[3]

92 17 15
                                    

Angel menatap tak percaya pada pria muda di hadapannya. Kenapa? Ada apa? Kenapa Jean tiba-tiba mendorongnya pergi seperti ini?

"Jean, katakan sesuatu? Kumohon jangan seperti ini...," Angel terisak.

Jean hanya berdiri diam di tempatnya. Wajahnya tanpa ekspresi namun di tempat yang tak bisa Angel lihat, tangannya terkepal erat. Sulit baginya menekan dorongan untuk segera menghapus air mata gadisnya itu.

"Bawa pergi," ucapnya memberi perintah terlepas dari perjuangan Angel.

"Jean, jangan seperti ini. Apa yang aku lakukan salah?"

"Katakan saja padaku, aku akan--ukh!"

Angel tercekat. Mukanya pucat seketika dan napasnya terengah-engah. Asmanya kambuh. Rangsangan emosional seperti ini sudah cukup untuk memperparah penyakitnya.

Topeng ketidakpedulian yang Jean paksa pertahankan sampai detik terakhir akhirnya retak. Ia memang ingin mendorong gadis itu pergi, tapi ia tidak ingin penyakitnya kambuh. Begitu saja dan tanpa disadari, Jean mengusir orang yang menahan Angel dan membawa gadis itu ke dalam pelukannya.

"Sst, tenang, Ngelin. Bernapaslah perlahan," bujuk Jean saat ia memberikan inhaler kepada Angel.

Angel akhirnya sedikit tenang, namun air mata tak berhenti mengalir di pipinya. Ia mencengkeram erat pakaian pria yang memeluknya, tak ingin melepaskannya barang sedetikpun.

"Katakan sesuatu, Jean...," ucapnya dengan suara serak.

Jantung Jean gemetar. Ia menangkup pipi gadis di depannya lalu menghapus air matanya dengan gerakan paling lembut, seolah-olah ia takut Angel pecah didetik berikutnya.

"Jangan menangis, sayang," ucapnya.

Angel tak bisa berhenti menangis dan Jean memeluknya erat. Ia menghirup aroma malaikatnya dengan rakus, seolah ingin mewujudkan sosok yang ia cintai dalam bayangannya. Dengan matanya, ia memberi isyarat pada seorang petugas medis untuk datang dan menyuntikkan obat bius.

Angel tidak menyadarinya. Ia hanya bereaksi saat Jean melepaskan pelukannya lalu menangkup pipinya. Saat Angel tidak siap, pria muda itu membungkuk ke depan, mengecup ringan bibir Angel yang pucat, lalu menggendong gadis itu dan meletakkannya di kursi roda dengan hati-hati.

"Je-jean?" mata Angel kembali berkaca-kaca.

Jean menatap Angel-nya untuk terakhir kali. Ia mencium kelopak mata Angel yang refleks tertutup, mengusap pipinya yang kembali dibasahi air mata dan tersenyum pada gadis yang akan tinggal jauh darinya di masa depan.

"Maaf, Ngelin," bisiknya.

Setelah itu, tidak ada lagi kehangatan dalam ekspresinya. Ia mengucapkan kata-kata terkejam untuk Angel dengan ekspresi paling dingin.

"Bawa pergi," perintahnya pada orang-orangnya.

Angel tak kuasa membantah. Sebelum kehilangan kesadaran, ia hanya ingat senyuman Jeannya yang lebih buruk dari tangisan.


.

.

.


Dear Angelin,

Malaikatku, bagaimana kabarmu? Kamu pasti sudah tiba di tempat tinggal yang kusiapkan khusus untukmu. Tentu saja iya, karena ini perintahku sendiri.

Maafkan aku, Sayang. Bersamaku saat ini terlalu berbahaya untukmu. Aku tidak ingin melihatmu terluka, apalagi berbaring di rumah sakit yang sangat kamu benci, jadi maafkan aku yang harus mendorongmu pergi seperti ini.

Kamu tahu? Aku tidak bisa membuat surat, jadi suratku pasti surat tersingkat sepanjang sejarah untuk kekasihnya.

Pegang janjiku, Sayang. Setelah semua aman, setelah semua kembali normal, aku akan menjemputmu kembali. Aku akan membawamu kembali dengan tanganku sendiri. Bahkan jika kamu bersembunyi, akan kupastikan membawamu kembali ke sisiku.

Aku mencintaimu, malaikatku. Maafkan aku yang mendorongmu pergi begitu kasar.

.

Angel menutup mulutnya, menahan Isak tangis setelah membaca surat Jean. Jadi Jean melakukan ini untuk keselamatannya? Angel akhirnya mengerti dan ia merasa bersalah. Jean pasti repot karena keberadaan dirinya.

"Nona, jangan menangis. Tuan akan sedih jika dia tahu," hibur pelayan sambil menyodorkan sapu tangan.

Angel mengangguk singkat lalu mengusap air mata dengan sapu tangan. Ia melipat surat dari Jean lalu menyimpannya dengan hati-hati.

"Wendy, apa Jean benar-benar akan menjemputku lagi?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Pasti. Karena di hati Tuan, hanya ada Nona sendiri di dalamnya."

"Kalau begitu sampaikan pesanku. Aku memaafkannya, dan aku minta maaf karena menambah pekerjaannya. Sebagaimana dia mencintaiku, aku juga akan tetap mencintainya," ucap Angel saat senyuman muncul di bibirnya.

.

Jean, aku memaafkanmu. Jadi tepati janjimu dan jemput aku segera.






—THE END—

Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang