Jean menatap foto seorang gadis yang tersenyum di galerinya. Dari sepuluh foto, delapan di antaranya adalah foto gadis itu. Berlatar pohon rimbun dan sinar matahari cerah, gadis yang tersenyum itu terlihat bagaikan malaikat.
Gadis itu adalah Angelin, dia adalah malaikatnya Jean.
"Maaf, Ngelin. Sekarang aku datang menjemputmu," gumamnya sebelum mematikan hpnya.
.
.
.
Sepulang kerja, Angel merebahkan diri di atas kasur sambil membuka hp seperti biasa. Hal pertama yang ia periksa adalah pesan di WeChatnya. Setelah menunggu beberapa saat, gadis cantik dengan rambut hitam itu menggembungkan pipinya.
"Hump! Jean pasti lupa lagi," gerutunya.
Walau begitu, senyum manis masih terbit di bibirnya. Ia memeluk ponselnya sesaat dengan mata terpejam lalu membuka matanya lagi untuk mengirim pesan pada pacarnya. Tidak masalah jika Jean lupa, yang penting Angel tidak lupa menyapa pemuda itu.
Jeaaannn!
Ini udah malam, kamu bahkan tidak menyapaku?
Rafandra Jean Arnando, apa kamu melupakanku sekarang?
Angel menatap layar telponnya tanpa berkedip untuk sementara waktu, namun balasan dari Jean tidak kunjung datang. Menghela napas murung, Angel berdiri dan pergi ke kamar mandi. Ia berniat mandi dulu. Mungkin Jean sedang sibuk, siapa tahu setelah mandi akan ada jawaban dari Jean.
—•—
Di tempat lain, sorakan riuh para penggemar terdengar memenuhi venue konser. Lima pemuda di atas panggung yang baru selesai tampil menyapa para penggemar mereka di bawah sana. Dua di antaranya melambaikan tangan dengan antusias, sementara tiga yang lain hanya menyapa seperlunya. Walau begitu, teriakan para fans di bawah sana tetap terdengar riuh.
"Hei, Je, cobalah tersenyum lebih pada penggemar!" seorang pemuda dengan rambut merah menyikut lengan temannya di sampingnya.
"Menjauhlah," jawab Jean dingin.
Betapa buruknya suasana hati Jean saat ini. Ia sudah berjanji untuk pulang dan menghabiskan waktu bersama malaikatnya, namun agensi menahannya untuk konser mendadak. Walau suasana hatinya tidak terlalu baik, Jean masih bisa membawa konser mereka menjadi lebih meriah dengan sukses.
"Apa? Jangan bilang kau punya janji dengan pacarmu tapi digagalkan oleh agensi?" goda Veno—pemuda berambut merah itu.
"Bukan urusanmu," dan lagi-lagi, Jean hanya menanggapi dengan dingin.
Konser selesai dan kelimanya berkumpul di ruang ganti. Tanpa mengatakan apa-apa, Jean menyambar ponsel di meja dan langsung membuka aplikasi WeChat. Sesuai tebakan, gadis itu mengiriminya pesan.
Membaca pesan gadis itu, Jean tanpa sadar tersenyum. Inilah dia, Freya Angelin Florenza, malaikatnya seorang Rafandra Jean Arnando. Suasana hati Jean yang buruk memudar banyak seketika.
Tak ingin mengetik, Jean keluar dari ruang ganti dan mengirim pesan suara.
"Maafkan aku, Angel. Sebagai permintaan maaf, aku akan belikan kue kesukaanmu," ucapnya.
Veno yang kebetulan keluar dikejutkan dengan ekspresi lembut temannya. Tatapan hangat dan senyum yang tulus terlihat jelas saat ia menatap layar hpnya. Untuk sesaat, Veno bahkan mengira Jean dirasuki sesuatu.
"Sadar, Je! Aku tahu kamu lelah tapi jangan menggila!" ucapnya histeris sambil mengguncang bahu Jean saat ia mendapati ekspresi temannya itu semakin menghangat. Percayalah, ia benar-benar merinding.