00

11.9K 662 4
                                    

Hawooo I'm back with kanjeng ratu Naura, happy reading and hope u like it guys! (~ ̄³ ̄)~

Warning⚠️
• Terdapat bahasa kasar, tindakan tak patut dicontoh dan sebagainya. Mohon ambil baiknya buang buruknya, kalo isinya buruk semua berarti kalian gak usah ambil apa-apa.
• Typo bertebaran

Satu lagi, coba tolong pencet bintang di pojok bawah sana supaya aku semangat nulisnya ^^

-
-
-
-
-

°•°•°•°•°•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°•°•°•°•°

ANJING-BABI-SETAN-BANGSAT-BRENGSEK!

Naura mengumpat secara beruntun dalam hati. Jika bisa, ingin sekali ia menghancurkan segala benda dalam jangkauannya.

Kenapa?! Kenapa semua ini harus terjadi padanya?!

Membaca segala tingkah laku si antagonis lewat novel yang berbentuk rangkaian tulisan saja ia sudah jengkel bukan main terhadap si antagonis! Dan kini, ia memasuki novel dan menjadi si antagonis yang mendapat banyak kata umpatan darinya?! Ya Tuhan... Yang benar saja!

Jika alasan Naura memasuki novel dan merasuk ke dalam tokoh antagonis wanita adalah karena nama mereka yang sama-sama 'Naura'... Demi Tuhan, Naura rela mengganti nama saat ini juga!

Naura dapat menerima jika ia menjadi karakter lain meski itu hanya seorang figuran semata, toh hidupnya di dunia nyata juga hanya tersisa sebentar lagi. Tapi menjadi karakter antagonis yang tidak mati tetapi memiliki akhir memalukan? Hell nah!

"Cabut aja nyawa gue, cabut!" Naura memukul-mukul dada dengan wajah putus asa dan nelangsa. Seseorang yang menyaksikan tingkah konyol dan gilanya sejak tadi hanya mendengus geli.

"Dosis obatnya udah habis kah?"

Naura menatapnya bengis penuh permusuhan. Ucapan menyebalkan itu keluar dari mulut seseorang yang muncul di akhir novel hanya untuk membuat hidupnya semakin menderita!

"Lo—" Naura menunjuknya dengan beragam emosi yang berkecamuk. "Kalo sampe gue hamil, habis lo di tangan gue!" ancamnya tak main-main.

"Oh?" Digo, karakter yang hanya muncul di akhir novel untuk membuat hidup Naura Januarta si antagonis hancur berantakan karena mengandung anaknya saat masih menduduki bangku SMA itu menaikkan alis main-main. Gelagatnya seperti orang polos tapi diam-diam minta bansos.

"Kan tante yang nyeret aku ke kamar hotel!" katanya santai mengundang hujatan.

Emosi Naura naik sampai ke ubun-ubun. Tante katanya? Memang sih dalam novel Naura Januarta dewasa sebelum waktunya, dia selalu memakai pakaian kurang bahan dengan make up khas tante-tante sebagai pendukung penampilannya, tapi tetap saja Naura yang kini mengisi tubuhnya merasa tersentil dipanggil seperti itu.

"Bocah, lo mau mati?!" Naura tersenyum geram penuh tekanan.

"Tante kenapa panggil aku bocah sih? Kita kan seumuran," Dia cemberut main-main.

Naura speechless, lo tau kita seumuran tapi masih panggil gue tante?!

"Bangke lah!" Daripada mencak-mencak sendiri seperti orang gila, sebaiknya ia segera pergi sekarang juga. Naura mengambil jaket yang jatuh tak jauh di bawah kakinya kemudian mengenakannya. Mungkin punya Digo? Persetan siapa yang peduli? Naura membutuhkan sesuatu untuk menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian ketat kurang bahan.

"Jadi gini rasanya habis manis sepah dibuang?" ucap Digo dramatis melihat gelagat Naura yang hendak melarikan diri.

Naura menarik nafas dalam, menghembuskannya perlahan kemudian tersenyum manis namun tertekan. "Mau berapa?"

Digo mengambil posisi duduk dan bersandar pada kepala ranjang, terlihat cukup tertarik. "Ada pepatah yang bilang 'pengalaman pertama tidak bisa bisa dibeli dengan uang',"

"Pepatah dari mana?! Gausah ngada-ngada deh!" Kepala Naura nyaris mengepulkan asap rasanya.

Digo tergelak. Terlihat bahagia sekali melihat kekesalan Naura. "Oh iya, karena kita udah pacaran... Kita harus tukeran nomor dong?"

Melihat Naura hanya diam dengan tatapan mendelik, Digo memutar mata. "'Pacaran atau gue perkosa?' lo bilang gitu, inget?" dengusnya. "Meski setelahnya lo tetep nerkam gue sih..."

Naura terdiam mengingat-ingat sesuatu. Seingatnya Naura Januarta tidak pernah mengancam dengan kalimat frontal seperti itu deh. Mau bagaimanapun Naura Januarta adalah antagonis bermartabat.

"Cuma gue yang inget setiap detail ternyata," Digo menghembuskan nafas kecewa.

Entah kenapa Naura jadi geli sekaligus kasihan melihatnya. Ia jadi penasaran yang menjadi korban di sini sebenarnya dia atau Digo sih? Kok kesannya seperti Naura wanita binal yang memaksa seorang pemuda perjaka untuk menghabiskan malam dengannya?

Pada akhirnya Naura mengetik sebuah nomor acak di ponsel Digo kemudian menyerahkan kembali ponsel tersebut setelah selesai. "Udah ya? Tapi jangan spam chat apalagi telpon-telpon gue tengah malem,"

"Kenapa? Salah ya pengen sleep call sama pacar sendiri?"

"Terserah deh!" Toh itu nomor acak. Paling-paling nanti yang jawab om-om atau ibu-ibu PMS, biar dia dimarahin sekalian.

°•°•°•°•°

Mungkin karena karakternya yang cukup mencolok dan sekelebat ingatan Naura Januarta yang dapat ia ingat, ia bisa langsung mengenali sosok Melda yang menghampirinya dengan satu cup kopi di tangannya.

Naura sempat khawatir ia tidak bisa pulang. Pertama; ia ternyata tidak membawa uang sepeserpun, kedua; ia tidak tahu alamat rumahnya di mana. Beruntung sekali makhluk jadi-jadian alias kacung setianya Naura Januarta menampakkan batang hidungnya.

"Habis ngelontay ya lo?" Dengan tidak tahu diri, Melda menyenggol bahunya dengan siulan menggoda. Di dalam novel Melda adalah  satu-satunya manusia yang mau bergaul dengan Naura sampai akhir, meskipun dia menempeli Naura karena ada maunya... Tetap saja Melda patut diapresiasi karena sudi menahan malu demi beberapa bongkah barang branded yang ia dapatkan dari Naura.

Ternyata seperti ini ya lingkungan seorang antagonis, sangat ramah. Tidak mengherankan juga jika di dalam novel sikap Naura Januarta cukup tercela.

"Gue capek, bisa anterin gue pulang?"

"Of course, gue setia nungguin lo dari semalem memangnya buat apa?" Melda menyuruhnya menunggu di sana, tak berselang lama kemudian gadis itu kembali dengan sebuah mobil merah menyala dan mengkilat bak porselen. "Silahkan masuk, tuan putri." Dia bahkan membukakan pintu tanpa disuruh, memang kacung sejati.

°•°•°•°•°

°•°•°•°•°•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Behind The NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang