Jeongguk
Dari segala saran dan beberapa emosi yang diluapkan padanya, Jeongguk sampai pada kesimpulan bahwa ia benar-benar tidak bisa terus-terusan berada di balik kedoknya sebagai seorang supervisor animator biasa. Yang hidup dengan bangun tidur-mandi-kerja-pulang-dan tidur lagi. Rangkaian kejadian seperti ia jadi rebutan, beberapa nasehat Taehyung atau Rose yang tiba-tiba menangis bukan cuma jadi bumbu kehidupan. Mereka adalah hidangan utama. Basuki ada dunia bukan tanpa alasan. Jeongguk sendiri harus menebak-nebak. Kiranya, mana yang kebetulan. Basuki yang tidak sengaja menurunkan titisannya pada Jeongguk atau justru Jeongguk yang tidak sengaja lahir di tubuh yang sudah Basuki pilih. Ini memusingkan.
Ia sampai di tekad dimana harus menekankan identitas aslinya pada orang yang ia rasa paling dekat, paling bisa ia percaya kalau tidak bakal ikut-ikutan berebut Basuki. Diam saja atau lebih-lebih bisa membantunya di masa paceklik.
"Swastiastu, Jimin," panggilnya dari balik pintu kos. Tahu betul kalau Jimin bakal dapat shift pagi dan pastinya sudah pulang di pukul tiga sore ini. Sudah ia hitung jauh-jauh hari supaya jadwal keduanya bertemu tidak saling bertabrakan.
"Jeongguk?" Suara anak itu teredam pintu. Tidak pula Jeongguk dengar ia menyentuh kenop. Justru timbul suara benda jatuh dan beberapa kresek yang berisik. Langkah kakinya juga seperti orang yang berlari sampai ke pintu. Barulah sosok mungil itu bisa terlihat dalam balutan kaos kebesaran dan celana kain pendek santai. Sudah lama Jeongguk mengira kalau Jimin cocok sekali dengan warna merona. Peach halus atau merah muda yang hampir beramuflase menjadi putih. "Aku kira, kamu kemarinya besok," katanya.
"Mau mampir saja, sebenarnya." Manik Jeongguk berpendar. Ia sudah tidak peduli kalau kelereng kecoklatan itu berubah warna jadi keemasan, nanti. Biar saja. Semakin mencolok, semakin membuat Jimin penasaran dan ia bisa membuka kedoknya tanpa berperang dengan dirinya sendiri lagi.
Jimin tidak bersuara. Memilih bungkam dan memperhatikan kemana saja Jeongguk hendak berhenti dan memulai percakapan apa saja dengannya. Dari dalam kamar, sudah terlihat kalau anak ini disibukkan sesuatu.
"Aku ada mau bilang sesuatu."
"Masuk, Jeongguk. Kamu kayak tamu saja." Kalimat itu tidak mengandung dua makna. Cukup seperti orang yang sudah merasa dekat satu sama lain dan melihat salah satunya bertingkah aneh. "Aku juga mau bilang sesuatu sama kamu. Masih tunggu waktu yang pas tapi ternyata kamu duluan." Kekehan ringan mengiringi langkah Jimin masuk kediaman kos yang menurut Jeongguk, jauh lebih berantakan dari sebelumnya. Dari beberapa bercak kecoklatan yang ia duga adalah tanah, sekop, sarung tangan, dan bungkus plastik sisa. Entah apa yang baru dilakukan laki-laki mungil ini.
Jeongguk berhenti di tepian kasur. Ia genggam kedua pergelangan yang begitu pas bertaut dengan jemarinya sendiri. Memandanginya dengan seksama dan kembali menimbang-nimbang. Apakah ini benar-benar keputusan paling tepat di antara keputusan tepat? Akankah rahasia besar ini bakal menyebar dan membuatnya makin banyak lagi diincar oleh orang yang bahkan tidak cuma di Bali. Jika ia percaya pada keteguhan hatinya sendiri, maka Jeongguk tahu kemana takdir bakal membawanya. Pemuda mungil yang tengah memandanginya kebingungan ini bukan sebuah karung berlubang yang bisa membeberkan banyak hal ke orang lain yang bisa membahayakan. Ia punya masalah pribadi yang harus diselesaikan. Masa bodo, lah. Mau bakal jadi seperti apa, Jeongguk harus terima keputusannya ini sendiri dan menanggung apapun yang bakal terjadi di masa depan. "Mungkin ini bakal konyol kalau dijelaskan," bisiknya.
Tubuh Jimin duduk di sampingnya. Ia lagi-lagi tidak bersuara.
"Kenapa kamu diam saja?"
"Karena aku tahu kalau kamu mau bilang hal yang penting. Jadi aku sebisa mungkin, tidak menyela." Genggaman tangannya mengerat pada jemari Jeongguk. Menghantarkan kehangatan yang Jeongguk butuhkan. Anak ini benar-benar tenang. Ia justru seakan melempar serangan panik yang dimilikinya pada pemuda yang lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dewananda
Fanfiction[ ON REVISION WITH ADDITION SCENE ] : KookMin Indonesian's Mythology: Legenda Naga Basuki Ia tidak pernah menanti sebuah ampunan yang datang dari Sang Hyang Widhi. Biarlah nanti ia menerangi jalannya sendiri. Tapi mengapa sosok itu datang dan membua...