1

38 3 0
                                    

Sebuah pesta dansa diadakan setiap bulannya di aula Kerajaan Adler. Namun, baru kali ini Will menginjakkan kakinya di atas lantai marmer itu. Bukan keinginannya untuk berdiri di tengah keramaian dengan setelan pakaian mewah yang ia sewa bersama Akira, tetapi ia harus melindungi sahabatnya.

Sejenak, manik keemasan milik Will bergulir memperhatikan sekitar sebelum kembali tertuju pada laki-laki bersurai merah yang berdiri di sampingnya. Aula itu sangatlah ramai, dipenuhi oleh wanita-wanita bergaun elegan dan pria-pria dengan setelan necis. Begitu pula dengan dirinya yang dibalut pakaian tiga lapis dari kemeja putih, rompi hitam, dan jas ungu gelap berenda dengan cravat cokelat muda berhias bros carnelian, lalu sebuah topeng karnaval yang menutupi sebagian wajahnya. Sungguh pakaian yang merepotkan.

"Ternyata pesta dansanya seramai dan semegah ini ya!" Suara Akira terdengar berkomentar. Pemuda itu terlihat tak menyangka sekaligus takjub.

Will tersenyum pada sahabatnya itu. "Kau benar." Paling tidak, dengan keramaian yang ada dirinya tak terlihat mencolok mengingat sebelum sampai di sini ia sedikit khawatir dengan penampilannya karena tak terbiasa mengenakan pakaian mewah.

"Jadi, apakah aku harus menemuinya terlebih dahulu atau menikmati pesta ini?" gumam sang surai merah yang sepertinya tertarik untuk berbaur di dalam acara.

Namun, seketika Will menyahut, "Sebaiknya kau nikmati saja pestanya terlebih dahulu. Kau lihat meja itu? Sepertinya ada banyak makanan pencuci mulut yang lezat." Ia menunjuk sebuah meja panjang yang berada di sisi ruangan. Berbagai jenis dessert mewah dan menggiurkan tersusun apik di sana.

Sebenarnya, itu adalah kumpulan makanan manis kesukaan Will. Hanya saja, saat Akira mengajaknya dengan berkata, "Kalau begitu, ayo!" ia menggeleng pelan.

"Aku harus ke toilet, Akira. Kau duluan saja," katanya.

"Huh? Di saat seperti ini?" Dahi Akira mengernyit.

Will hanya bisa memamerkan senyuman tipisnya pada si surai merah, berharap pria itu mengerti bahwa ia memang perlu untuk pergi ke toilet sekarang juga.

"Baiklah kalau begitu. Temui saja aku di sana nanti," balas Akira pada akhirnya.

Ia pun melihat Akira berjalan ke arah meja yang dipenuhi makanan penutup itu, sedangkan ia sendiri beranjak meninggalkan aula melalui pintu ganda besar yang merupakan satu-satunya jalan keluar dari sana.

Suasana di luar ruangan terasa lebih tenang. Hanya ada satu dua pasangan yang tengah mengobrol seraya menikmati minuman mereka. Will mengabaikannya. Pria bersurai pirang itu menghela napasnya. "Hah ... dimana dia berada?" gumamnya pelan seraya berjalan ke arah anak tangga dan menuruninya. Matanya menyisir halaman istana yang luas dengan puluhan kereta kencana terparkir sejajar di sana. Ia pun menyusuri sebuah koridor yang entah akan mengarahkannya ke mana. Tanpa petunjuk sama sekali.

Langkah Will tenang, tetapi cepat. Semakin jauh berjalan, semakin sepi pula suasana, dan semakin redup penerangan. Nyaris tak ada orang sama sekali. Ia mengendap-endap tiap kali menemukan pria berjirah yang sedang berjaga dan berpatroli, bagaikan pencuri yang takut ketahuan. Hingga akhirnya...

Bruk!

Tubuh Will menghantam sesuatu yang terasa cukup keras, tetapi tidak menyakitinya. Matanya mengerjap sekali lalu ia pun melihat ke depannya dan menemukan sosok pria tinggi yang samar-samar dikenalinya. Padahal pria itu tepat berada dekat di depannya, tetapi Will memicingkan matanya. Bukan karena kurang penerangan, hanya saja ia hendak memastikan kalau ia tak salah orang.

"Kau baik-baik saja?"

"Kau...!"

Suara Will terdengar bersamaan dengan pertanyaan dari pria yang memiliki tinggi sejajar dengannya ... atau seperseratus meter melebihinya? Entahlah. Namun, Will tidak mungkin salah mengenalinya. Pria bersurai cokelat dengan permata zamrud itu ... tidak lain dan tidak bukan adalah sosok yang dicarinya sampai berbohong pada Akira, Gast Adler, atau lebih tepatnya Raja Adler.

[HELIOSR] The King's DesireWhere stories live. Discover now