01

8K 610 14
                                    

Warning⚠️
• Terdapat bahasa kasar, tindakan tak patut dicontoh dan sebagainya. Mohon ambil baiknya buang buruknya, kalo isinya buruk semua berarti kalian gak usah ambil apa-apa.
Typo bertebaran

Satu lagi, coba tolong pencet bintang di pojok bawah sana supaya aku semangat nulisnya ^^

Happy reading and hope u like it guys 💖

-
-
-
-
-

•°•°•°•°•°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•°•°•°•°•°

Gila!

Naura tak henti-henti mendecakkan lidah takjub semenjak menginjakkan kaki di rumah mewah dengan luas yang tak kira-kira.

Benar ini rumahnya? Rumah sebesar ini atas nama dirinya sendiri? Serius?

Di novel memang tidak dijelaskan secara terperinci tentang Naura Januarta tapi ada beberapa scene yang menjelaskan Naura Januarta berasal dari keluarga kaya, dan ia tidak menyangka keluarga Naura Januarta akan sekaya ini sampai mengatasnamakan sebuah rumah besar dan mewah atas nama gadis itu.

Pantas saja Naura Januarta bisa seenaknya mempermainkan nasib orang dengan kasta yang berada di bawahnya, contohnya pemeran utama wanita.

Namun ada yang aneh.

Naura sudah cukup lama menjelajah ke beberapa sudut rumah tapi tidak mendapati orang lain selain dirinya dan Melda sampai saat ini. Suasana begitu hening dan sepi, hawanya juga dingin. Sangat berbanding terbalik dengan rumahnya di kehidupan dulu, meski tidak sebesar ini tapi Naura selalu merasa hangat dan nyaman.

"Dia tinggal sendiri? Di rumah sebesar ini?" Naura bermonolog pelan pada dirinya sendiri.

"Camomile tea without sugar, right?" Melda datang dari arah dapur dengan secangkir teh chamomile untuk Naura dan segelas jus jeruk untuknya. Seharusnya begitu, sebelum Naura mengambil jus jeruk dan meminumnya sampai tandas.

"Kok—" Melda terlihat kesal dan ingin protes tapi mungkin dia sedikit segan.

"Gue gak suka teh." ucap Naura.

Melda mengernyit samar kemudian cemberut.
"Biasanya juga nge-teh."

"Mulai sekarang gue benci teh kecuali ditambahin satu kilo gula pasir," Naura benci rasa pahit teh, namun ia masih bisa mentolerir jika teh tersebut disajikan dengan cukup banyak gula sampai bisa menyamarkan rasa asli teh tersebut yang cenderung pahit dan sedikit kesat.

"Itumah bunuh diri!" seru Melda.

Naura duduk di sofa, memejamkan mata dan menyandarkan punggungnya dengan nyaman. Ia ingin mengistirahatkan pikirannya sejenak dari banyaknya memori asing yang berlalu lalang tanpa henti.

Behind The NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang