{nct alternative universe ; 23 days with our prince}
Aileen sulit mengerti dengan hal yang menimpanya sewaktu koma. Ia yang tengah terbaring lemah tak berdaya di ranjang rumah sakit, tiba-tiba saja terbangun dalam keadaan setengah sadar sudah berada...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tidak terasa operasi sudah selesai dilakukan. Dua jam telah berlalu, Ibu serta kakak tertua Aileen pun sudah datang ke rumah sakit dengan penuh dramatis. Ketujuh teman Aileen dengan mata bengkak sudah sedikit tenang, berdiri di pintu ruangan di mana Aileen terkapar masih tidak sadarkan diri.
Semuanya berlalu begitu saja. Tentunya sesuai dengan harapan mereka, operasi berjalan dengan lancar. Namun, Aileen ternyata didiagnosa menderita kanker otak yang sudah dideritanya sejak tujuh bulan yang lalu. Akibat kecelakaan ini, membuat penyakitnya itu makin ganas.
“Akibat benturan keras, dia mengalami gegar otak dan kankernya makin diperburuk oleh kecelakaan itu. Ini berkat pertolongan Tuhan serta doa dari kalian. Aileen masih bisa selamat, walau dia harus mengalami koma. Berdoa saja semoga Aileen bisa kembali sadar dalam waktu yang singkat.”
Ucapan dari dokter beberapa saat yang lalu itu langsung mengundang tangisan histeris dari Ibu Aileen. Teman-teman Aileen ikut terisak sambil mencoba menenangkannya.
Sekarang semuanya sudah tenang walau masih ada sedikit rasa sesak dalam hati. Apalagi melihat Aileen dengan segala alat yang tertancap di beberapa bagian tubuhnya.
Ibunya duduk di samping ranjang, terus menatap wajah Aileen tanpa berpaling sedikit pun. Dari tatapannya tersirat rasa penyesalan yang amat besar. Seperti kebanyakan orang tua ketika melihat sang anak terbaring lemah tidak berdaya, seakan setengah dari jiwa mereka hilang. Saat itu, para Ibu mulai merasa belum bisa sempurna menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak mereka.
Hara pun sama. Ia seakan tersadar, seberapa jauh jarak antara Ia dan Aileen. Anaknya itu tidak pernah menceritakan apa pun yang selama ini dia rasakan, Aileen sudah seperti itu sejak kecil. Entah karena tidak enak atau sudah terbiasa dengan longgarnya kedekatan antara dia dan sang Ibu. Yang pasti, Hara tahu jika Aileen sudah menyembunyikan banyak hal padanya.
Termasuk penyakit ganas yang sudah Aileen derita selama tujuh bulan terakhir ini.
Rasa penyesalan itu kian membesar diikuti dadanya yang semakin sesak. Hara mulai terisak. Ia memegang tangan Aileen dengan segala harapan dan permintaan maaf tulus yang tidak bisa lagi Ia uraikan dengan kata-kata. Hara hanya terlalu malu untuk mengakui perbuatannya selama ini.
“Ma, udah...” Anak laki-laki sulungnya mendekat, mengusap bahu sang Ibu untuk memberikan ketenangan.
Pemandangan itu kembali mengundang isakan tangis dari teman-teman Aileen. Shea sampai memilih keluar ruangan agar tangisannya tidak semakin meluap. Yang lain juga ikut keluar ruangan. Memberikan ruang pada Ibu dengan dua anak itu untuk saling meluapkan perasaan.
“Gue enggak bisa lihat orang tua kayak gitu. Dada gue sesak,” Shea memukul dadanya, meluapkan dengan penuh emosional seberapa sakitnya perasaan yang sedari tadi ia tahan.