Jean menatap Angel yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Ini yang kesebelas dalam dua minggu ini. Tanpa berpikirpun, Jean tahu siapa pelakunya. Itu adalah malaikatnya, Angel-nya. Jean tidak akan membiarkan siapapun menyentuhnya.
"Aku akan keluar dari industri hiburan," ucapnya setelah panggilan terhubung.
"Dengan satu syarat," Jean menatap gadis manisnya yang saat ini tengah memejamkan mata dalam damai.
"Jauhi Angelku."
***
Angel termenung. Akhir-akhir ini, ia merasa kalau Jean menjaga jarak darinya. Angel sedikit kesepian, sebenarnya apa yang terjadi?
Sebuah pencarian panas muncul tiba-tiba. Melihat judulnya yang terkait dengan Jean, Angel tanpa ragu-ragu membukanya. Membaca berita tersebut, Angel seketika terkejut. Ia tak percaya Jean memutuskan untuk meninggalkan industri hiburan setelah berkecimpung hampir enam tahun di dalamnya.
Angel berdiri. Memesan taxi, ia langsung melaju ke apartemen Jean. Angel paling tahu betapa sukanya Jean pada pekerjaannya. Walau ia sering mengeluh karena agensi selalu memakan waktu kencan mereka, Jean benar-benar menikmati pekerjaan itu. Jean tidak akan keluar begitu tiba-tiba.
"Jean!"
Angel berdiri di ambang pintu. Ia terpana melihat apartemen yang sudah setengah kosong. Matanya menjelajah, namun ia tidak menemukan sosok yang ia cari.
"Pak, apa Anda melihat pemilik apartemen ini?" tanyanya cemas pada staf yang kebetulan lewat tanpa mengindahkan debu di sekitarnya.
"Dia--"
Sebelum orang itu menyelesaikan ucapannya, Angel merasakan lengannya ditarik menjauh. Tanpa sadar ia melangkah mundur mengikuti tarikan sebelum akhirnya berhenti setelah jauh dari apartemen Jean.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Suara familiar terdengar di belakangnya membuat Angel seketika berbalik. Ia menatap pemuda tampan yang ia cari. Untuk beberapa alasan, Angel merasa dia berbeda. Baik ekspresi maupun nada suaranya bukanlah yang biasa ia lihat dan dengar. Dingin.
"Jean, apa yang terjadi? Ada apa dengan berita ini?" tanya Angel sambil memperlihatkan ponselnya.
"Itu urusanku," balas Jean singkat. "Pulanglah," ucapnya kemudian.
"Tapi--"
"Taxi sudah datang, pulanglah," ucap Jean.
"Jean, ada apa denganmu?" tanya Angel dengan mata berkaca-kaca.
Jean memalingkan muka, mengabaikan pertanyaan gadis berambut hitam itu.
"Urusanku, kau tidak perlu ikut campur," ucapnya sebelum menyuruh seseorang membawa Angel turun.
***
Sikap Jean benar-benar berubah. Ia tidak membalas satupun pesan Angel, juga mengabaikan panggilan teleponnya. Setiap kali mereka berpapasan, Jean selalu hilang didetik berikutnya saat Angel ingin berbicara. Hal itu membuat Angel frustasi.
Kenapa Jean tiba-tiba menghindarinya? Di mana salahnya?
Sementara itu, Angel menemukan beberapa orang diam-diam mengikutinya. Frekuensi asmanya kambuh juga meningkat dari hari ke hari. Bahkan jika ia hanya tinggal di rumah, gejala asmanya masih akan muncul berulang. Angel curiga seseorang sengaja memancing penyakitnya.
"Apa ini berhubungan dengan Jean?" tanyanya pada diri sendiri.
Ia teringat wanita yang ia temui di cafe dua bulan lalu. Merendahkan anaknya, mengusirnya pergi dengan lima ratus juta, lalu meninggalkan ancaman sebelum pergi, Angel merasa penyakitnya yang sering kambuh mungkin dilakukan oleh wanita itu.
***
Setengah tahun, Angel dan Jean berada dalam hubungan dingin. Angel selalu mencoba mendekati Jean, namun Jean selalu bersembunyi. Pemuda itu juga benar-benar keluar dari industri hiburan empat bulan lalu. Mereka tidak pernah lagi bertemu menghabiskan waktu bersama.
Angel sedih. Ia menatap punggung Jean yang semakin menjauh dan tidak bisa ia gapai. Air mata yang menggenang di pelupuk matanya jatuh begitu saja.
"Jean, kenapa?"
.
.
.
Setengah tahun, Jean menyibukkan diri dan menghadapi Angel dengan dingin. Betapa sakit hatinya saat ia melihat wajah Angel-nya yang pucat dan matanya yang berkaca-kaca. Betapa Jean sangat ingin memeluk Angel yang menangis lalu menghiburnya dengan semua hal terbaik di dunia ini.
Namun Jean tidak bisa. Pergerakannya diawasi. Ia pikir setelah keluar dari industri hiburan, ia bisa kembali seperti dulu bersama Angel. Nyatanya tidak. Penyakit Angel yang sering kambuh dalam setengah tahun terakhir ternyata dirangsang oleh orang-orang dari keluarganya.
Apa lagi yang bisa Jean lakukan? Ia saat ini tidak bisa bergerak bebas di bawah pengawasan mereka. Satu-satunya jalan adalah ia hanya bisa memaksa diri bersikap acuh dan mendorong Angel-nya pergi. Setiap kali ia mengawasi Angel lalu Angel menemukannya, Jean hanya bisa berlari menjauh.
"Ini belum waktunya. Semoga mereka tahan dengan pembalasanku setelah aku menguasai perusahaan dan memegang kelemahan mereka," ucapnya dingin.
***
Angel pusing. Napasnya sesak. Jantungnya berdetak kencang dan tubuhnya gemetar. Pandangannya perlahan memburam. Langkah terakhir sebelum ia tak sadarkan diri seperti menginjak udara kosong.
Jean yang tiba-tiba mendapati Angel pingsan tentu tak bisa tinggal diam. Jantungnya seolah melewatkan beberapa detakan. Masa bodo dengan ancaman keluarganya, yang penting Angel harus terselamatkan. Ia menghampiri gadis itu, memeriksa kondisinya, lalu menghubungi sekretarisnya.
"Hubungi rumah sakit untukku segera!"
—•—
Gemetaran, Jean membaca laporan medis di tangannya. Kondisi Angel jauh dari kata baik-baik saja. Lupakan asmanya, tapi kapan Angel terkena Anemia dan tekanan darah rendah? Ia bahkan memiliki phobia terhadap gelap? Tidak heran ia sangat pucat setiap kali mereka keluar dari bioskop sebelumnya.
Kenapa Angel tidak memberitahunya hal ini?
"Daya tahan tubuh pasien rendah. Akan lebih baik mengirimnya keluar negeri agar pasien beristirahat dengan tenang untuk penyembuhannya," ucap dokter.
Jean merenung. Saran dokter tepat seperti yang ia butuhkan. Di samping ia bisa menjaga keselamatan Angel, penyakit Angel mungkin bisa membaik selama ia tinggal di luar negeri. Angel-nya yang baru berusia dua puluh tahun itu harus hidup di bawah cahaya matahari, bukan di dalam bangsal rumah sakit yang dingin.
"Siapkan semua yang dibutuhkan. Tempat tinggal, tenaga medis, kebutuhan sehari-hari, biaya, siapkan semua. Jangan ada yang terlewat sedikitpun," ucap Jean pada sekretaris di sampingnya.
Menatap gadis yang masih tak sadarkan diri itu, Jean merasakan hatinya sakit. Saat ia mendorong gadis itu pergi dengan tangannya sendiri nanti, tidakkah Angel-nya akan menangis?
"Maaf, Angelin. Ini demi kebaikanmu," gumamnya lirih.