Episode 1

56 0 0
                                    

Kepala Li Jihyun menengadah ke langit. Matahari yang tadinya bersinar terik mendadak redup tertutup gumpalan awan hitam. Suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Angin pun bertiup kencang menandakan sebentar lagi hujan akan turun. Padahal beberapa jam sebelumnya, siang sangatlah panas sampai beberapa dayang terdengar mengeluh. Namun dalam sekejap sore berubah menjadi gelap dan suram.

“Astaga! Nona Li Jihyun ternyata disini. Anda bisa masuk angin jika diluar terus. Cepat kita masuk ke dalam,” ucap Yona menghampirinya dengan tergopoh. Dia juga membawakan selimut dan segera menyelimuti tubuh Li Jihyun dari terpaan angin.

“Terimakasih,” ucap Li Jihyun tersenyum. Sudah dua hari Li Jihyun tinggal di paviliun selir tapi hanya Yona satu satunya dayang yang peduli padanya. Sedangkan dayang lainnya menganggap sebagai tawanan perang sehingga tak jarang terdengar cemohan dari mulut mereka. Bahkan selir yang tinggal di paviliun pun tak ketinggalan menghinanya. Tapi Li Jihyun semata tidak mengabaikan hinaan mereka justru dia sedang menyusun rencana balas dendam. Dia adalah pembunuh bayaran di abad 21. Kejadian yang dialaminya tidak seberapa dibandingkan dengan kehidupan sebelumnya. Dia tidak akan pernah membiarkan orang lain meremehkannya. Dia akan membalaskan kematian keluarga dan rasa sakit yang dialami pada semua orang yang pernah mengusiknya, itulah tekad Li Jihyun ketika memasuki istana.

“Mari nona kita cepat masuk. Anginnya sangat kencang,” Li Jihyun menganggukkan kepala dan bangkit dari duduk. Dia mulai berjalan meninggalkan taman. Tiba tiba langkahnya berhenti. Yona yang berjalan dibelakangnya ikut berhenti. Dia melirik tingkah majikannya memperhatikan gumpalan awan hitam yang terus bergerak ditiup angin. Kegelapan menyelimuti langit. Kini tak ada seberkas pun sinar matahari.

Li Jihyun tersenyum lalu berkata, “Sebentar lagi hujan turun.” Kemudian melanjutkan langkahnya memasuki paviliun tempatnya tinggal. Dan saatnya aku membalaskan kematian keluarga dan semua orang yang tak bersalah di kekaisaran. Aku akan membuat kekaisaran ini dihujani air mata dan darah, batinnya mengepalkan tangan erat.

Tapi tanpa disadari oleh Li Jihyun, seseorang sejak tadi memperhatikannya dalam diam. Dia tersenyum tipis melihat wajah gadis bersurai hitam legam itu sampai menghilang masuk ke paviliun selir. “Dia benar benar cantik dan menarik,” gumamnya.

“Apa anda akan terus mengintipnya yang mulia?” tanya Zhang Liu datar. Pria bersurai hitam itu berdecak. Kepalanya sekilas tertoleh ke belakang.

“Bukan urusanmu!” ketusnya melangkah keluar dari balik tembok bangunan paviliun selir. Zhang Liu menghela napas pelan. Dia ikut berjalan meninggalkan paviliun selir.

“Bukankah anda ingin bertemu dengan nona Li Jihyun?” tanya Zhang Liu. Sekali lagi pria berwajah titisan dewa itu berdecak. Wajahnya yang tampan dan memiliki garis rahang tegas membuatnya semakin mempesona. Tak ada wanita yang akan menolaknya. Tapi berbeda saat berhadapan dengan Li Jihyun.

Gadis itu secara terang terangan membencinya. Dia masih teringat kilatan kebencian dari iris hitam milik gadis itu ketika mereka bertatapan. Wajar jika dia dibenci karena sudah membunuh keluarga dan membantai semua orang dikekaisaran terdahulu.

Gadis itu juga dirumorkan memiliki kepintaran di atas rata rata. Artinya dia jenius dan termasuk manusia langka di zaman ini. Gadis yang penuh misteri dan memancing penasaran bagi seorang pria ambisi seperti Long Jian.

Bagi Long Jian apapun yang diinginkannya pasti bisa diperoleh dengan mudah. Misalnya, dengan melakukan penaklukan pada semua kekaisaran tetangganya dan menjadikan wilayah kekuasaannya dalam sekejap. Semua itu dia dapatkan dengan mudah tanpa ada kendala. Kecuali gadis bernama Li Jihyun yang susah ditundukkan.

Meski dia pintar seperti yang digosipkan orang. Tapi setelah menyaksikan pembantaian yang berakibat kematian pada semua orang. Gadis itu sedikit pun tidak bergerak membalaskan dendamnya. Dia Cuma berdiam diri setelah diangkat jadi selir.

“Bagaimana keadaan gadis itu setelah tinggal di paviliun selir?” tanya Long Jian sedikit mengejutkan Zhang Liu. Matanya sampai tak berkedip menatap punggung Long Jian. Pria yang dikenal berhati dingin dan tidak puas pada satu wanita mempertanyakan keadaan seorang gadis yang merupakan tawanan perang. “Hei! Kamu mendengarku, Zhang Liu?!” bentak Long Jian dengan nada tinggi.

Zhang Liu yang tadi melamun terperanjat kaget. Dia menghela napas menatap Long Jian yang kini berdiri tepat dihadapannya. “Saya mendengar anda yang mulia. Hanya saja saya sedikit kaget anda memperhatikan salah satu selir anda,” jawab Zhang Liu. “Lalu biasakan perhatikan sikap anda. Walaupun saya bawahan anda tetap saja anda harus memperlakukan saya dengan baik. Anda tidak lupa kan bahwa anda akan menjamin hidup saya dengan baik,” lanjutnya dan melewati Long Jian.

Long Jian terkekeh mensejajari langkah Zhang Liu. Dia merangkul leher Zhang Liu. “Kamu ini masih saja bersikap kaku padaku. Apa kamu tidak bisa ramah sepertiku?”

Zhang Liu memutar bola mata malas. “Ramah? Maksud anda menebas leher orang tak bersalah itu ramah? Menjadikan wanita koleksi di paviliun selir juga termasuk ramah?” Long Jian yang mendengar perkataan Zhang Liu menggaruk pipi yang tak gatal. Dia tau jika semua yang dilakukannya salah. Tapi hal itu justru membuat hidup yang dijalani tidak membosankan. Ada saja hal menarik yang ditemukannya misal sikap Li Jihyun yang penuh misteri dan terus membuatnya penasaran. “Lalu sebaiknya anda menjaga martabat anda sebagai kaisar. Ada banyak mata yang mengawasi anda,” lanjut Zhang Liu melirik ke arah semak belukar dan atap. Mata Long Jian mengikuti arah lirikan Zhang Liu.

Senyuman tersungging lebar dan melepaskan rangkulannya. Zhang Liu yang sudah terbebas mengusap tengkuknya. Suara guntur terdengar menggelegar bersamaan munculnya sergapan komplotan berpakaian serba hitam. Pedang teracung tepat mengarah pada mereka. Long Jian mengangkat tangannya ke udara lalu menjentikkan jari. Anak panah langsung melesat cepat mengarah pada komplotan itu dan mengenai tubuh mereka. Pakaian hitam yang dikenakan dalam sekejap berlumuran darah. Tubuh mereka pun terjatuh begitu terkena anak panah. Panah itu sudah dilumuri racun sehingga membuat orang yang terkena panah secara perlahan lumpuh kemudian mati. Itulah yang dialami komplotan itu. Sekujur tubuh mereka seketika lumpuh serta diiringi rasa sakit yang tak tertahankan.

Long Jian menengadah ke langit. Kini tetesan hujan sudah berjatuhan ke bumi. Bahkan mengenai wajahnya. “Hujan sudah turun. Sebaiknya kita cepat masuk Zhang Liu.”

“Baik yang mulia,” sahut Zhang Liu menundukkan kepala hormat. Long Jian berjalan lebih dulu diikuti Zhang Liu. Sekilas Zhang Liu melihat beberapa orang mendekati komplotan itu. Tidak dipungkiri lagi mereka adalah bayangan kaisar. Zhang Liu hanya menghela napas pelan. Dia sudah bisa menebak nasib mayat tersebut. “Semoga kalian tenang di sana,” gumamnya lirih.

“Apa yang harus kulakukan untuk membalas kematian keluargaku?” gumam Li Jihyun berbaring di kasur. Malam sudah menyapa dan hujan masih turun deras. “Aku harus memikirkan sesuatu secepatnya,” gumamnya lagi sambil menghela napas.

Selir Tawanan KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang