05

2 1 0
                                    

"Ich habe dich endlich gefunden"
(Akhirnya aku menemukanmu)

Setelah lelaki itu berkata pandangan Nabila memburam, tubuhnya terasa dingin dan gemetaran. Tak lama setelah itu pandangannya menghitam. Ya, Nabila pingsan dihadapan lelaki itu. Lelaki yang persis dengan lukisan yang dia dapatkan di toko dengan cuma-cuma.

.
.
.
.
.

Derap langkah kaki yang terburu-buru terdengar di sepanjang koridor kampus menuju ruang kesehatan fakultas. Suara benturan pintu kesehatan dengan dinding tidak bisa di hindari, dua manusia berbeda jenis kelamin itu melangkah masuk tergesa-gesa dengan nafas tak beraturan. Mereka khawatir dengaan keadaan sahabatnya yang jatuh pingsan di perpustakaan.

Ya, itu Alvin dan Selena. Mereka meninggalkan urusan mereka demi memastikan kondisi sahabatnya. Mereka mendapatkan kabar dari teman sekelas mereka yang kebetulan berada di perpustakaan.

"Kak, gimana keadaan Nabila??" Tanya Alvin kepada kakak tingkat fakultas kedokteran yang sedang menjaga ruang kesehatan itu.

"Nabila gapapa. Sebentar lagi dia bangun kok, dia kecapean aja" ucap kakak tingkat tersebut "oh iya, ini ada vitamin sama obat. Nanti kalau Nabila sudah bangun suruh dia makan terlebih dahulu lalu minum vitamin dan obat ini" lanjutnya sambil menunjuk obat dan vitamin yang berada di meja samping ranjang.

"Baik, kak. Terimakasih!" Ucap Alvin, sedangkan Selena berjalan menuju kasur yang di tepati oleh Nabila. Tak lama Alvin menyusul setelah kakak tingkatnya itu pergi.

Selena dan Alvin menghela nafas lega setelah mengetahui bahwa Nabila baik-baik saja. Tapi ada yang mengganjal di hati Selena, setaunya Nabila ini tidak pernah tumbang begitu saja. Apa lagi tadi saat matkul pertama dan waktu di kantin pun Nabila baik-baik saja tidak dalam keadaan sakit atau pun kurang sehat.

"Eh, pin. Tadi kata kakak itu Nabila kecapean??" Tanya Selena dahinya mengernyit heran. Pertanyaan Selena membuat Alvin menyadari bahwa sedari berangkat hingga mereka bertiga pergi dengan urusan masing-masing Nabila dalam kondisi sehat dan ceria, Nabila akan merengek kepadanya kalau dia merasa tidak enak padan atau bahkan saat dirinya merasa lelah.

Apa lagi ini?

"Lo tau kan Pin, Nabila kalau ada apa-apa pasti ngerengek ke lo tapi ini dia ga ngerengek sama sekali" sambung Selena, sedangkan Alvin menggelengkan kepala menghapus semua pikiran buruk.

"Mungkin Nabila tau kalau kita sibuk makanya dia ga ngerengek ke gue" kata Alvin positif thinking, dia tidak mau beransumsi buruk untuk saat ini. Lebih baik dia membelikan makanan untuk Nabila dan jajanan untuk dia dan Selena.

"Gue ke kantin fakultas dulu buat beli makanan Nabila, lo disini aja jagain Nabila" pamitnya, setelah itu Alvin melangkahkan kakinya keluar dari ruang kesehatan meninggalkan Nabila dan Selena di sana.

Selena menyingkirkan poni Nabila yang menutupi dahinya, dia merasakan suhu badan Nabila yang lumayan dingin. Selena merasa aneh dan khawatir saat mengetahui badan sahabatnya lumayan dingin, dia mencoba untuk mengecek suhu yang berada di pipi dan leher. Selena menyikirkan rambut yang menutupi pipi sebelah kanan Nabila, betapa terkejutnya dia melihat pipi Nabila terdapat lebam yang biru keunguan. Lebam itu membentuk dua jari namun tak terlalu ketara jika di lihat dari jauh.

"Ya Tuhan.."

.
.
.
.
.

Nabila sekarang berada di kamarnya ditemani 2 sahabatnya yang menemaninya setelah dia siuman. Hari sudah gelap, Nabila menyuruh kedua sahabatnya itu untuk pulang tapi mereka enggan pulang, mereka bilang dia akan menemani Nabila yang artinya mereka menginap dirumahnya. Nabila hanya menghela nafas, dia baik-baik saja.

"Bil, kok lo bisa sih pingsan di perpus?? Mana lo ada di rak paling ujung lagi, untung aja temen kelas kita ada yang liat lo ke geletak dilantai loh. Coba kalo ga ada mungkin lo nginep di perpus!" Tanya Selena panjang.

Nabila terdiam, dia mencoba untuk mengingat kejadian sebelum dia pingsan. Tapi yang dia ingat hanya dia yang akan menaruh buku yang dia baca sewaktu di perpustakaan tadi, setelahnya pandangannya buram lalu menghitam. Dan saat terbangun dia sudah ada di ruang kesehatan. Nabila juga bingung dengan lebam yang berada di pipi kanannya ini.

Aneh sekali.

"Gue cuman ingetnya gue mau ngembaliin buku yang gue baca ke rak lagi abis itu pandangan gue menghitam, dan setelah itu gue bangun-bangun dah ada di ruang kesehatan" jawab Nabila kepalanya ia garuk-garuk tanda dia berusaha mengingat.

"Dah gitu doang??"

"Iyaa, gue cuman inget segitu aja. Kenapa sih??" Tanya Nabila agak kesal dengan Selena yang sedari tadi menanyakan hal yang sama.

"Gapapa, agak aneh soalnya di pipi lo ada lebam kek gitu. Mana sebelum lo bangun badan lo dingin lagi"

Alvin berdecak kesal "kan bisa aja Nabila pas pingsan itu dia nubruk apa gitu jadi pipinya ada lebam, jan mikir yang aneh-aneh lo!" Serga Alvin. Nabila mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju dengan jawaban Alvin.

"Bener kata Alvin, lo jangan mikir aneh-aneh, Sel. Mending lo tidur di sebelah gue aja sini ntar gue peluk. Ntar gue kasih kecupan di dahi gratis deh, muaach" ucap Nabila, menepuk-nepuk kasur di sebelahnya yang kosong, bibirnya dia buat seperti ingin mencium Selena.

Selena yang melihat itu bergidik ngeri. "Amit-amit gue dicium sama mak lampir kek lo! Alergi gue!" Setelah mengucapkan itu mereka bertiga tertawa terbahak-bahak. Sampai akhirnya pertanyaan Alvin membuat mereka bertiga terdiam.





"Emang di kelas kita ada yang namanya Jaehyun??"





















Tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LukisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang