Part 9 Eleanore's Side

6 1 0
                                    

Bayi mungil, cantik dan kulitnya seputih salju itu tampak terdiam seharian seakan memahami keluarganya sedang dalam keadaan berduka. Keluarga Ulmer mengalami tragedi yang menyedihkan ketika sang nyonya meninggal.

Jaquavius sang suami terus berada di samping peti jenazah Erendira yang tersenyum dan berpakaian putih meski sudah meninggal kecantikannya tetap tak luntur. Erendira Melisenda adalah wanita lemah lembut, tutur katanya halus dan seorang anak dari keluarga bangsawan.

Pernikahan Jaquavius dengan Erendira  dua puluh satu tahun lalu meninggalkan kenangan indah bagi pria tersebut. Ius yang keras kepala dan mudah meluapkan emosi mampu diredakan dengan sikap tenang sang istri.

Namun kini semua perasaan Ius tak dapat ia kendalikan, Ius sempat marah pada takdir karena memisahkan dirinya dengan sang istri. Ia tak habis pikir pada Tuhan sudah mengambil Erendira, ia ingin mengumpat tetapi dirinya sadar jika semua sudah menjadi bagian rencana-Nya.

"Tuan, nona kecil dan tuan Naval masih di luar. Apa kita tidak membiarkannya masuk?"

Seorang pelayan muda bertanya sembari menunduk, ia dan kawan satunya merasa takut dengan Ius yang sudah dua hari berdiam diri di kamarnya. Tak ada jawaban membuat pelayan berwajah bulat menyenggol lengan sang kawan meminta bantuan.

"Ayah, kasihan Naval dan Eleanore. Terima bayi itu, Yah. Bukankah ia juga---?" Smith anak kedua dari Ius dan Erendira itu mencoba membantu meski bantingan pintu yang harus ia terima.

"Jika bukan karena anak itu, ibu kalian tak akan meninggal. Penyebab dari wanita yang kucinta tiada dari sisiku adalah dia!"

"Ayah, Eleanore adalah keluarga kita juga. Kenapa ayah menyalahkannya hanya karena ibu tiada?"

Suara Naval bergema di lorong sembari membawa seorang bayi di gendongannya. Eleanore tetap terdiam dan tak ada tangisan, bayi cantik itu tenang dalam dekapan Naval.

"Dia bukan anggota keluarga Ulmer setelah menyebabkan ibu kalian meninggal!" Ditatapnya bayi mungil itu dengan perasaan benci.

"Lalu mau apakan bayi ini, Yah? Mau ayah telantarkan!" Naval marah kemudian menyerahkan bayi kecil itu ke tangan pelayan agar dibawa pergi.

"Apa kata orang jika ayah menelantarkan seorang bayi hanya karena ia penyebab kematian ibunya?" Smith yang masih remaja ikut memarahi sang ayah. Ia tahu itu tak diperbolehkan, tetapi sang ayah keterlaluan saat ini.

"Apa paman tak akan memarahi ayah karena perbuatan ayah ini?"

Ius menatap dalam diamnya, ia merenungi perkataan sang anak. Jika saudaranya tahu jika ia membuang seorang bayi hanya karena benci, ia tak akan diampuni oleh siapapun. Mau tak mau ia harus menerima.

"Terserah kalian! Yang penting bayi itu jangan ada di penglihatanku!"

Jaquavius tak pernah senang dengan kehadiran bayi mungil nan cantik itu hadir dalam hidupnya, ia menyalahkan bayi perempuan itu karena harus lahir dan menyebabkan kematian sang istri. Anda saya Erendira mau menuruti permintaannya kala itu, mungkin saja sang istri masih di sini menemaninya menikmati senja.

"Apa ia adikku, Kak Naval?"

Gadis kecil bergaun pendek selutut menghampiri Naval dan Smith. Kedua saudara kandungnya yang memiliki jarak cukup jauh, Erendira sangat menginginkan hadirnya anak perempuan dan ia melahirkan Esperanza Bernadatte Odette di usia yang tak muda.

Di saat anak ketiganya berusia sembilan tahun, Erendira menginginkan anak perempuan lagi. Namun wanita itu dilarang melahirkan lagi, kanker yang menggerogoti tubuhnya tak memungkinkan ia memiliki anak.

"Iya. Apa kau senang memiliki adik, Esp?" Naval menunjukkan Eleanore, ia berharap adik perempuannya mau menerima kehadiran sang adik baru.

"Tentu saja. Aku akan menyayanginya sebagaimana ibu mengatakan padaku untuk menjaganya dengan baik," ucap Esperanza lalu ia mencium kening sang adik.

Naval maupun Smith dapat bernapas lega. Setidaknya di sini hanya sang ayah yang belum mau membuka hatinya untuk kehadiran bayi cantik yang tak berdosa ini.

****

"Ini apa, Eleanore?"

Gadis kecil berparas cantik yang masih mengenakan seragam sekolah hanya dapat menundukkan kepala ketika gurunya memberikan laporan hasil ujian di mana nilai bahasa asingnya tidak mendapat nilai sempurna.

"Maafkan aku, Ayah. Lain kali aku akan mendapat nilai sempurna," ucapnya penuh sesal.

"Pelajaran ini saja kau tak becus, bagaimana dengan hal lainnya nanti? Mulai sekarang tidak ada waktu istirahat untukmu!"

Jaquavius melempar kertas tersebut, ia memang keras kepada Eleanore dan membentuk gadis kecil itu menjadi sempurna di matanya tanpa adanya kekurangan apapun. Bagi Ius semua anak-anaknya harus pandai dalam bidang apapun.

"Apa lagi ini, Yah?"

Eleanore beringsut menghampiri sang kakak meminta perlindungan. Hanya Naval yang dapat menenangkan ayahnya yang terus memarahinya sejak tadi waktu berada di sekolah. Meski sudah belajar sekeras apapun Eleanore tak dapat menguasai tulisan bahasa dari negeri Panda itu.

"Pergilah ke kamar, Dik. Nanti aku akan mengajakmu jalan-jalan ya," pinta Naval dengan lembut dan mencium kening Eleanore. Gadis itu pun mengangguk senang dan belari menuju kamarnya.

Karena tak mendapat jawaban dari sang ayah yang sedang membaca laporan di meja kerjanya, Naval mendekati Ius dan duduk di depannya. Ia mengambil hasil nilai ujian sekolah Eleanore sebelumnya yang tergeletak di lantai lalu dibacanya. Semua nilai menunjukkan hasil yang memuaskan menurutnya.

"Apa karena nilai Bahasa Jepangnya yang mendapat tujuh lalu ayah memarahinya? Alasan yang aneh menurutku, Yah."

Ius sang ayah tetap tak memberikan suaranya, Naval tahu dan memahami jika ayahnya menginginkan semua anak-anaknya pandai dalam hal pendidikan. Namun ia terkadang tak bisa menerima hal tersebut, sang ayah terlalu memberikan sesuatu berlebihan pada Eleanore.

"Elea masih usia delapan tahun, Yah. Wajar jika ia belum bisa memahami pelajaran yang ini. Jangan terlalu keras padanya," kata Naval yang merasa kasihan pada sang adik.

"Apa karena ia masih kecil lalu ayah harus berlaku lembut?" Ius menatap Naval dari balik kacamata bacanya, Ius tak senang jika ada yang turut campur dalam hal pendidikan meskipun anaknya sendiri.
"Ia harus menjadi wanita yang sama seperti ibumu!" Ius berkata dengan tegas dan bernada tinggi.

"Jangan samakan Elea dengan ibu, Yah. Mereka memiliki karakter yang berbeda," ucap Naval tak terima jika sang ayah membentuk Eleanore sama dengan karakter yang dimiliki sang ibu.

"Itu demi kebaikannya," sahut Ius lagi.

"Kebaikan untuk apa? Demi apa, Yah?" Naval bertanya ulang tanpa emosi.

Sejak memasuki sekolah, Eleanore sudah dididik dengan keras oleh sang ayah. Gadis kecil itu harus belajar menari, les musik, belajar bahasa ataupun berkuda dan bela diri. Tak ada waktu baginya untuk beristirahat kecuali hari Minggu.

"Demi dirinya kelak. Agar ia tahu siapa dirinya, ia anak terpandang dan ayah tak mau ada pemberitaan buruk mengenai keluarga kita."

"Jadi ayah sudah mau membawa Eleanore ke acara atau kunjungan lainnya? Apa karena Esperanza tidak bisa melakukan apa yang ayah inginkan, bukan?"

Kini Naval tahu jawabannya. Kenapa beberapa bulan ini sang ayah menunjukkan antusias dalam pembicaraan si bungsu ternyata Ius tak dapat memperkenalkan putri ketiganya yang biasa dibawa ke acara-acara penting. Namun Esperanza sudah beranjak remaja, ia akan ke sekolah ke tempat yang jauh.

=Bersambung=

Prime Minitre's Daughter ( Anak Gadis Perdana Menteri) (#DarkSeries 3 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang