Di sudut ruang perpustakaan itu Catra Prabu tengah mencari buku untuk bahan tugas nya. Catra adalah mahasiswa jurusan psikolog semester enam yang tengah sibuk dengan tugas-tugas nya yang menanti.
Terlihat kantung mata yang besar, sangat terlihat aura mahasiswa yang sedang sedang di pusingkan oleh berbagai tugas.
"Oy! Belum selesai juga?" Tanya seorang teman catra yang datang menghampiri lelaki itu. Catra menggeleng pelan, kemudian mendengus kesal.
"Capek banget Ya Allah, pingin nikah aja..." Rengek catra menatap ke atas.
Dion memukul kepala catra menggunakan buku tebal di tangan nya. "Gelo !!" (*gila)
"Nikah nikah! Di kira nikah gampang apa? Coba saya tanya, emang kamu udah punya apa buat nikah? Emang kamu udah yakin kalau bisa membahagiakan istri kamu kelak? Sudah mantap ekonomi kamu? Sholat saja masih tidak tepat waktu!" Omel dion menatap garang Catra.
"Iya iya pak haji.. Bercanda."
Dion berdecak tak suka. Lelaki ini adalah anak pemilik pondok pesantren di kawasan cimahi, terkenal sebagai cowok alim di angkatan nya.
Kedua lelaki berbeda jurusan itu pergi keluar dari ruang perpustakaan.
Mereka kini sedang duduk di meja kantin, kedua lelaki itu memesan dua porsi bakso urat. Catra yang notaben nya tidak suka pedas hanya menambahkan kecap di bakso nya.
Berbeda dengan dion yang memang terbiasa memakan makanan pedas, langsung memasukkan lima sendok cabai ke dalam kuah bakso nya."Saya duluan ya, saya ada mata kuliah filsafat manusia satu jam lagi."
Dion mengangguk pertanda meng-iyakan.
"Berbagai agama meyakini bahwa manusia adalah makhluk paling mulia. Namun, sejarah justru menunjukkan kisah-kisah sebaliknya yang patut membuat manusia itu sendiri skeptis atas status kemuliaan-nya itu. Kita tidak pernah menemui harimau afrika yang di bantai oleh harimau putih dari belahan bumi lain nya. Sementara sejarah manusia bercerita mengenai Apartheid dan Genosida yang di lakukan oleh manusia yang di katakan sebagai makhluk yang di ciptakan paling mulia."
Catra menyimak penjelasan dosen nya dengan malas, memilih mencoret asal di buku.
Pikiran nya sedang buntu, rasa nya catra tidak memiliki gairah untuk menikmati hidup.Pernahkah kalian mendengar, bahwa rata-rata anak jurusan psikolog sebenarnya adalah orang-orang yang memiliki masalah mengenai mental health. Mereka berupaya menyembuhkan rasa trauma dalam diri mereka, berharap bahwa diri mereka dapat menyembuhkan mental mereka yang terganggu.
***
Catra menaiki motor vespa kesayangan nya, sambil memakai helm berwarna kuning terang yang terlihat lucu untuk lelaki itu.Jalanan hari ini cukup padat, dengan di dominasi oleh kendaraan pribadi dan truk muatan.
Lelaki berparas tampan itu memasuki sebuah cafe, memesan sebuah americano ice double shoot. Mengeluarkan laptop dan mulai fokus mengerjakkan tugas yang mulai menumpuk di list nya agar segera di selesaikan.
Satu jam telah berlalu, perut nya mulai minta untuk di isi.
"Mbak..." Panggil lelaki itu ke arah gadis berhijab dengan apron barista yang di pakai nya.
Gadis itu menghampiri catra dengan senyum manis nya. "Ada yang bisa di bantu kak? Apakah ada tambahan lagi kak?"
"Tolong tambah beef blackpaper sama air mineral."
"Baik kak, untuk telur nya mau yang setengah matang atau matang?"
"Matang nya 3/4 ya kak."
"Baik kak, mohon di tunggu sebentar."
Dua jam telah berlalu, dan catra telah menyelesaikan tugas nya. Piring dan gelas di hadapan nya pun telah bersih.
Catra menatap bangunan cafe dengan kagum, walaupun dia bukan anak jurusan design tapi catra sangat menyukai bagunan-bangunan unik apalagi jika bangunan itu memiliki nilai kisah sejarah nya sendiri.
Bahkan lelaki itu memiliki satu keinginan aneh, jika dia sudah punya pasangan kelak. Dia ingin berkencan di museum atau galeri seni sambil membicarakan tentang sejarah atau seni. Ya, bahasa keren nya sih museum date gitu.
(*Gambar hanya ilustrasi)
Catra memilih berkeliling sambil melihat keseluruhan coffeeshop ini.
Lelaki itu cukup penasaran dengan rooftop cafe ini yang katanya sangat indah dan bisa melihat langsung pemandangan kota bandung.Saat hendak berjalan ke arah rooftop, dia melihat barista wanita yang di temui nya tadi sedang menangis dekat pohon.
Kemudian dia meraba kantong celana dan bajunya guna mencari sapu tangan atau tisu. Tapi tak menemukan nya, hanya ada satu permen merk kiss di saku nya. Mengulurkan tangan nya yang sedang membawa permen itu ke arah gadis berhijab itu. "Saya gak punya tisu apalagi sapu tangan, nih permen kiss saja. Kamu boleh bersedih, tetapi jangan larut dengan kesedihan kamu. Karena hari ini mungkin orang lain akan bersimpati kepada kamu tapi tidak untuk besok, sekeliling mu tetap berjalan seperti biasa dan dunia tidak akan berpusat hanya kepada mu saja."
Gadis itu menerima permen itu, kemudian mengangguk dan kembali menangis.
Catra menghela nafas lelah.
Dia berdecak, sambil mengelus dada. "Hem, yasudahlah saya pergi dulu ya...." Pamit nya.
"Terima kasih." Cicit nya.
Gadis itu menatap permen itu dan tersenyum samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
APRILIS & CATRA
RomanceSeries novel yang mengangkat isu kesehatan mental. . . . Aprilis puspa dewi merasa dunia sedang tidak adil pada nya. Dia yang di katakan akan buta dalam beberapa tahun lagi, usaha nya yang hancur, kekasih nya yang meninggalkan nya demi wanita lain...