"Menikahlah dengannya," suara berat khas menggema sejenak di ruangan berlantai tatami.
Menunduk patuh sejenak ke arah lantai, sang gadis berambut malam berbicara dalam nada suara yang tenang. "Apakah ini adalah bentuk kewajiban ayahku? Aku tidak melihat keluarga kita berhutang pada klan Kaedehara, lantaran apa yang mewajibkanku menikahinya?"
Pria tua yang tampak puas dengan ucapan sang putri hanya tersenyum tipis, "ayahnya dan aku telah berjanji dulu lama sekali. Ketika kau terlahir, kalian telah sah bertunangan. Putra klan Kaedehara akan menjadi penerus selanjutnya, dampingi dia dan bantulah dia sebagai seorang istri."
Mendengar ucapan itu kepala sang gadis terangkat menatap, "apakah tidak apa-apa jika aku yang baru berusia lima belas tahun ini menikah ayah? Aku belum siap menjadi pengantin lalu menjadi ibu."
Si ayah hanya menggeleng, "tidak, sebelum kau berusia delapan belas tahun bocah itu tidak boleh menidurimu. Ayah sendiri yang akan memukulnya kalau itu terjadi."
Sikap perhatian sang ayah mengundang tawa kecil dari sang gadis, "baiklah ayah, aku bersedia menikah dengannya."
.
.
.Sekat memisahkan kedua pengantin baru. Baju kimono putih masih setia melekat di tubuh gadis itu. Sesekali membaca ulang surat-surat yang di tulis ayah, ibu, dan adik laki-lakinya yang dia bawa di lipatan selendang.
"Selamat siang."
Suara dari sebalik sekat membuat gadis itu mengangkat wajahnya. Menurunkan tudung kepala menampakkan surai indahnya yang terjalin rapi disamping kepala lalu kemudian menatap arah datangnya suara.
"Selamat siang juga, Tuan muda Kaedehara Kazuha." gadis itu sejenak tersenyum mendengar suara tenang bagai angin musim semi itu. Rasanya begitu hangat dan damai. (Y/n) akui itu adalah suara terhalus yang pernah dia dengar, begitu indah dan mampu mengusiknya.
"Kurasa panggilan itu terlalu formal untuk sepasang suami istri," jawab Kazuha. Laki-laki itu duduk tenang di sebelah sekat yang memisahkan dirinya dengan sang istri. "Kau bisa memanggilku Kazuha atau apapun sesukamu. Sekarang kita adalah suami istri, jadi mohon bantuan ke depannya."
Gadis itu sejenak berpikir, "tapi anda lebih tua tiga tahun dari saya, bagaimana mungkin saya bisa langsung memanggil nama depan anda tanpa embel-embel tertentu?"
Kazuha memasang senyum tipisnya, "kalau begitu kau ingin memanggilku apa?"
"Suamiku."
Kazuha tertawa kecil, "ya, itu juga bagus."
Cengkraman pada baju dieratkan, (y/n) tersipu tatkala mendengar tawa kecil laki-laki yang sekarang sah menjadi suaminya. Wajahnya memerah padam, meski dulu dia pernah beberapa kali melihat wajah Kazuha dia sangat sulit mendengar suara laki-laki itu karena jarak yang terlampau jauh. Kini, berdampingan dan bersisian gadis itu bisa mendengar suara Kazuha dengan sangat jelas.
"Untuk sekarang," Kazuha kembali membuka mulutnya. "Kamar kita di pisah dulu. Kamarku tepat berada di samping kamarmu. Panggil saja namaku atau pelayan yang berjaga di lorong kalau kau merasa membutuhkan sesuatu."
(Y/n) sejenak diam memikirkan ucapan Kazuha. Benar jika dia menepati janjinya bahwa tidak akan ada kontak fisik mendalam atau tidur seruangan. "Saya mengerti."
.
.
.Bulan menggantung indah di langit malam. (Y/n) memutar cangkir keramik di telapak tangannya sekali sebelum menyesap rasa pahit manis yang tipis. Matanya memandang jauh ke arah kolam ikan kecil di samping beberapa ikan koi sesekali tertangkap mata tengah berenang diantara bunga teratai
Mata yang biasanya terpejam ketika bulan menggantung di angkasa kini menolak untuk sekedar beristirahat. Suasana baru membuat gadis itu harus membiasakan diri. Terlebih suara air mancur kecil dari bambu yang setia mengusik heningnya malam.
Koak gagak sesekali membuat gadis itu bergidik, udara kian mendingin dan membuatnya mengusap kedua lengan atas.
Kret.
Suara beberapa gagak yang mampir di atas loteng membuat gadis itu sejenak terkesiap dan kembali menutup jendela setelah meletakkan cangkir secara terbalik di atas tatakan.
Ditemani sebuah lilin yang kerap hampir mati karena di tiup angin dari jendela. (Y/n) meringkuk memeluk kedua lutut di sudut kamar. Futon miliknya hanya terbentang ditengah-tengah ruangan. Tak ada sedikitpun minat baginya untuk masuk dan menghangatkan diri di dalam selimut tebal berwarna biru tua itu.
Tuk tuk tuk.
3 kali ketukan pelan dari samping membuat (y/n) melirik ke sana.
"Kau masih bangun, (y/n)?"
Suara Kazuha yang pelan membuat (y/n) bergeser mendekat. Sebuah ruang kosong di sekat terlihat di sana. Uluran kecil tangan Kazuha diterima oleh (y/n).
"Kau tidak apa-apa?"
Pertanyaan Kazuha awalnya dijawab gelengan oleh gadis itu. Bibirnya kemudian terbuka masih dengan jemarinya memegangi jemari Kazuha.
"Aku hanya... Sedikit takut," jawab (y/n) pelan.
Kazuha terkekeh pelan, jemarinya mengusap jemari (y/n) yang terasa dingin. "Tidurlah di dekat sekat ini." ucap Kazuha. "Pegang saja tanganku kalau kau takut, (y/n)."
Pegangan pada jemari Kazuha dilepas, alis mata Kazuha sejenak bertaut karena bingung dengan suara rusuh dari sebalik sekat.
Beberapa jemari kembali terulur di antara sekat. Kazuha kembali mengulurkan jemarinya dan ikut masuk ke dalam futon miliknya yang sejak awal memang ada di sana.
Jemari (y/n) sudah tidak lagi dingin, rasa hangat perlahan menjalar diantara keduanya. Mengundang senyum tipis di bibir yang tersembunyi di bawah selimut tebal.
.
.
..
.
.T
B
C.
.
..
.
..
.
.San: Kazuhaaaaaa 😭💞💞
.
.
..
.
.1 Agustus 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
𑁍 Promised Leaf - [K. Kazuha X Readers]
Fanfic"Berjanjilah padaku, kita akan terus bersama kan, suamiku?" -You to Kazuha . . . 1 Agustus 2022