Bab -2-

2 0 0
                                    

Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam pengetikan, selamat membaca...

......

Harum roti yang bercampur mentega menyeruak ke seluruh bagian di tempat itu. Bahkan orang yang di luar bangunan itupun dapat mencium harumnya. Suara bel berbunyi seiring dengan pintu utama tempat itu di buka untuk akses keluar masuk. Puluhan orang yang berada di tempat itu membuat suasana bertambah ramai. Terlihat pelayan-pelayang yang sedang sibuk bekerja. Melayani pesanan pembeli, menata meja dan kursi, membersihkan meja yang kotor, dan ada beberapa orang yang memakai celemek sering keluar-masuk pintu bertuliskan 'dapur'.

Suasana ramai seperti ini hanya akan terjadi pada hari Minggu. Pada hari itu orang-orang akan beristirahat sejenak dari kesibukan mereka. Melepas penat yang begitu mengikat selama enam hari berturut-turut. Setiap orang mempunyai cara sendiri untuk melepaskan penat. Berwisata bersama keluarga, piknik di halaman belakang rumah, movie marathon, atau bahkan tidur seharian. Tidak terkecuali Zelena, mahasiswi yang sangat terkenal di kampusnya ini memilih melakukan kerja sampingan atau lebih dikenal dengan part time untuk mengisi hari Minggunya.

Ia bekerja sebagai petugas kasir di sebuah toko roti terkenal yang berada tak jauh dari kampusnya. Zelena bukan berasal dari keluarga dengan ekonomi yang terbatas. Ayahnya adalah seorang Direktur Utama sebuah perusahaan dagang yang cukup terkenal. Sedangkan ibunya memiliki bisnis dalam bidang makanan berjenis dessert. Namun dengan status kedua orang tuanya tidak membuat Zelena menjadi pribadi yang manja dan suka menghambur-hamburkan uang.

Kedua orang tuanya sudah mengajarkan untuk selalu bersyukur atas apapun yang dimilikinya sejak dini. Itulah yang menjadikan Zelena sangat menghargai uang sehingga tidak menghamburkannya. Zelena sendiri sebenarnya sudah memiliki keinginan untuk melakukan part time sejak duduk di bangku SMA. Namun ayah dan ibunya melarang Zelena sebelum ia lulus dengan nilai terbaik. Dan itu sudah terjadi.

Zelena kini tumbuh menjadi mahasiswi yang cantik. Ia terkenal bukan hanya parasnya yang cantik namun juga kepribadiannya yang baik. Ia tumbuh dengan penuh kasih sayang orang-orang di sekitarnya.

Kembali pada kesibukan Zelena pada hari Minggu. Jumlah pengunjung pada hari Minggu seringkali meningkat, terlihat antrian masih panjang, terlebih lagi sudah memasuki jam makan siang.

"Zelena, istirahatlah! Ini sudah memasuki jam makan siang. Biarkan aku yang menggantikanmu." Kata Fiah, wanita berusia dua puluh tujuh tahun ini sangat dekat dengan Zelena jika dibandingkan dengan karyawan yang lainnya. Zelena menoleh lalu tersenyum, ia bergeser bermaksud memberikan sisa tugasnya kepada Fiah. "Terima kasih kak."

Fiah mengangguk lalu melanjutkan sisanya pekerjaannya. Sedangkan Zelena pergi ke dapur. Perutnya sedari tadi memang sudah meminta haknya namun Zelena terlalu sungkan untuk meminta seseorang menggantikannya. 'Beruntung ada kak Fiah' batinnya bersyukur.

"Zelena!" panggil seseorang. Zelena menatap seorang laki-laki yang memakai baju khas pegawai, sama seperti dirinya, dengan serbet putih di tangannya. Laki-laki itu menghampiri Zelena. "Kau akan makan siang?"

"Ya, rencananya begitu. Memang ada apa kak Bonar?" tanya Zelena, menatap laki-laki yang merupakan seniornya di kampus. Zelena tak begitu akrab dengan laki-laki ini. Ia hanya tahu bahwa Bonar adalah seniornya dan juga rekan kerja di tempat yang sama. Selebihnya tidak ada. Merekapun juga jarang bertemu jika tidak di tempat kerja.

"Aku hanya menyampaikan pesan. Setelah makan siang nanti, kau ditunggu Pak Bos di ruangannya." Kata Bonar. Zelena mengangguk-angguk kecil. Karena tidak begitu akrab, Zelena menjadi sulit untuk berbicara santai dengan Bonar.

"Baiklah. Aku akan ke sana setelah ini. Terima kasih kak." Bonar pergi meninggalkan Zelena sendiri. Tak banyak waktu, Zelena segera mengambil bekal makanan yang sudah ia siapkan dan menyantapnya.

•••••

Tok tok tok ...

