28 : Ramuan Untuk Oliver

4 2 0
                                    

"Kau tahu sejarah manusia dan iblis tidak?"
.
.
.

Menutup pintu sedikit keras. Viktor berdiri di hadapan pintu dengan wajah datar, membuat teman-temannya yang sejak tadi menunggu kabar soal Oliver langsung mendekatinya.

"Bagaimana kondisi Oliv?" tanya Carl. Wajah cemas dari pemuda itu tak bisa disembunyikan hanya dengan laga santai. Seseorang seperti Carl takkan bisa menyembunyikan perasaan, dia selalu jujur dalam melakukan tindak tanduk, oleh sebab itu ketika dia bertanya dengan menjaga nadanya supaya tidak terdengar sedang cemas, akan tetapi gestur tubuh dan sorot matanya kesebalikan dari nada suaranya.

"Apa kondisinya parah?" Rafe dengan santai berkata demikian. Dia mendekati Viktor, memegang kedua bahu sobatnya, kemudian mengguncangkan tubuh Viktor lumayan keras hingga pemuda yang baru saja keluar dari dalam ruang rawat merasa pusing karena tubuhnya dijadikan mainan.

Menepis pelan tangan Rafe, berjalan mendahului teman-temannya, secara cepat kedua tangannya mengepalkan tangan.

Daniel mengikuti langkah Viktor menuju dalam koloseum lagi beserta kawan-kawannya. Kening Daniel menekuk, alisnya menukik, kemudian dia bersungut-sungut, "Viktor, kau punya mulut, 'kan? Tadi Jeri tidak sempat memberitahu kondisi Oliv, sekarang jangan bilang kau tak sempat menjelaskan juga."

Kartel mengangguk setuju. Dia menatap Viktor dari belakang dengan tatapan menuntut, begitu juga dengan yang lain.

Theo hendak berucap untuk menarik emosi Viktor, tetapi penjelasan Viktor telah mendahului ucapannya hingga ia memilih berhenti untuk memulai debat dan mendengar ucapan Viktor.

Viktor kesal dengan teman-temannya yang tidak sabaran, segera di menjelaskan detail keadaan teman perempuan mereka, sama seperti bagaimana Jakob menjelaskan.

Tak menunggu balasan dari teman-temannya, Viktor Langsung melangkah pergi menuju arena bersama Aldane yang baru saja ia keluarkan dari dalam bayangan di dalam tanah. Tatapan Viktor sama sekali tidak bergoyang, tekadnya telah bulat untuk memenangkan turnamen, tak peduli jika lawannya adalah perempuan.

"Jadi Oliver tidak baik-baik saja?" Kartel menatap punggung Viktor yang kian mengecil, begitu juga suaranya yang ikut mengecil. Tak menyangka dirinya bahwa pertandingan ini bisa membuat orang dalam bahaya.

"Oliver pasti sembuh," kata Carl. Lagi-lagi pemuda bijaksana itu menunjukkan senyum teduh kepada orang lain.

Kartel membalas senyuman Carl dengan senyuman juga.

Di perjalanan mereka untuk kembali ke lapangan, mereka semua berpapasan dengan Kaisar, seketika mereka segera memberi hormat.

Kaisar tersenyum ramah, kemudian melanjutkan langkahnya untuk menuju kamar seseorang, tanpa peduli bahwa anggota Black Wolf menatapnya hingga masuk ke dalam kamar.

"Kaisar menjenguk Oliver?" Rafe menoleh ke depan, menatap teman-temannya yang memiliki ekspresi wajah seperti dirinya.

Tim Jeri telah kembali sebagian di bangku penonton, menatap rekan mereka yang berdiri tegak menantang lawan selanjutnya di tengah-tengah arena. Di samping Viktor ada Aldane, boneka sihir itu tampak mirip seperti manusia jika tidak ada yang jeli.

Dari arah berlawanan muncul seorang gadis berpakaian seksi, seragam putih yang begitu ketat menampilkan lekukan tubuh yang seperti gitar, memunculkan sorakan genit dari berbagai penonton laki-laki.

Dari jarak sejauh ini, Len bisa merasakan keseriusan Viktor dalam mengambil kebijakan. Ia lumayan mengenal Viktor, tak hanya dirinya, seluruh anak-anak yang kenal pemuda itu pasti tahu tabiat dia.

PHANTERA I : YANG DIRAMALKAN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang