"Manusia lupa menggunakan otak mereka"Dia memandang dirinya yang sedang menggunakan dress yang cukup menawan, tapi jakunnya seakan menertawakan dirinya.
"Kapan?" Desisnya sambil memandangi dirinya di cermin, jemarinya menelusuri bayangan dirinya di cermin dan berhenti di bagian leher.
"Gimana rasanya di cekik ya?"
Tap tap tap, suara sepatu wanita mengalihkan pandangannya dan tersenyum dengan terpaksa.
"Mah, aku capek. Bisakah aku menjadi diri sendiri?" Tanyanya penuh harap, namun di sambut gelengan oleh sang mama.
"Kamu tidak bisa berhenti! Kamu wanita, jadi lah seperti selayaknya!" Bentak wanita berumur itu marah, tangannya mulai merobek-robek baju yang di kenakannya, namun segera di cegah sang anak sebelum semuanya menjadi rumit.
"Mama mau fhoto gak?" Tanyanya sambil tersenyum tipis, padahal hatinya ingin meronta.
"Jadi anak yang Mama suka Dev, Jika tidak kamu akan menyesal"
****
Gudang SD 5 yang sepi karena hari Minggu...
"Lo ingat tempat ini?!" Bentak gadis berambut model anak paskibra itu sambil menarik rambut gadis sepinggang itu agar masuk kedalam gudang.
"G-gue minta maaf Ki, gue..."
Brukh
Kalimat gadis berambut panjang itu terhenti saat gadis yang dipanggil 'Ki' itu meninju mulutnya sehingga dia jatuh tersungkur menyisakan helaian rambut di tangan gadis yang dipanggil 'Ki'.
"Permintaan maaf Lo ga guna! Mulut sampah Lo juga kan yang buat Orda mati?!"
Gadis yang dipanggil 'Ki' itu berjalan menghampiri tas nya yang tergeletak sembarangan, sedangkan cewek yang berambut panjang itu berusaha untuk bangkit, namun tubuhnya yang sudah lemah karena disiksa sedari tadi membuat dirinya hanya bisa memunggungi 'Ki'. Namun itu keputusan yang salah!
Sebuah jarum suntik menancap di leher nya, menyebabkan cewek berambut panjang itu jatuh terkulai, tubuh nya seakan kaku.
"Lo pernah mikirin gimana rasanya mati ga?" Tanya 'Ki' sambil menancapkan pulpen di leher cewek berambut panjang itu.
"Argh! H-hentika Ki, tolong..."
"Sesakit apa Cha? Sakit yah?" Tanya 'Ki' dengan nada mengejek, lalu meludahi wajah 'Cha' yang sedang menahan sakit.
"Lebih sakit ketika Lo ngebunuh kembaran gue di sekolah ini! Tapi karena mulut Lo! Semua itu seakan hanya mimpi!"
"Hanya gue sendiri yang merasakan sakit itu! Hanya gue!!" Teriak 'Ki' dengan kalap, dia menancapkan pulpen berkali-kali ke leher 'Cha', namun dia menghindari titik bahaya, dia tidak ingin 'Cha' mati dengan segera.
"G-gue bukakahn pembunuhnya Ki" ujar Cha dengan mata berkaca-kaca.
"Kalau bukan Lo siapa lagi hah?"
Kali ini 'Ki' memegang kedua pipi Cha dan tersenyum ramah. Senyum itu seakan mendapat sedikit harapan bagi Cha, sehingga dia agak lengah, Cha membalas senyuman itu dengan bibir yang berdarah.
"Gue percaya, sangat percaya" ujar 'Ki' lembut dia mengikuti jarak diantara mereka, semakin dekat sampai akhir nya dahi mereka menyatu.
"Gue seneng akhirnya Lo percaya Ki" ujar 'Cha' lirih. Air matanya turun entah karena senang atau sedih.
"Iya, semakin percaya kalau Lo pembunuhnya jal*ng!" Teriak 'Ki' dan tanpa terduga dia melumat bibir Cha dengan kasar, Cha mencoba mendorong 'Ki' namun tubuhnya kaku karena suntikan itu, air matanya menetes, 'Ki' tidak lesbi kan?
Lumatan itu semakin ganas sampai akhir 'Ki' menggigit bibir Cha sampai empunya meringis, Ki semakin kuat menggigit dan menarik bibir Cha, seakan itu adalah daging yang harus di makan.
Cha ingin sekali berontak tapi tubuhnya kalah dengan otaknya.
"Help me" bisiknya dalam hati, dan keadaan memaksa untuk sadar keberuntungan tidak memihak padanya.
Cha memejamkan matanya saat bibir nya seakan lepas, bahkan dia merasakan rasa asin dari darahnya.
Srak
Suara robekan terdengar bersamaan suara tangis yang semakin menjadi. Bibir Cha robek, sebagian kulitnya ada di mulut Ki.
"Darah Lo kotor, sama kayak otak Lo" komentar Ki saat dia mengunyah bibir Cha dengan penuh kemarahan. Ki merasakan perutnya mual karena jijik dan akhirnya...
Huek
Ki muntah tepat di wajah Cha yang langsung di sambut muntahan dari cewek berambut panjang itu.
"Sorry, gue makan labu Siam tadi. Makanya muntahan gue di rambut Lo terlihat seperti tai" ujar Ki tanpa dosa.
****
Plak
Suara tamparan itu terdengar nyaring. Cewek yang tinggi nya 145 cm yang mengenakan seragam SMA itu menutup telinganya rapat-rapat. Namun suara perdebatan orang tuanya masih terdengar sangat jelas. Dia menarik senyuman terpaksa dan berjalan menuju ruangan tempat orang tuanya, keadaan ruangan itu hancur, di atas fhoto keluarga mereka yang hancur ada tespek yang dua bergaris merah.
"Mama hamil lagi?" Bisik cewek itu dalam hati.
"Anak siapa lagi ini?!" Introgasi sang Ayah entah keberapa kali nya.
"Rekan kerja aku, tenang saja aku akan aborsi kok" jawab wanita yang berperan sebagai ibu itu sangat santai.
"Kamu..."
"Mah, Pah. Makan dulu, aku udah masak makanan kesukaan kalian" ujar cewek itu sambil tersenyum, seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
****
Cowok itu menyusuri hujan deras di jalanan tanpa sandal. Jarum jam kini menunjukkan pukul 00.00. Namun dia tetap berjalan sambil bernyanyi-nyanyi tidak jelas.
"Bunuh gue!" Teriaknya saat melihat para preman, tanpa peduli tubuhnya yang babak belur
******
"Kamu puas dengan urutan kedua?" Tanya wanita itu sambil menyentuh pipi sang anak yang memerah bekas tamparan.
"Tidak ada yang mengingat si posisi kedua"
"Aku akan berusaha mah" ujar cowok itu dengan lelah.
Holaa👋
Jangan lupa vote &komen nya yw 😀
Cerita ini penuh dengan ketidakwarasan, jadi terbiasa yw. Aku nulis bagaikan air yg mengalir, jadi blm kepikiran alurnya nanti gimana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liar
RandomBohong! Apa yang kamu pikirkan tentang kebohongan? Hubungan yang dilandasi dengan kebohongan? Semenyakitkan apa itu? **** "Mah, Dave capek. Bisa beri waktu untuk Dave? Untuk menjadi diri sendiri" "Lo harus deketin dia, buat dia jatuh cinta dan disaa...