O Z E A NMemories in Germany – 1952
Love story | A novel by Nur Fadatul Hilmy
...
Mari berlayar. Temani aku mengarungi lautan.
Meski arus tak selalu menjanjikan tenang, tapi akan ku pastikan kapalku tak akan karam....
CHAPTER 2 : Spring Soul
Museum lengang saat hari mulai petang. Adzan berkumandang di ujung selatan tepat pukul enam. Lampu-lampu kota mulai hidup di sepanjang jalan. Sam melirik jam tangan emas di pergelangan tangan, saat ini keduanya berjalan beriringan usai keluar dari gedung museum.
"Jadi kemana kita akan makan malam?" Wilona bertanya setelah sebelumnya Sambara mengajak makan malam bersama.
"Mari melakukannya setelah aku shalat magrib."
"Shalat magrib?"
"Ayo ikut aku."
Siapa sangka Sam akan menyeretnya ke sebuah gedung mentereng nan megah. Suara yang tidak Wilona mengerti artinya berkumandang dari speaker di puncak bangunan. Beberapa orang lalu lalang memasuki ruangan berpakaian serba tertutup dari ujung kepala.
"Sam, tempat apa ini?"
Wilo bertanya sementara Sam menggulung lengan kemeja. Ah—urat-urat tangan itu lagi, benar-benar menganggu Wilona.
Nahkoda muda tersenyum tampan, memandang si Gadis Jerman. "Biarkan aku menyelesaikan urusanku sebentar. Kau tunggu disini tidak apa-apa?"
"Tentu. Aku akan menunggumu disini." Wilo tersenyum mengerti. Tak ada raut tersinggung sama sekali.
"Eh Wilo!"
Sam nyaris memekik, menyentuh pergelangan tangan Wilona.
"Apa aku tidak bisa masuk? Maksudku—aku hanya akan duduk disini."
Ia menunjuk pelataran gedung. Wajahnya benar menunjukkan raut bingung.
"Tentu saja boleh. Maksudku—" Sam menggantung kalimatnya. Mencoba merangkai kata setepat mungkin agar tidak menyinggung perasaan Wilona.
"..lepaskan alas kakimu terlebih dahulu."
Wilona berjingkat. Ia baru saja menginjak tulisan 'Batas Suci' di lantai pelataran. Wajahnya menampilkan ekspresi bersalah.
Ternyata mereka sedang berada di tempat peribadatan.
"Sam, maafkan aku." Sesalnya sungguh-sungguh.
Sam tersenyum maklum. "Tunggu sebentar. Ini tidak akan lama."
🚢🚢🚢
Sambara keluar tepat tiga puluh menit setelahnya. Kemudian menyusul Wilona yang sedang duduk di pinggir jalan, di bawah lampu kota.
"Maaf menunggu lama."
"Aku baik-baik saja." Wilo tersenyum masam. "Tentang tadi, maafkan aku."
Kekehan kecil mengudara, sampai Wilona menoleh ke arah Sambara. Apakah pemuda itu tidak marah?
"Tidak apa Wilo. Yang tadi namanya masjid. Tempat umat muslim beribadah."
Wilona menundukkan kepala. Memandang ujung jarinya sembari terus berjalan beriringan. "Aku tidak tahu Sam, sungguh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ozean | Memories In Germany - 1952
DragosteAku tidak membenci Hamburg. Tidak pula membenci hujan, maupun lautan yang menjadi alasan pertemuan kita. Mereka perantara yang baik. Hamburg dan hujan membingkis kisah kita dalam epilog yang apik. Sementara lautan adalah tempatmu berpulang, yang kin...