1

13 1 0
                                    


Cahaya.

Suara rintik hujan terdengar sangat tenang menemaniku yang selalu kesepian. Bagiku, malam adalah teman. Dan siang adalah sesuatu yang sangat menakutkan. Aku tidak tahu kenapa, tetapi bagiku siang adalah tempat bagi manusia berkeliaran. Mereka melakukan segala kegiatan, berjumpa dengan teman, rekan kerja, dan sanak-saudara. Sedangkan aku, aku tidak punya semua itu. Aku hanya memiliki seorang Ayah yang selalu bekerja siang dan malam. Tetapi aku tahu, Ayahku bekerja untukku dan aku tidak boleh egois akan hal itu.

Iya, aku sangat kesepian.

Pandanganku tertuju pada obat-obatan yang berjejer rapi di atas meja belajarku, aku tersenyum lirih sambil meneteskan air mata.

"Itu adalah temanku," ucapku sambil menunjuk obat-obatan itu, "mereka yang sudah menemaniku selama ini." Ucapku lagi.

Sudah hampir tiga tahun aku bergantung pada obat-obatan yang membantu mengurangi sedikit demi sedikit rasa cemas berlebihan pada diriku. Hampir setiap hari aku ingin mengakhiri hidupku, aku merasa sangat tidak berguna.

"Cahaya, namamu adalah Cahaya bagi orang lain. Keluarlah dari zona nyamanmu, dan kamu akan menemukan kebahagiaan yang selama ini tidak pernah kamu dapatkan." Ucap dr Indra, beliau adalah psikolog yang sudah membantuku selama ini.

Tiba-tiba suara ketukan pintu memecahkan lamunanku, dengan buru-buru aku langsung menghapus air mata yang membasahi pipiku menggunakan kedua tanganku.
Kulihat Ayah membuka pintu dan berjalan pelan kearahku. Kulihat dengan tatapan mataku yang layu, Ayah masih mengenakan kemeja putihnya dengan dasi yang masih melingkar di lehernya.

"Belum tidur, Nak" tanya Ayah padaku.

Aku menggeleng pelan.

Ayah mengelus kepalaku dengan lembut, "Anak Ayah baik-baik saja, kan?" 

Mendengar pertanyaannya, aku refleks langsung menangis dan tenggelam dalam pelukan hangatnya.

"Cahaya, kamu kenapa sayang?." Tanya Ayahku lagi dengan nada khawatir.

"Aa..aku takut kehilangan Ayah." Entah dapat bisikan darimana, hanya kalimat itu yang bisa aku katakan pada Ayahku dengan suara tangisan yang semakin menggebu-gebu.

Ayahku semakin memelukku dengan erat, "Ayah disini, Ayah nggak akan kemana-mana." Ucapnya dengan lembut.

Ayah terus menenangkanku dengan kata-katanya yang membuatku semakin tenang.

Aku hanya memilik beliau di dunia ini. Jika tidak ada dia, akan sehancur apa duniaku tanpanya.

Aku melepaskan pelukan dan menatap wajah Ayah dengan tatapan penuh harapan.

"Cahaya sangat sayang sama Ayah." Kataku dengan air mata yang masih menggenang di pelupuk mataku.

"Jangan tinggalin Cahaya." Ucapku lagi.

Ayahku tertawa kecil sambil menghapus air mataku.
"Iya Nak, Ayah disini. Ayah gak akan biarin Cahaya sendirian di dunia ini."

"Senyum dong," jari-jari tangan Ayahku membentuk sebuah senyuman di pipiku yang semakin basah karna air mata.

"Cahaya anak yang kuat, buktinya Cahaya bisa bertahan sampai detik ini." Ucap Ayahku, "peluk Ayah lagi, biar lebih tenang yah." Ayahku kembali memeluk dengan erat dan itu membuatku semakin tenang.

Aku menatap Ayah dan bekata, "Cahaya mau sekolah lagi."

Mendengar perkataanku Ayah langsung kaget, "Yang bener?."

Aku mengangguk.
"dr Indra bilang kalau keadaanku sudah membaik."

Ayahku langsung tersenyum bangga.
"Baiklah, besok Ayah cari sekolah yang paaaaliiiinggg bagus buat kamu. Sekarang udah malem waktunya Cahaya tidur."

DEALOVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang