Part 22 There Is Something Wrong

5 1 0
                                    

Ken menghabiskan waktu seminggu ini dengan mengajak Eleanore jalan-jalan ke Amerika. Ia tak menyangka sama sekali jika gadis itu tak pernah menginjakkan kakinya di negara tersebut. Terkesan aneh dan kolot bagi Ken karena Eleanore anak yang serba diatur kehidupannya.

Senyuman kebahagian terpancar dari wajah cantik Eleanore ketika ia mengajaknya ke sebuah taman hiburan di pinggir kota Amerika, Eleanore tampak berbinar melihat berbagai pertunjukkan para warga dan ikut menari bersama.

"Kau pernah naik wahana ini?" Ken terlihat bingung saat ia mengajak Eleanore menaiki bianglala yang ada di taman hiburan.

"Kalau melihat dari kejauhan aku pernah, tapi kalau menaikinya aku belum pernah sama sekali," ujar Eleanore yang malu karena meminta Ken untuk naik bersama-sama.

"Apa ketiga kakakmu tak pernah membawamu ke pesta rakyat di kota kita?"

Sekali lagi Ken dibuat bingung oleh Eleanore dan kasihan pada hidup gadis tersebut. Ia merasa tuan Ulmer terlalu keras pada putru bungsunya yang harus terikat pada aturan dan dikekang seperti tahanan. Ia bersyukur sang ayah memberinya kebebasan tanpa adanya aturan istana.

"Tidak pernah. Ayah selalu melarang mereka membawaku keluar kecuali acara pesta kerajaan, perayaan atau kunjungan. Itu saja yang ayah perbolehkan," sahut Eleanore mencoba tersenyum. Sebuah senyum penuh kepedihan.

"Kisahmu sama seperti di dongeng saja," kekeh Ken mengingat kisah dongeng yang pernah diceritakan sang adik di masa kecil.

"Ya seperti itulah kehidupanku selama ini."

"Apa kau selalu bertengkar dengan ayahmu?" Setelah beberapa minggu ingin mengetahui penyebab kaburnya gadis itu, Ken memberanikan diri untuk bertanya.

"Aku tak pernah bertengkar dengan ayah. Kau tahu sendiri ayahku itu orang yang kaku dan tak banyak bicara. Hanya ketiga kakakku saja yang berani melakukannya."

Mereka saling terdiam menyaksikan kembang api yang dimainkan anak-anak muda. Senyum bahagia tak lepas dari bibir Eleanore, Ken benar-benar dibuat terpesona pada gadis lugu nan polos itu. Eleanore tak sadar jika ia terus ditatap oleh Ken, El menikmati hiburan di sini.

"Awas ...!"

Ken langsung mendekap tubuh Eleanore saat polisi patroli mengejar seseorang yang mabuk dan menganggu. Eleanore yang terkejut karena ia tersenggol langsung memegang erat jas Ken dan membenamkan wajahnya ke bahu Ken.

"Tuan tidak apa-apa?" Salah satu pengawal Ken mendekat dan menanyai keadaan sang tuan.

"Aku tidak apa-apa. Tolong ambil mobil dan segera jemput kami di sini."

Ken mendekat dan menanyai keadaan sang tuan.

"Aku tidak apa-apa. Tolong ambil mobil dan segera jemput kami di sini."

Ken memerintahkannya untuk memanggil Nthanael. Ia merasakan getaran di tubuh Eleanore, tetapi gadis itu tak terdengar menangis.

"Kau tak apa-apa, El?" tanya Ken pada Eleanore yang terus memeluknya sangat erat.

"Jangan lepaskan, Ken. Aku takut." Suara Eleanore bergetar dan menahan tangis.

"Aku tak akan melepas. Aku akan tetap di sini."

Ken menyunggingkan senyum. Ia tahu Eleanore tak pernah seperti ini sebelumnya dan di manapun gadis itu pergi selalu ada pengawal yang siap menjaga dan melindungi dari apapun. Eleanore tak pernah melihat adegan pengejaran polisi dengan para pemabuk, Ken memaklumi hal tersebut.

"Itulah kenapa aku menyukaimu. Kau berbeda dengan yang lainnya," gumam Ken merasa senang dapat memeluk Eleanore.

*****

Seharusnya Ken dapat menghabiskan waktunya bersama Eleanore beberapa hari ke depan, tetapi ada masalah penting yang diselesaikan di sana. Ia merasa bersalah pada gadis tersebut dan berjanji akan membawanya ke tempat liburan yang menyenangkan lainnya.

"Ada apa kau memanggilku untuk cepat pulang, Nthanael? Bukankah kau bisa mengatakannya di sana?" Ia kesal pada Nthanael yang mengajaknya pulang hanya untuk memberitahu hal penting padahal sahabatnya itu bisa memberitahunya langsung.

"Apa kau ingin nona Eleanore melihatmu marah-marah dan membanting barang saat aku mengatakan sesuatu padamu?"

Ken mengernyitkan dahi. Ia merasa perkataan Nthanael menjurus pada sesuatu yang bukan pada pekerjaan melainkan hal yang membuatnya kesal jika mendengarnya.

"Apa ini menyangkut wanita itu?" tanya Ken yang mulai paham kenapa sang sahabat menyuruhnya pulang saja.

"Iya benar. Nyonya Celeste--- maksudku wanita itu sedang dirawat di rumah sakit saat ini," ralat Nthanael membetulkan kalimatnya.

"Jangan pernah menyebut nama wanita dengan nyonya. Ia tak pantas menyandangnya," ucap Ken ketus sembari menerima laporan kesehatan dari Alex yang memang mengawasi perkembangan Celeste selama di dalam penjara.

"Memangnya ada apa dengannya?" tanya Ken kembali ingin tahu.

"Ia menderita sakit parah. Ada kanker di dalam tubuhnya dan hidupnya tak akan lama lagi, Ken," kata Nthanael merasa tak tega jika Ken menyiksa wanita itu yang kini dalam keadaan sakit.

"Kau merasa kasihan padanya?" Ken mendecih memerhatikan raut wajah Nthanael yang berubah.

"Aku bukan dirimu, Ken. Tentu saja aku masih punya hati yang kasihan melihat wanita itu dan hidupnya tak akan lama lagi.""Seharusnya wanita itu bersyukur, Nthan. Karena aku masih membiarkannya hidup sampai sekarang. Lagipula sudah sepantasnya ia sakit, bukan? Itu adalah hukumannya karena sudah membunuh kakakku."

Nthanael menghela napas pelan, ia tak tahu harus berkata apa lagi. Dendam dan sakit hati sudah membutakan hati nurani Ken. Di satu sisi ia merasa kasihan pada Celeste yang sudah mendekam di dalam penjara dua puluh tahun hanya karena sebuah satu kesalahan sedangkan di sisi lain hati nuraninya ingin mengatakan yang jujur pada Ken, tetapi sayang rasa kebencian sudah menguasai pikiran Ken.

"Lalu di mana wanita itu sekarang? Apa di rumah sakit penjara?" tanya Ken pada Nthanael yang bungkam dan hanya menatap Ken penuh makna.

"Ada apa? Cepat katakan, Nthan? Aku tak mau ada sesuatu yang kau sembunyikan." Ken yakin sekali ada hal yang disembunyikan sahabatnya sejak tadi waktu berada di pesawat.

"Maaf Ken. Kami tak menemukan keberadaannya hingga dua pekan," jawab Nthanael pelan-pelan.

"Dua pekan? Jadi kau menyembunyikan ini dariku selama itu, Nthanael!" Ken mengebrak meja. Semarah apapun Ken, ia tak bisa menghajar atau memukul sahabatnya sendiri karena pria itu yang tahu segala tentang dirinya.

"Kenapa tuan Pat tak menghubungiku?" Pantas saja tuan Pat kepala pusat penjara tak menghubunginya selama beberapa hari ini, biasanya selalu melapor apa saja yang berhubungan dengan Celeste.

"Ayahmu yang menyuruh tuan Pat agar tak memberitahumu dulu, Ken. Karena ayahmu tak ingin menganggu kebahagianmu dengan nona Eleanore."

"Apa ayahku yang memindahkannya?" Ken melihat gelengan kepala Nthanael dan artinya ada orang lain melarikan Celeste darinya.

"Waktu ambulan penjara membawanya ke rumah sakit. Tiba-tiba ada dua mobil hitam yang tak dikenali lalu langsung membawa Celeste pergi entah ke mana. Aku rasa orang-orang yang berada di ambulan itu bekerjasama dengan seseorang," kata Nthanael memberitahu mengenai penyelidikannya.

"Lalu bagaimana dengan cctv dari ambulan itu?"

"Mereka menghancurkannya bersamaan dengan petugas ambulan yang bunuh diri seketika."

Ken terkejut. Siapa lawan yang telah begitu berani memindahkan tahanan hukuman mati ke tempat lain? Tak mungkin sang ayah atau pamannya. Pasti ada orang lain yang berada di belakangnya selama ini.

"Aku tak mau tahu. Cepat cari wanita itu. Berapapun yang diminta lakukan saja asal mereka bisa menemukannya."

Ken tak peduli dengan uang yang dihabiskan asal para mata-mata panggilannya berhasil mencari seseorang yang harus ditemukan sesegara mungkin.

=Bersambung=

Prime Minitre's Daughter ( Anak Gadis Perdana Menteri) (#DarkSeries 3 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang