••
•
•
Happy reading 📍
Typo dimana-mana!!~~~
"Tolongg. Tolong. Ada olang iilaa!!"
"Aaa ... Ada penculi olang!"
"Ibu tolongg!!"
Salah satu anak berumur empat tahun berteriak dan mengundang anak-anak yang lain ikut berteriak dan berlari memasuki kawasan yang penuh dengan para bocah.
Pria yang disangka sebagai orang gila tersebut melotot dengan tawaan kedua temannya disamping. Ya, karena penampilan Radit yang terbilang sedikit stres pantas membuat anak-anak berteriak seperti itu.
"Anjir, masa kembaran Agam Fahrul dibilang orang gila. Bocah stres!!" tuturnya yang didapati sentakan ringan oleh Raden.
"Lo emang orang gila, sih." sahut Sergio.
"Kalau anak-anak yang bilang, berarti udah fakta!" Raden ikut menyahut sembari tertawa pelan.
Radit kesal, ia memperbaiki posisi sarungnya kemudian beralih merapikan rambutnya yang berdiri seperti orang yang tersengat listrik.
Ketiga pria itu baru saja menginjakkan kaki di tempat pengumpulan anak yatim-piatu. Dapat mereka lihat tak sedikit anak-anak yang bermain diluar, ada yang bermain sendiri dan ada yang bermain dengan beberapa orang.
Melihat dan berada ditempat ini, Raden jadi teringat kembali saat kakaknya menyuruhnya untuk tinggal di panti. Karena pikiran Raden masih kecil dan belum tau apa-apa, dia hanya mengangguk setiap kakaknya berucap.
Yang paling ia ingat adalah ketika kakaknya berjanji akan segera mencari kedua orang tuanya lalu mengambilnya kembali dipanti itu. Namun, sampai sekarang kakak laki-lakinya tidak memenuhi janjinya. Orang tuanya tidak pernah datang bahkan kakaknya pun ikut menghilang.
Maka dari itu, saat Raden sangat membutuhkan kakakanya, Mirza tiba-tiba muncul dan sering menemaninya. Keseringan bersama Mirza membuat pemikiran Raden untuk menginginkan pria itu sebagai kakaknya. Dan sampai saat ini pun, Mirza adalah seorang kakak bagi Raden.
"Panti Asuhan Mawar berduri!" Radit mengeja tulisan besar dan tebal tepat diatas pintu gerbang.
Ia beralih menatap Raden, "lo mau ngadopsi anak?" tanyanya dengan sangar.
"Enggak. Gue mau adopsi ibu pantinya!" sahut Raden.
Radit berguman tidak jelas, ia pun berjalan mengikuti kedua temannya yang sudah masuk kedalam panti asuhan. Menyadari kedatangan mereka bertiga, anak-anak yang asik bermain tadi langsung berlarian masuk kedalam dan berteriak ketakutan.
"Dek, ini artis loh. Belum juga minta foto main kabur aja," pekik Radit.
Seorang wanita menghampiri mereka. Tinggi sekitar 160, berkulit kuning langsat dengan rambut sebahu menampilkan senyum ramah pada ketiga pria itu. Awalnya dia mendengar jeritan anak-anak yang mengharuskannya memeriksa keadaan dan ternyata ada sosok asing yang masuk dilingkungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Santri
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [ON GOING] Belum di revisi Pria dengan kopiah hitam dikepalanya yang sedikit miring tengah memandang satu bangunan yang cukup besar di hadapannya. Sarung yang tadinya ia pakai kini berada dilehernya dan bergelantungan bebas...