Suara pintu diketuk terdengar, setelah, mendapat jawaban dari pemilik ruangan, pintu itu terbuka dan muncullah seorang perempuan di baliknya. "Oh kamu, Zelena. Masuklah!" perintah Pak Bos.

"Apa Pak Bos memanggil saya?" tanya Zelena

"Oh ya, aku menyuruh Bonar karena kudengar ia adalah seniormu." Jelas Pak Bos. Ia meletakkan map kuning yang sebelumnya ia pegang.

Zelena tersenyum canggung, "Memang benar pak." Tapi kami tidak seakrab itu.

"Jadi ada perlu apa bapak memanggil saya?" tanya Zelena.

"Aku dengar ibumu pemilik usaha makanan juga, benarkah?" tanya Pak Bos. Zelena tanpa suara hanya mengangguk. Sepertinya ia mengerti kemana arah pembicaraan ini nantinya.

"Kau tahu bukan, kita akan mengadakan event sebagai perayaan Soya's Bakkery yang telah berdiri selama 4 tahun?" Zelena kembali menganggguk. Berita itu sudah diumumkan bahkan 1 bulan sebelum hari H.

"Aku bermaksud ingin menggabungkan menu kita dengan menu dari restaurant ibumu. Selain itu, aku juga mengizinkan menu dari restaurant ibumu untuk di tampilkan juga sebagai salah satu menu yang akan kita tawarkan. Hal ini sangat menguntungkan, bukan hanya untuk kita tapi juga untuk ibumu. Bagaimana? Apa kau sependapat dengan ku?" jelas Pak Bos.

Zelena sudah mengira akan jadi seperti ini. Restaurant milik ibunya memang salah satu yang terkenal di antaranya. Zelena sering dimintai tolong oleh teman-temannya apabila sedang ada acara dan membutuhkan konsumsi. Tapi sekali lagi ia tegaskan bahwa ia bukan pemilik asli dari restaurant itu. Yang pasti Zelena tidak bisa langsung mengiyakan. Ia tetap harus menanyakan kepada ibunya.

"Aku mengerti Pak Bos, tapi tetap saja kewenangan itu bukan milik saya. Saya akan membicarakan terlebih dahulu dengan ibu." Terang Zelena. Pak Bos terlihat paham, ia menganggukkan kepala. Pak Bos menyenderkan punggungnya dengan kedua siku tangan yang bertumpu pada sisi kursi.

"Baiklah. Kau bicarakan saja dulu dengan ibumu. Tapi pastikan dia mengatakan 'iya' Zelena." Ujar Pak Bos diiringi sendau gurau khasnya.

"Akan saya usahakan Pak,"

"Baiklah, kalau begitu kau boleh pergi." Ujar Pak Bos. Zelena berdiri lalu membungkukkan badan sedikit sebelum akhirnya pergi. Tiga langkah ia berjalan dari tempatnnya duduk, tiba-tiba.

"Kabari aku apapun hasilnya Zelena." Pesan Pak Bos. Zelena menoleh dan tersenyum manis, "Pasti pak."

•••••

Zelena keluar dari toko pukul tiga sore saat ponselnya bergetar. Melihat nama yang tertera di layar ponsel, dengan segera ia mengangkatnya. Zelena berjalan menuju parkiran tempat ia memarkir mobilnya. Berjalan dengan ponsel yang berada di telinga, "Hallo?"

'Hai! Kau sudah pulang?"

"Ya, baru saja aku keluar. Seperti biasanya, kau selalu tepat waktu. Apa kau sudah menjadwalnya?" Zelena tertawa pelan.

Terdengar di seberang sana ikut tertawa, "Ya, seperti itulah. Kau tak perlu tau."

Zelena memutar bola matanya, "Ya ya."

"Jangan marah. Aku hanya akan bilang, besok pukul 10 aku akan menjemputmu. Kita akan jalan-jalan."

Zelena menggerayai isi tasnya, mencari kunci mobil, "Besok? Besok 'kan hari Senin. Memangnya kau tidak ada kuliah?"

"Tidak, aku dengar-dengar dosen yang akan mengajar besok tidak bisa hadir. Anaknya sedang sakit."

Setelah membuka pintu mobil, Zelena masuk lalu duduk, menutup pintu dan meletakkan tas di kursi penumpang –di sebelahnya. "Ya, terserah deh. Aku tunggu besok pukul 10. Jangan coba-coba untuk terlambat, oke?"

"Oke! Kau mau pulang? Baiklah aku tutup teleponnya. Jangan mengendarai terlalu cepat dan hati-hati. Sampai jumpa besok."

"Ya, sampai jumpa besok." Sambungan telepon terputus. Zelena meletakkan ponselnya di sebelah tas. Ia menyalakan mesin, lalu mengendarai mobilnya keluar dari parkiran.

•••••

Bersambung... 

From SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang