CHAPTER ONE

21 2 1
                                    

Pergi ke kampus seharusnya bukan jadi sesuatu yang aneh terlebih bagi seorang mahasiswa. Namun menjabat sebagai mahasiswa online selama satu tahun dengan predikat lulusan Corona, tentu saja dateng ke kampus adalah momen langka.

Gemintang Utara, mahasiswi pendidikan bimbingan konseling semester dua tersebut, untuk pertama kalinya menginjakan kaki di area kampus yang katanya nomor satu se-Bandung Raya. Bukan tanpa alasan, dia datang untuk menagih hak PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan) yang seharusnya sudah dia dapatkan semenjak semester pertama.

Katanya sih, ini hasil aksi online para maba (mahasiswa baru) di media-media massa, yang berlanjut mediasi dengan pihak kampus atau panitia PBAK sendiri. Ya gimana enggak, informasi mengenai skema pembayaran UKT (Uang Kuliah Tunggal) semester depan, tidak pernah absen di perbincangkan. Sedangkan, hak mahasiswa terkait fasilitas PBAK, belum ada hilal dibagikan. Mahasiswa mana yang semester dua belum punya jas almamater? Cuman kampus mereka doang!!

Dengan segelas Thai tea di tangannya, dia asik memperhatikan kedua temannya yang sibuk foto-foto di depan gedung rektorat. Tersenyum sambil menggeleng kepala sebentar, kenapa otak kecilnya lebih asik memikirkan pertanyaan 'siapa yang memiliki ide desain kampus seunik ini?' daripada memikirkan 'berpoto di tempat iconic mana untuk menambah feed instagram?'

Hingga sebuah tepukan membuyarkan lamunannya. " Senyum-senyum sendiri lo"

Tak mau ambil pusing, Gemi malah kian melebarkan senyumnya, sengaja dibuat seimut mungkin, yang sontak membuat perempuan bernama Agni tersebut berlagak mau muntah.

Sedangkan dua orang yang tadi sedang asik berpoto ria yang diketahui bernama Cinde dan Gina, entah bagaimana kini telah mendekat kearah mereka.

Agni memandang Cinde dari atas sampai bawah, dia terkekeh sebentar. Paham akan tatapan tersebut sontak membuat gadis yang berpipi chubby tersebut menyilangkan kedua tangannya di dada, "Apa?? Gak boleh body shaming Agni ya"

"Dih perasaan gue gak bilang apa-apa?"

"Ya terus, matanya ngapain jahat gitu heh?"

"Bener tuh, kalo diterjemahin ya, De, si Agni ini bilang gini 'lo kaya orang-orangan sawah'," Gina menyahut ikut menabur garam.

Cinde yang tak terima langsung saja, menggeplak lengan kedua temannya itu.

Gina bersuara kembali,"Lagian itu almet apa tunik, gede amat"

"Batu sih, dibilangin pilih ukuran S," kali ini Agni yang jawab.

"Ish kalian kenapa sih, bagus tau ini tuh, Oversize namanya, ya kan Gem?" Dia melirik Gemi untuk mendapat pembelaan, karena pada dasarnya Gemi ini cinta damai, dia cuman meringis pelan sambil mengiyakan saja.

" Gila Lo pada, almet Oversize, dipikir hoodie kali ah," decak Gina.

Tak peduli dengan ocehan ketiga temannya, lagi-lagi pikiran Gemi teralihkan. Kali ini objek yang menarik perhatiannya adalah, seorang pria yang sedang duduk di pelataran masjid, dia sibuk mencari sesuatu di dalam ransel hitamnya, hingga beberapa detik kemudian, sebungkus whiskas berhasil dia buka, dia bersuara yang kalo boleh Gemi tebak pasti menirukan suara kucing, lalu beberapa kucing liar yang ada disekitaran sana pun mulai mendekat.

Senyum Gemi kian merekah, apalagi melihat beberapa helai rambut sang pria tersebut menjuntai kebawah, karena posisi menunduk. Kulitnya yang putih seakan bertambah mencolok meskipun cuaca semakin terik.

" Hmm pantesan diem-diem mulu, asik liatin Mas crush nih si Gegem"

"Hah apa?" Gemi gelagatan, dia menatap Gina degan tajam, wajahnya memerah karena malu.

GEMINTANG UTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang