1. Really?

38 3 1
                                    

"Bukunya udah lengkap semua sayang?"

"Udah Ma, udah lengkap semua kok gak ada yang kurang"

Wanita paruh baya itu terlihat menghela napas pelan, memperhatikan anak gadisnya yang tengah mengoleskan selai coklat di rotinya. Ia menatap nanar nasi goreng yang sama sekali belum disentuh oleh gadis itu.

"Nasi gorengnya kok nggak dimakan sayang?"

"Enggak Ma, enggak usah, Lusi Takut kekenyangan disekolah nanti"

"Mau bawa bekal gak?"

"Gak usah Ma, ribet"

"Oh iya, hari ini pelajarannya apa?"

"Sastra Inggris, matematika sama sejarah"

"Udah dibawa semua belum bukunya?"

"Udah"

"Sepatunya udah dicuci kan kemarin?"

"Udah"

"Uang saku udah dikasih Papa?"

"Udah"

"Kamu Perginya bareng Bella sama Amanda kan?"

"Iya"

"Kamu belum habisin nasi gorengnya lho, Lu-"

"Lusi berangkat dulu ya Ma, Bella sama Amanda udah dateng kayaknya, assalamualaikum"

Lusi mengambil tasnya, memasukkan botol air minum ke dalam tas serta tak lupa roti lapis yang masih ia pegang. Menyalami punggung tangan sang Mama, lalu mengecup pipinya sekilas.

"Waalaikumsalam, hati-hati ya!"

Hanya terdengar deheman dari gadis itu. Ia memakan roti lapis nya sembari berlari kecil keluar, tak lupa menutup pintu rumah nya.

"Ojol mbak?"

Lusi memutar bola matanya malas menatap dua gadis didepannya ini. Ia langsung saja naik ke jok belakang si empunya motor. Kemudian menepuk pelan pundak si pengemudi.

"Lama bener lo berdua"

Dua gadis yang disindir Lusi pun hanya bisa menyengir membuat mata Lusi fokus ke salah satunya. Gadis yang memiliki mata indah layaknya seekor kucing.

"Tumben bawa motor Man?" Amanda Gadis itu menoleh ke arah Lusi kemudian mengedikkan bahunya. "Papi lagi males nganter"

Lusi mengangguk pelan. Ia tak ingin bertanya lebih detail, lagi pula waktu juga tak mendukungnya.

"Yuk berangkat!"

*****************

"Lo yakin ini kelas kita?"

Lusi mengangguk pelan. Menatap nanar pintu tertutup didepannya. Rasanya Ia juga tak percaya saat membaca tulisan 12 IPS 3. Dadanya terasa sedikit sesak seolah olah masih tak percaya kala tahu, tiba-tiba saja ia terdampar di kelas terendah di SMA Garuda ini.

Jadi selama ini apa gunanya mereka masuk 5 besar di sekolah? Apa gunanya mereka mendapat peringkat kelas? Apa gunanya Mereka belajar di Perancis selama ini?

4 tahun lamanya mereka belajar dan sekolah bersama di negara tempat menara Eiffel itu berada. Selalu masuk ke kelas unggul, selalu masuk peringkat kelas, tapi apa gunanya semua itu sekarang?

Lusi tersadar dari lamunannya, kala seorang pria paruh baya menepuk pelan bahu nya.

"Murid baru?"

"Iya Pak, kita bertiga murid baru" bukan Lusi yang menjawab tapi Amanda

"Mari masuk dengan saya" pria itu tersenyum dengan kumis tebalnya, lalu masuk bersama 3 murid barunya.

Ceklek!!

"Wow murid baru! Kaum lobang! "

Lusi menunduk malu, Begitu juga dengan kedua sahabatnya. Ia tertegun, menelan salivanya dengan susah payah kala melihat isi kelasnya ini adalah cowok semua. Tak banyak, hanya 7 orang saja sepertinya.

"Selamat pagi anak-anakku yang akhlaknya kurang dari nilai KKM"

"Anjir si bapak, nggak nyadar kalau akhlaknya cuma sebatas KKM"

Pria paruh baya berkumis tebal itu menatap tajam ke salah satu muridnya, cowok bermata sipit yang membuat matanya hampir tertutup karena tertawa.

"Tidak usah memperkenalkan diri, Bapak sudah tahu siapa nama kalian" ketiga gadis itu hanya bisa mengangguk canggung sembari tersenyum.

"Silakan duduk di tempat yang kosong" lanjut si Bapak

Lusi mengedarkan pandangannya. Terdapat beberapa meja dan kursi kosong di pojok belakang sana. Ia kemudian berjalan menuju meja tersebut bersama Amanda dan Bella.

Namun langkahnya terhenti tepat saat 3 cowok yang awalnya duduk di depan malah pindah ke belakang.

"Anak cewek duduknya di depan dong!"

"Ho'oh! Ngapain di belakang? Mau mojok!?"
Amanda yang merasa risih dengan ucapannya pun menatap nyalang dua cowok tersebut.

Lusi segera duduk di salah satu meja yang ditempati ketiga cowok tadi, diikuti dengan Bella kemudian Amanda.

"Baiklah perkenalkan nama Bapak adalah Bapak.."

"MUSLIM!"

Pria paruh baya berkumis tebal itu menatap tajam salah satu muridnya cowok dengan wajah bak kartun itu.

"Kamu Bapak lagi ngomong tuh ya, jangan di Senggol Senggol!"

"Senggol dong Pak! Slebew!"

Pak Muslim lebih memilih tak mengindahkan ucapan murid rada-rada nya itu.

"Nama Bapak adalah Bapak Muslim, Bapak adalah guru bahasa Indonesia kalian sekaligus wali kelas ini, kelas 12 IPS 3" merasa tak ada yang menyela atau merespon, Pak Muslim melanjutkan ucapannya. "Ada pertanyaan?"

Lusi mengangkat tangan, dengan ragu-ragu gadis berponi itu bertanya. "Sebelum pindah ke sekolah ini jurusan saya sains Pak, kenapa pas tiba di sini jurusan saya jadi about social? Saya rasa nilai pelajaran umum saya tidak pernah menurun"

Mendengar perkataan Lusi, Pak Muslim tersenyum. Pria paruh baya itu melangkah mendekat kemudian menepuk pelan bahu Lusi. "Gapapa nak, kamu perlu mencoba hal yang baru"

Merasa tak puas dengan jawaban yang diberikan Pak Muslim, Lusi pun mendesah frustasi. Ia menatap kedua sahabatnya yang juga tampak frustasi.


*********************

Wait..
To be continue
Bye bb

Sayap GarudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang