5 (End)

36 4 2
                                    

Itu adalah pesta dansa yang melelahkan. Begitulah Will menganggapnya. Sekarang, pria itu duduk di depan sebuah meja rias di sebuah kamar mewah yang luas. Sekilas ia melirik ke arah sebuah jendela besar di sisi ruangan. Pemandangan malam wilayah di sekitar istana terpampang di sana. Ya, Will berada di salah satu kamar tamu yang ada di istana kerajaan.

Mengapa ia bisa berakhir di sini, maka jawabannya adalah Gast yang memaksanya untuk tinggal semalam di istana agar beristirahat dengan lebih cepat daripada ia harus kembali ke rumahnya. Belum lagi mengganti penampilannya yang sangatlah merepotkan.

Saat ini, pria itu telah mengenakan pakaian tidur yang diberikan padanya. Daripada memikirkan hal yang tidak jelas, lebih baik ia segera tidur. Namun, baru saja Will bangkit dari kursi, suara ketukan pintu kamarnya terdengar. Tebakannya langsung tertuju pada nama Adler.

"Pintu itu tidak dikunci," ujarnya dingin.

Segera setelah ucapan tersebut, pintu kamar Will terbuka dan memperlihatkan sosok Gast yang berjalan masuk ke dalam dengan membawa sebuah nampan berisikan secangkir teh panas. "Selamat malam, Will. Maaf mengganggu waktu istirahatmu, tetapi aku ingin melihatmu sebentar. Oh, maksudku berbicara denganmu."

Gast masih mengenakan pakaian formalnya. Ia menghampiri Will yang berdiri tak jauh dari meja rias sehingga Gast pun meletakkan nampan yang dibawanya di atas meja tersebut, sedangkan cangkir teh ia serahkan pada Will.

Seorang raja membawakan minuman untuk tamunya bukanlah sesuatu hal yang biasa, tetapi Will pun menerimanya. "Terima kasih," ucapnya dengan suara yang pelan tanpa membalas sapaan pria itu.

"Duduklah." Gast tersenyum. Will mengangguk pelan dan ia pun kembali duduk di tempatnya tadi sementara Gast menarik kursi lain yang ada di ruangan itu dan duduk di hadapan Will.

"Cepat selesaikan urusanmu, aku sudah mau tidur." Will ketus seperti biasa jika mereka hanya berdua seperti ini. Namun, itulah yang Gast sukai dari Will, karena pria itu bersikap blak-blakan dan apa adanya.

"Hehe, tak perlu buru-buru. Aku hanya ingin menyampaikan terima kasih karena sudah membantuku. Sepertinya, ke depannya akan berjalan dengan lancar. Terima kasih banyak, Will."

Gast terkekeh pelan meski Will bersikap tak ramah padanya. Bahkan, saat ini Gast bisa merasakan tatapan tajam dari netra emas pria itu yang menusuknya. Tetapi Gast tetap tersenyum dengan ramah.

"Bukan masalah. Lagi pula, upahnya sepadan," balas Will mengingat kembali saat Gast memberikan bayarannya di toko penjahit sore tadi. Sesungguhnya, itu berlebihan. Namun, Will memutuskan untuk menerimanya begitu saja.

Will menyesap teh hangat tersebut. Manis. Terasa melegakan tenggorokannya. "Jadi, hanya itu yang--"

"Kau sangat dekat dengan Akira ya."

Komentar tersebut memotong ucapan Will yang berniat untuk mengusir. Si empunya mengernyitkan dahi. Apa maksud perkataan Gast? Sedari tadi pria itu mengatakan hal yang tidak jelas dan sulit untuk dimengerti oleh Will. Hubungannya dengan Akira memanglah dekat karena ia sudah mengenal temannya itu sejak kecil. Bisa dikatakan bahwa mereka adalah sahabat masa kecil hingga sekarang. Meskipun terkadang Akira selalu berbuat sesukanya, pria itu adalah sosok yang baik dan sesungguhnya polos. Ya, intinya mereka memang dekat. Lalu, mengapa?

Will menganggukkan kepalanya. "Akira adalah temanku sejak kecil," jawabnya. "Aku sangat menghargainya. Oleh karena itu, kau jangan mengganggunya."

Gast membalasnya dengan senyuman yang sulit didefinisikan. Tak seperti biasanya di mana ia tampak tebar pesona---di mata Will, kali ini senyumannya sedikit sendu. Namun, tawa kecil pun menyertai.

"Aku tidak mengganggunya lagi. Bukankah sudah kukatakan aku tidak melakukan hal itu lagi? Mengapa kau tidak mempercayaiku?"

Mendengar hal itu, Will melipat kedua tangannya di depan dada sementara cangkir tehnya sudah ia letakkan di atas meja rias. "Kau tidak terlihat seperti itu," ujarnya mengalihkan pandang dari Gast.

[HELIOSR] The King's DesireWhere stories live. Discover now