Prolog

90 1 0
                                    

"Gawat! Tidak ada waktu lagi!" pekik salah satu kerumunan orang disekitarku terdengar samar. Suasana jalanan yang tadinya sepi mendadak ramai diiringi suara kegaduhan. Cairan hangat terus menerus mengucur keluar dari kepalaku yang kuyakini darah. Rasa sakit dan nyeri mendera sekujur tubuh. Bahkan menggerakkan satu jemari susah. Napasku pun tersendat sendat. Pandanganku yang buram tertuju pada seseorang yang berdiri di lantai 17. Dia menatapku sejenak lalu berbalik pergi. Senyuman tersungging dibibirku.

Apakah ini karma yang diberikan Tuhan padaku? Dibunuh oleh rekan kerja sendiri?, batinku terkekeh dalam hati. Bahkan menjelang kematian aku tetap merasakan penderitaan dan kesakitan. Perlahan mataku terasa berat. Akhirnya hidupku berakhir, mataku pun terpejam rapat dan suara disekitarku lenyap.

Itulah akhir dikehidupanku sebelumnya. Lalu saat terbangun lagi aku justru berada di tempat asing dengan identitas baru. Namaku masih tetap Li Jihyun sama persis dikehidupan sebelumnya tapi dengan versi berbeda. Aku terlahir pada zaman kerajaan cina. Putri bungsu dari tujuh bersaudara yang seluruhnya adalah lelaki. Ayahku seorang perdana menteri yang dikenal sebagai orang baik di seluruh kekaisaran. Sedangkan ibu meninggal dunia saat melahirkanku. Seharusnya mereka membenci kelahiranku tapi yang terjadi justru sebaliknya. Aku dijadikan putri kesayangan keluarga. Kehidupan keduaku berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun. Apalagi tempat yang kutinggali tenang dan damai. Berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Meskipun aku tidak melupakan kejadian di kehidupan sebelumnya. Dengan membawa ingatan di kehidupan sebelumnya aku tidak mengalami kesulitan apapun.

Hanya saja terkadang orang salah mengira bahwa aku jenius. Seperti ketika usiaku masih 5 tahun tapi aku sudah bisa membaca dan menulis. Walau tulisanku masih terbilang berantakan. Tapi kejadian paling mengemparkan kekaisaran saat usiaku 15 tahun yang bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kekaisaran. Contoh kekeringan, banjir, wabah kelaparan dan masih banyak lagi. Terkadang aku dipanggil oleh kaisar ataupun pejabat lainnya sekadar untuk berdiskusi jika ada masalah.
Namaku pun dalam sekejap terkenal di seluruh kekaisaran bahkan kudengar sampai ke negeri seberang. Aku pun disanjung oleh rakyat sebagai titisan dewa. Tapi ketenangan itu justru bertahan sebentar. Ketika usiaku menginjak 17 tahun terjadi tragedi.

Perang antar negara meletus. Kerajaan di negeri seberang menyerang kerajaan kami untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Dalam perang itu ayah dan keenam saudaraku turut andil. Perang itu menewaskan seluruh prajurit yang ikut dan termasuk ayah serta keenam saudaraku. Kerajaan kami kalah telak.

Dalam sekejap kaisar baru yang kutau namanya Long Jian berhasil menduduki takhta dan memimpin kekaisaran Qing Long. Dia kaisar tiran yang membantai semua anggota keluarga kaisar terdahulu dan juga anggota keluarga yang dulunya ikut berpatisipasi berperang. Dan berikutnya adalah giliranku. Apakah ini akhir dari hidupku lagi?, batinku menghela napas. Kini dia duduk dikursi singasananya tepat dihadapanku. Melihat saja membuatku muak dan jijik apalagi ketika teringat dia membantai keluarga dan rakyat di kekaisaran. Ingin rasanya aku menyiksanya secara perlahan sampai mati. Tapi itu tidak bisa kulakukan mengingat posisiku sekarang.

“Mulai sekarang kamu adalah selirku, Li Jihyun.” Titahnya yang terdengar bak petir disiang bolong. Mataku langsung melotot. “Jika kamu menolak maka seluruh rakyat kekaisaran dan penghuni istana yang tersisa akan dimusnahkan. Sekarang pilihan ada ditanganmu. Menjadi selirku atau pembantaian?”

Meskipun aku benci mengatakannya tapi tidak ada pilihan lain. “Baiklah. Aku setuju menjadi selirmu.” Seringaian terlihat di wajahnya. Aku tau maksud dari ekspresinya. Tapi dia pasti takkan mengira bahwa aku Li Jihyun merupakan reinkarnasi dari seorang pembunuh bayaran. Aku pasti akan menaklukan istana cepat atau lambat. Pembalasan dendam akan segera dimulai.

Selir Tawanan KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang