PART 17 : USANG

180 36 26
                                    

Hallo bestie, apa kabar?

Baik ya? baik kan? 

Hehe. Akhirnya setelah banyak drama aku bisa update lagi, semoga feel nyampe ya ke kawan-kawan.

Btw, ini part sih menurutku agak panjang, tapi nggak tahu juga wkwk. Relatif sih ya :D

Makasih ya guys udah nungguin, ditunggu komen mood nya ya :* 

Jika berkenan bantu vote ya :* thanks.

DISARANKAN SEMBARI MENDENGAR LAGU GLIMPSE OF US-JOJI

"Jika saja semesta-Nya berbaik hati mempertemukan kita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jika saja semesta-Nya berbaik hati mempertemukan kita. Mungkinkah rasa itu masih sama?" 

.

.

.

.

.

"Saga, are you okay?"

Perlahan Saga mengatur napas, menelan saliva pelan sembari masih menatap Yuri nanar. Tangannya tiba-tiba menyentuh dahi Yuri yang sedikit menonjol akibat terbentur mobil bagian depan.

Yuri menahan napas sejenak, mata mereka bertemu, wajah Saga terlalu dekat hingga membuat gadis itu tidak bisa berkutik. Jantungnya makin berdebar saat dengan lembut tangan Saga mengelus dahinya pelan. Penuh perhatian. Sesekali deru napas Saga menerpa wajahnya, terasa hangat.

Sehangat hatinya.

"Lo yang nggak okay. Sorry... " lirih Saga, Yuri memegangi lengan Saga mencoba tersenyum menenangkan. Padahal dirinya sedang tidak karuan.

 Padahal dirinya sedang tidak karuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ng-ng-ggak papa, dikit do-do-ang.."

Yuri menurunkan lengan Saga pelan, pada akhirnya Saga mengembalikan ponsel milik Yuri saat Vincent telah mematikan sambungan telponnya.

"Tas lo ketinggalan, kita ambil dulu aja"

Yuri menggeleng cepat, melengos ke arah depan.

"Nggak usah ya ga. Aku chat dewa aja, rumah dia deket sama kantor."

Yuri lantas mengetik dengan cepat, sambil bicara lagi, "lain kali kalo Kak Vincent telpon ngga usah diangkat ya"

Saga hanya mengangguk saja, dia berusaha memutar kuncian dan menyalakan mesin lagi.

"Gue sambil jalan nih..." celetuk Saga.

"Iyaaa. Nggak usah buru-buru"

Gadis itu masih menjawab sembari mengetik chatnya. Beberapa menit kemudian barulah menaruh benda pipih itu ke dalam tas, mulai melihat hiruk pikuk jalanan.

"Kak Vincent ngomong apa ga? kaget banget ya kayaknya sampe melipir cepet gitu... "

Saga membuka mata lebar, memutar stir sembari menelan salivanya. Saga rasa tidak perlu memberitahu Yuri soal apapun. Toh, gadis itu pasti makin tidak nyaman. Pikirnya.

"Cuma ngomongin tas lo, selebihnya gue ngga konsen nyetir aja..."

Yuri mencoba mengerti meski masih ada yang janggal.

Saga jarang mengemudi sembarangan, gadis itu tahu persis bagaimana lincahnya Saga mengendarai mobil jenis manapun sejak dulu.

Pada akhirnya gadis itu membiarkan, menjadikan samuanya mengalir saja. Sesekali Yuri memandangi Saga dari samping, atensinya jarang sekali lepas dari pria yang makin terlihat manly ketika menyetir itu.

******

Mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah Yuri, gadis itu membuka pintu pelan hampir saja keluar saat tangannya tiba-tiba meraup lengan Saga cepat.

"Aku tahu pasti Vincent nggak cuma ngomongin tas, apapun itu lupain aja. He always try to ruin you, ga"

Saga mematung, matanya menatap Yuri intens.

"Lo masih kepikiran?" tanya Saga. Pria itu lalu meraih tangan Yuri. Menurunkannya pelan.

Yuri hanya mengangguk.

"Khawatirin diri lo aja. I will never let him ruin my life, okay?"

Saga tersenyum simpul, melepas tangan Yuri untuk kemudian gadis itu turun dari mobilnya.

"Thanks ya.. hati-hati " lirih Yuri, melambaikan tangan. Padahal rumah mereka cuma sebelahan.

"Rumah gue cuma situ... " jawab Saga cepat, sambil menunjuk rumah sebelah Yuri.

"Ya tetep aja hati-hati, kali aja nabrak pot bungan tante. Kenak marah wleeeek"

Yuri menjulurkan lidahnya sembari terkekeh. Berhasil membuat Saga tersenyum agak lebar.

Sudahkah es batu itu benar-benar cair sekarang?

*****

Saga mungkin terlihat tenang di hadapan Yuri, tapi sesungguhnya dia hanya menyembunyikan semua rasa khawatir sejak Vincent membawa nama Aruna di panggilan telepon tadi.

Kini pria berkulit putih itu merebahkan diri di atas kasur, menatap langit-langit kamarnya sembari berpikir keras soal segala hal yang Vincent bicarakan.

Perlahan dia memijit kedua pelipisnya sambil berdiri dan mendekat pada sebuah buku kecil di dekat studio mini miliknya.

Buku itu tampak sudah sangat usang, warna kecokelatan dengan ornamen bunga kering di atasnya, tangan Saga membuka pelan halaman pertama. Terdapat beberapa deret tulisan dan gambar bunga mawar warna hitam. Ya, hitam. Warna favorit Saga. 

"Saga, jika saja semesta-Nya berbaik hati mempertemukan kita. Mungkinkah rasa itu masih sama?"

Saga menelan saliva pelan, menarik napas dalam sembari membuka halam selanjutnya. Menemukan foto polaroid saat dirinya masih usia SMA. 

SAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang