Bangun

223 21 12
                                    

Satu dari Miliaran Cerita (c) faihyuu

Naruto (c) Kishimoto Masashi

Rated M

Warning(s): AU, Miss Typo(s), OOC (sebisa mungkin untuk dibuat IC), dsb.

Untuk #NHTD13/2022—NaruHina Tragedy Day 13, NaruHina Annual Event 2022

• I love you in every universe, In Another Life •

Penulis tidak mendapat keuntungan materiil apa pun dari cerita ini selain kepuasan batin.

Empat: Bangun

•••

Februari 1946

Tersebutlah Uzumaki Hinata. Seorang istri, seorang wanita. Tengah mengandung kedua buah hatinya. Dengan segala bahagia fana nan diharapkan sang wanita untuk bertahan selamanya—memandang pemandangan ke luar jendela. Senyum tak luntur melekat pada tubirnya. Sesekali pula mengelus perut yang makin membesar saja hampir tiap harinya.

Hinata yang makin lamban dan menggemuk pula, berat badannya naik drastis—tetapi, sang suami selalu mengatakan bahwa ia cantik dan tetap cinta. Malah, Naruto membantu memberatkan timbangannya saja—membelikan makanan dan segala. Untuk si kembar juga, begitu katanya.

Hamparan luas hijau bercampur putih di seberang sana—musim dingin yang hampir usai dengan cepat tahun ini, berganti dengan semi. Kuncup-kuncup bunga sakura yang bahkan telah Hinata lihat sebelumnya di jalan sesekali.

Pun ketika menoleh ke arah lain, Hinata menemukan Naruto yang tertidur pulas di kursi sampingnya. Tampak nyaman, tak peduli wajahnya sedikit tertimpa cahaya hampir senja dari jendela. Lagi-lagi berhasil membuat tersenyum si wanita nila.

Biarlah, semalam Naruto hampir tak terlelap karena saking antusiasnya. Semalam, setelah selesai mengemas seluruh keperluan—pria itu malah bermonolog menjelaskan segala yang terjadi di antara mereka berdua. Katanya, simulasi untuk menghadapi Neji dan kalau bisa—ayah sang wanita. Naruto bahkan menanyakan makanan kesukaan kakak laki-lakinya itu—yang ketika dijawab oleh Hinata, membuat lengkungan bibir ke bawah dari sang pria.

Jelas, Naruto agaknya kecewa.

Neji yang selalu diingat Hinata sangat menyukai keluarga ikan. Dan sekarang ini, jelas bukan musimnya. Sang wanita yang memberikan semangat—bahwa tanpa mengiming-imingi apa pun, Neji merupakan orang nan paling waras di keluarganya.

Naruto pula, pada pagi hari sebelum berangkat ke stasiun—membeli banyak oleh-oleh khas Tokyo. Hinata yang memaklumi betapa lelahnya sang suami.

Wanita bermahkota nila itu kembali membaca buku, berisikan nama-nama bayi. Dibeli sang suami pula tadi pagi. Naruto bilang, untuk sekadar mencari referensi. Bagaimanapun, kandungan Hinata akan memasuki bulan ketujuh bulan Maret nanti.

Hinata tersenyum, membayangkan masa depan cerah bersama suami dan anak-anaknya.

[ Memang, tenang sebelum badai—jauh lebih mengerikan. ]


•••

"Sejujurnya, saya jarang membaca novel selama ini," Sesosok pemuda berambut pirang dengan kulit yang tak kalah pucat terduduk di sebuah studio lukis nan jauh dari kata rapi. Senyum tipis sang pemuda kemudian menghampiri. "Ah, sebelumnya—maafkan saya, studio saya berantakan."

"Tidak apa-apa, Tuan Yamanaka," Sesosok gadis cantik bermahkota bak langit malam tersenyum. "Justru, saya yang merasa telah merepotkan. Maafkan saya."

"Oh, tidak-tidak, Nona." Pemuda Yamanaka itu berdeham, meletakkan beberapa lembar kertas berisi tulisan ke atas sebuah meja berkaki rendah yang memisahkan keduanya. "Saya yang sangat tersanjung, seorang novelis ternama datang kepada saya—menginginkan ilustrasi dari saya."

Satu dari Miliaran CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang