Nama : Setia Rian Pramantara
Tanggal : 15 Desember 2013
Kuayunkan kayu yang kugenggam erat ini menuju pada arah datangnya bola. Kuberi dorongan yang kuat sekali sehingga bola hijau itu melambung tinggi hingga terlempar jauh dan aku berhasil mendapatkan poin "Home-run". Permainan dihentikan ketika kami tidak berhasil menemukan kembali bola yang berwarna sama dengan semak belukar di sekitar lapangan kami bermain. Teman-temanku merasa kecewa dan aku merasakan penyesalan yang melemaskan.
Suasana yang tadinya ramai di kerumuni oleh anak-anak kampung, kini bubar jalan jadinya. Semua masalah dan kesalahan pun tertuju padaku.
"Kan gak sengaja. Namanya juga permainan. Bukannya kalau mukulnya kuat dan jauh artinya permainanku bagus ? Jarang tuh ada pemain kasti yang sedang berpuasa, mampu memiliki tenaga sekuat itu."gerutuku dalam hati.
Aku pun acuh tak acuh terhadap kejadian barusan.
"Toh besok mereka akan ngajak aku main lagi. Mungkin tadi semua emang sudah kecapean banget juga."pikirku dalam hati membela diri sendiri.
Seiring dengan kosongnya lapangan dari makhluk-makhluk, aku segera mengambil sandal dan pulang untuk istirahat.
Perjalananku dari lapangan menuju rumah benar-benar menguras habis energy dalam tubuhku. Betapa tidak, terpisah dengan jarak 50 meter adalah tempuhan yang sangat panjang. Aku pun membuka pintu dengan langkah yang sempoyongan ketika memasuki rumah. Kudapati isi rumah kosong tak berpenghuni.
"Ini kesempatanku !"pikirku merencanakan sesuatu hal buruk.
Kutelusuri seluruh bagian rumah untuk memastikan tidak ada seorang pun di rumah. Kututup pintu dan jendela, melarang seluruh mata bisa tertuju ke dalam rumah. Aku bergegas menuju ruang makan dan mengambil gelas kaca yang masih bersih mengkilat. Kualirkan dengan deras, air mineral yang keluar dari dispenser berisikan air dingin yang menyegarkan. Gelembung-gelembung udara tercipta di dalam gallon saat aku menekan tombol berwarna biru tua. Bunyi menggebu bola angin yang bergerak perlahan menuju permukaan, seiringan iramanya dengan detak jantungku yang berdegup kencang. Maklum saja, rasa bersalah kembali menghampiri benak polosku. Sejujurnya, selama setengah bulan ini, belum pernah aku berhasil menang melawan nafsuku. Aku selalu saja mengalah terhadap apa yang diri ini ingin lakukan. Apalagi di saat cobaan-cobaan yang bertambah di bulan Ramadhan ini. Aku selalu gagal menahan nafsu lapar dan nafsu perkataan. Selalu saj aku berpikir untuk tidak akan capek saat bermain. Oleh sebab itu, aku selalu saja melanjutkan permainan bersama teman-temanku. Tetapi, alhasil di akhir cerita, aku selalu saja kehabisan energy dan mencoba unuk curi-curi meneguk segelas air dingin. Aku pun batal lagi berpuasa hingga minggu kedua di bulan Ramadhan ini.
Aku sempat berpikir bahwa mungkin teman-temanku juga melakukan hal yang sama sepertiku. Tetapi, hal itu sepertinya terbantahkan ketika kulihat mereka selalu saja siap sedia berada di masjid seusai bermain.
Aku benar-benar belum mengerti. Kenapa puasa itu harus ada dan wajib dilaksanakan. Dengan alasan itulah aku masih saja mengulangi perbuatanku sepanjang pertengahan Ramadhan tahun ini.
"Hadirin sekalian yang berbahagia,"sapa seorang imam besar yang sedang memberikan ceramahnya.
"Ada waktu istimewa dalam sehari semalam, yaitu pada sepertiga malam terakhir. Ada hari istimewa dalm seminggu, yaitu hari Jumat. Ada bulan istimewa dalam setahun, yaitu bulan Ramadhan."lanjutnya.
"Ramadhan adalah bulan yang dipilih Allah untuk menempa jiwa hamba-hamba-Nya yang beriman dengan beragam perintah. Salah satunya adalah berpuasa wajib."jelasnya.