Seorang gadis berjalan dari koridor sekolah menuju gudang sekolah itu. Sekolah tersebut sudah sepi karena siswa-siswi lain sudah pulang. Hanya tersisa beberapa dari staf sekolah. Dan gadis itu membuka pintu gudang dengan pelan, mengintip sedikit sebelum membuka nya dengan lebar.
"Lama sekali." Suara seroang laki-laki terdengar. Gadis itu menatap ke sudut tempat suara itu berasal. Gadis itu menyipitkan matanya lalu menyalakan lampu. Akhirnya, sosok laki-laki tersebut terlihat. "Kenapa terlambat, Nisa?"
Gadis itu, Nadifah Khoirunisa atau biasa di sapa Nisa, menatap remaja laki-laki di depannya. "Kau yang terlalu cepat, Satya."
Remaja laki-laki itu, Aryasatya Radhitya atau yang biasa di sapa Satya, menyeringai. "Oh ya? Oke. Kalau begitu, langsung saja kita berangkat. Agen Akira tidak suka kita terlambat." Satya berjalan menuju sebuah kardus dan saat dia hendak menggesernya, tangan Nisa mencegahnya.
"Jangan. Agen Akira sibuk dengan Agen Morgan. Mereka ke klinik."
"Eh? Untuk apa?" Tanya Satya bingung. Nisa mengangkat bahunya. "Hm, ya sudahlah. Aku akan membeli batagor dulu," kata Satya sambil berjalan keluar gudang.
"Satya."
"Apa?"
"Titip satu, pakai uang mu dulu ya."
"Oke." Satya menghela napas dan berjalan keluar.
Tiba-tiba, ponsel milik Nisa berdering. Nisa pun mengangkat telepon itu. "Halo, Agen Akira?"
"Berkumpul di rumah ku. Sekarang."
"Siap!"
...
"Maksudnya?" Rebekah Aurelian bertanya dengan penasaran pada seniornya, Enzo Narendra.
"Yah, intinya kalian berdua akan turun ke pertempuran nanti."
"Bukan hanya kami, 'kan?" Tanya rekan satu timnya, Abicandra Evando atau Candra.
Enzo mengangguk. "Para junior lainnya juga akan hadir di sana." Enzo menatap mereka berdua dengan simpati. "Kalian tahu, membiarkan kalian pergi ke sana rasanya seperti aku baru saja akan membiarkan kalian memasuki kandang singa dan mengantarkan kalian ke maut kalian berdua."
"Tidak mungkin — kenapa tidak mengirim agen yang lebih profesional saja?" Rebekah bertanya.
"Bekah, banyak agen yang sudah di kirim ke Pontianak, tapi mereka semua kalah." Agen itu menghela napas. "Agen senior seperti itu saja kalah, apalagi kalian. Maka dari itu aku menentang ini, tapi... ini keputusan final dari para pemimpin inti."
Rebekah dan Abicandra saling bertatapan. Tidak yakin dengan keputusan senior mereka.
"Kalian bisa mundur, aku tidak ingin kalian ikut dalam pertempuran ini. Nyawa adalah taruhan di sini." Agen Enzo berkata, khawatir.
"Jika itu keputusan pemimpin inti, maka kami siap mengikuti. Lagi pula, junior lain pasti butuh bimbingan kita para Hawk, kan?" Abicandra berkata. "Dan, sebuah keputusan gila untuk mengirim kami ke Pontianak tanpa pengawasan, jadi kau pasti ikut dengan kami, apakah aku benar?"
"Tepat sekali, Agen muda." Enzo tersenyum. "Bagaimana denganmu?" Dia menatap Rebekah.
"Aku siap," jawabnya.
...
Agen Arsya berjalan menuju anggota Phoenix. Begitu pintu lab terbuka, dia bisa melihat junior-juniornya yang sedang memperbaiki senjata dan barang-barang milik agen-agen lain yang kalah dalam pergi pertempuran.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Force
FanfictionSebuah organisasi rahasia yang memiliki misi untuk melindungi dunia dari segala ancaman, The Force. The Force terbagi menjadi empat kelompok yang memiliki keunikan masing-masing. Sampai suatu hari ada serangan dari seseorang yang sangat kuat. Musuh...