11. Kabar Buruk

403 98 15
                                    

Manik gelap Malia mendapati wajah Alex yang sedikit menunduk dan sedang menatapnya. Air muka pria itu tetap terlihat datar, tetapi sorot matanya berhasil membuat keberanian Malia mengerdil.

"Ada apa Tuan—"

"Kenapa kamu berani keluar tanpa izin dariku?" Alex memotong pertanyaan Malia dengan nada geram.

"Nyonya menyuruh saya untuk pulang."

"Kamu pelayanku. Kamu bekerja untukku, bukan untuknya. Elizabeth bukan siapa-siapa jika dia tidak menikah dengan ayahku. Dia hanya HRD yang menyeleksi calon asisten rumah tangga." Alex menegaskan dengan perumpamaan tentang posisi Elizabeth dalam keluarga Brighton. Bahwasanya, Elizabeth bukanlah wanita penguasa di keluarganya.

"T-tapi Nyonya—"

"Get up!" Titah Alex dengan nada menekan tapi pelan.

Malia melebarkan matanya. Reaksi spontan Malia memicu Alex bertindak agresif. Pria berjaket kulit cokelat dengan model hoodie itu memegang lengan Malia erat dan menariknya hingga Malia terpaksa berdiri dan mengerang lantaran menahan sakit.

"Auw!" Sorot mata Malia menggelap dan sarat akan kemarahan. "Ini rumah saya. Tuan tidak bisa memerintah saya keluar dari rumah saya sendiri."

Alex tidak mau kalah. Dia pun membalas menantang Malia. "Aku bisa melakukannya. Kamu telah melanggar kontrak kerja."

"Saya tidak melanggar kontrak, Tuan. Tidak ada—"

"Jangan banyak bicara!" Gertakan Alex menghentikan protes Malia. Pria itu kemudian menarik tangan Malia dan membawanya keluar.

"Tunggu, Tuan! Saya harus mengunci pintu dulu." Malia menahan langkahnya hingga Alex berhenti berjalan. Kesempatan untuk berteriak mencari bantuan terbuka lebar. Malia dan Alex berada di pelataran rumah yang sempit dan nyaris berdempetan. Seandainya Malia berteriak, seluruh penghuni rumah di sekitar rumahnya bakal mendengar. Namun, Malia tidak melakukannya. Entah apa yang menjadi motivasi Malia, dia memilih untuk patuh pada perintah Alex.

Alex menatap Malia penuh keraguan, tetapi Malia kemudian meyakinkannya.

"Saya hanya ingin mengunci pintu. Saya dan kakak saya tidak punya harta yang berharga, tapi semua yang ada di dalam rumah ini sangat berarti bagi kami," tutur Malia.

Alex melepaskan cekalan tangannya dari lengan Malia. Dia membiarkan gadis itu mengunci pintu rumahnya. Tanpa harus dipaksa Alex, setelahnya Malia kembali ke sisi pria itu.

Alex membuka pintu depan mobilnya. "Masuk."

Malia menggigit bibir bawahnya. Dia merasa tidak pantas duduk di samping sang majikan. "Saya duduk di belakang saja, Tuan."

"Mobil ini hanya punya dua kursi di depan." Alex memelototi Malia. Dia geram dengan alasan yang dibuat gadis itu.

Malia mengembus napas. Dia baru menyadari bahwa pernyataannya salah. Tidak mau berdebat lebih banyak dengan Alex, Malia masuk ke mobil Alex.

Alex melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Wajahnya yang masih memamerkan keangkuhan mengarah ke jalanan yang tampak lengang. Sementara itu, Malia memegang erat sabuk pengaman yang melintang di depan dadanya dengan erat. Jantungnya berdetak kencang karena takut. Dia belum siap mati dalam waktu dekat.

Alex melirik. Cahaya minim dari lampu jalan dan sorotan lampu kendaraan lain yang berpapasan membuat kecemasan Malia tampak jelas. Alex mengurangi tekanan kaki kanannya dari pedal gas. Laju mobil pun menjadi lebih pelan. Dan ketika Alex melirik ke arah Malia sekali lagi, Alex mendapati Malia sudah agak tenang. Tangan gadis itu sudah tidak memegangi sabuk pengaman.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang