu terlihat kebingungan. Alisnya menyatu saat aku bertanya siapa dirinya.

Ah, bukankah dia tadi bertanya mengapa aku ada di sini? Apa dia mengenalku? Atau ... dia juga sama sepertiku yang kabur dari tempat aneh dengan cahaya hijau ungu tadi?

"Mengapa kau bisa ada di sini?" Ia kembali menanyakan hal yang sama, namun tangannya tiba-tiba saja menyentuh pipiku yang tersayat sesuatu tadi.

Entah mengapa aku tak menolak tangan anak laki-laki yang dengan tak sopannya menyentuh pipiku ini. Sepertinya karena matanya? Mata anak sangat tajam dengan bola mata biru kehitaman yang terlihat sangat cantik. Seolah aku terbius dan hanya bisa memandang bola matanya yang indah saja.

"Harusnya kau menungguku di tempat biasa, mengapa kau sampai pergi kemari? Apa kau masih marah padaku?" Dengan cepat aku terbangun oleh tangannya yang justru mengelus pipiku.

Keterkejutanku membuat diri ini spontan menepis tangannya dari wajahku. Kenapa dia justru menggoda dengan mengelus dan meraba wajahku? Ugh, bulu kudukku sepertinya berdiri semua. Muak sekali melihat laki-laki yang senang menggoda orang lain, sekalipun tak mengenalnya sama sekali.

"Bukankah aku sedang menanyakan namamu, Tuan? Mengapa kau malah menggodaku? Apa aku terlihat seperti 'itu' di hadapanmu?"

Dia semakin mengerutkan kening dan mempertajam tatapannya padaku. Tak mau kalah, aku pun melayangkan tatapan mata yang sama padanya. Tak lama kemudian ia mendesah pelan dan mengembuskan napas dengan sedikit kasar, membuatku sedikit merasa takut.

"Kau tak ingat padaku? Apa kau benar-benar semarah itu?"

"A-apa yang sedang kau bicarakan ini, Tuan? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Sejenak hanya tatapan mata yang melunak darinya saja yang dapat kulihat. Demi apa pun aku mulai takut saat tiba-tiba ada sayap hitam besar yang muncul di belakang punggung anak laki-laki di hadapanku ini. Meski hanya sesaat, tapi sayap itu seolah memancarkan api hitam yang terlihat mengerikkan. Apa api itu bisa membakarku dalam sekejap?

"Dabria, kau sungguh tak mengingatku?"

Siapa? Aku? Apa itu namaku?

Ah, sialan! Aku baru ingat kalau aku juga melupakan namaku sendiri. Tapi ..., apa aku bisa memercayai itu? Apa dia sungguh tengah menyebut namaku? Bisa saja anak laki-laki ini hanya asal menyebut nama dan ingin membohongi diriku.

"Aku Alan. Apa kau tak mengingatku sama sekali?" Hanya gelengan kepala saja yang bisa kutunjukkan padanya.

"Kau ...." Dia kembali hampir menyentuhku. Beruntung dengan sigap kumundurkan lenganku darinya.

Kudengar sebuah helaan napas pelan dari manusia aneh ini. "Dari mana kau datang?" tanyanya dengan nada datar dan tatapan yang sangat dingin.

"A-aku keluar dari portal aneh itu." Meski takut dengannya, aku tetap harus jujur agar lebih cepat menemukan jalan keluar untuk kabur.

Wajah dinginnya berubah kembali menjadi panik, lebih panik lagi dari sebelumnya. "Sedang apa kau di sana? Kau harus pergi secepat mungkin!" ujarnya menggebu-gebu dengan menarik lenganku.

Aku mengangguk dengan gemetaran karenanya. Padahal aku juga tak tahu mengapa aku bisa ada di sini dan keluar dari portal, tapi melihat bagaimana dia khawatir padaku, dan bagaimana dia bisa tampak sangat hangat saat melihatku, seolah tak ada alasan untuk aku semakin mencurigainya.

"Apa kau tahu tempat apa itu?"

Aku menggeleng. Kalau aku tahu, aku tak akan hanya menyebutnya dengan portal.

"Kau tak boleh kembali ke sana. Di sana sangat berbahaya."

Dengan cepat aku mengangguk saat ia memegang kedua tanganku. "Aku ingin kabur dari tempat aneh itu, tapi aku justru tersesat di hutan ini. Apa kau bisa membantuku? Alan?" Ragu-ragu aku menyebut namanya.

Anak laki-laki bernama Alan itu tampak tertegun sejenak, sebelum akhirnya menepis tanganku dengan cukup kasar. Aku sedikit merintih karena hempasannya sungguh kuat. Padahal sedari tadi ia sendiri yang terus-terusan menyentuh, tapi kenapa justru langsung bersikap kejam seperti itu?

"Akan kuantar kau pulang ke rumahmu." Alan berbalik badan dan mengatakan hal itu.

"Sungguh?!"

Alan hanya mengangguk. Tak bisa kuutarakan bagaimana perasaanku mendapat kalimat itu. Aku ingin pulang, sungguh sangat ingin pulang. Meskipun tak tahu di mana rumahku dan siapa keluargaku, tapi aku benar-benar ingin meninggalkan monster-monster aneh tadi.

"Kapan kau akan mengantarku?" Apa aku terlalu mendesaknya?

"Ikutlah denganku, kuajak kau berkeliling." Tangan Alan terulur dengan wajahnya yang menoleh padaku.

"Tapi ..., bukankah kau bilang tempat ini berbahaya?" Aneh saja. Kupikir tadi dia mengatakan bahwa tempat ini berbahaya, tapi mengapa justru ingin mengajakku berkeliling? "Aku ingin pulang."

Alan tersenyum, menunjukkan seringai tipis dengan gigi taring yang terlihat sangat memesona. Apa dia benar-benar manusia sepertiku? Jangan-jangan ia juga bagian dari dunia di balik portal hijau tadi. Walau begitu, sungguh aku terpaku pada senyum bertaringnya.

"Aku tidak berbahaya, Dabria." Senyum Alan semakin mengembang. "Aku juga tidak akan pernah membahayakanmu. Sumpah janji kelingking," lanjutnya, menunjukkan jari kelingking padaku.

Sumpah janji kelingking? Lucu sekali. Dia sangat menggemaskan, padahal dilihat-lihat tampilannya juga cukup menakutkan. Baiklah, karena tak ada pilihan lain ....

"Aku ikut denganmu," putusku akhirnya, menggandeng tangannya yang masih menjulurkan jari kelingking padaku.

***

"Dabria, apa kau bisa terbang?"

"Mana mungkin. Asal kau tau, Tuan, aku ini manusia biasa. Sangat berbeda denganmu." Terdengar kekehan pelan sesaat setelah aku mengatakannya.

"Kau benar, kita sangat berbeda. Beruntung aku bisa terbang dan membawamu."

Benar. Kami saat ini sedang terbang. Apa aku percaya aku tengah terbang? Tapi sayap hitam besar milik Alan ini benar-benar mengepak dan membawa kami terbang. Dengan tangannya yang menggandeng tanganku dan memegangnya erat, juga kata-kata motivasi agar aku tak takut dan percaya bahwa aku akan terbang, Alan kini sungguh telah membawaku terbang tinggi.

Dari atas, dapat kulihat bangunan yang orang bertanduk tadi katakan bahwa itu adalah bangunanku. Cahaya hijau keunguan itu tampak benar-benar pekat dan lebih terang dari atas sini, juga banyak sekali pohon-pohon tinggi di hutan seberangnya. Aku menoleh ke Alan yang tengah tersenyum menatap ke depan, entah apa yang dilihatnya hingga tersenyum manis seperti itu.

"Tuan, apa kau seorang iblis?"

"Apa?" Alan langsung menghilangkan senyuman dan menoleh dengan cepat ke arahku.

Tanpa mememdulikan ekspresi Alan, aku spontan menunduk dan berpura-pura tak melihatnya. Bodoh! Kenapa mulut ini tak bisa diam saja? Atau setidaknya katakan hal yang berguna saja!

"Apa kau menyebutku iblis?"

Aku menggeleng kaku, masih tak mau melihat wajahnya. Tak lama kemudian, kekehan pelan terdengar dan dengan ragu-ragu kudongakkan kembali wajahku untuk menatapnya.

"Sepertinya kau sungguh tak mengingatku."

Bukankah sudah kukatakan bahwa aku tak mengenalnya?

*****

Based on My Dream, 10 Juli 2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm DieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang