Biar ku perkenalkan diriku terlebih dahulu sebelum memulai kisahku yang absurd dan tak bisa diterima dengan akal sehat ini.
Namaku Ardi, usia 16 tahun, kelas 10 IPA 3. Aku tau aku tak terlalu pintar. Untuk lengkapnya kalian tak perlu tau. Tapi intinya aku memiliki kemampuan spesial sejak lahir. Kemampuan ini memang harus ku lihat agar aku bisa menggunakannya.
Ya, alat perantara yang ku gunakan untuk menggunakan kemampuanku selama ini adalah kedua mataku.
Kenapa? Karena aku harus selalu melihat untuk bisa menggunakannya.
Kemampuan apa yang selama ini bisa ku lihat? Sebenarnya kemampuan ini bukan memungkinkanku untuk bisa melihat tembus pandang atau kematian orang lain. Kemampuan ini sangat bersangkutan dengan yang namanya 'jodoh'.
"Jadi aku bisa melihat jodoh seseorang?" Bisa dibilang begitulah cara kerjanya.
Tapi penglihatanku tidak seperti melihat benang merah atau melihat nama seseorang yang tak ku kenal di atas kepala mereka, ini sangat berhubungan erat dengan 'jarak'.
Ya, aku bisa melihat 'jarak jodoh' seseorang.
Kalian bertanya cara kerjanya? Biar ku beritahu bagaimana cara kerja yang selalu muncul dalam penglihatanku.
Pertama-tama, kau tinggal berdiri saja di depanku. Lalu aku akan melihat seberapa jauh jarak seseorang yang akan menjadi jodohmu dari layar kecil yang muncul di depanmu.
Cukup mudah bukan?
Sebenarnya ini adalah kemampuan yang ku dapatkan sejak lahir, sejak masih bayi, atau sejak masih belum terbentuknya diriku. Orang-orang bahkan saudara sendiri saja selalu bertanya padaku jika ingin tau dengan jodoh mereka.
Terkadang aku lelah, tapi apa boleh buat? Agar bisa mendapat pahala, tak ada salahnya menolong orang yang sedang kesulitan. Contohnya seperti sekarang ini yang tengah ku lihat untuk ku diaknosa seberapa jauh jarak jodoh sang gadis yang tengah berdiri tepat di depanku ini.
"25 km. Rumah dia jauh juga dari sekolah ini. Bisa jadi dia pakai angkot," jawabku setelah selesai melihat gadis berambut hitam panjang dengan tubuh ramping ini.
"Tapi kamu beneran ga tau nama dia siapa?" Tanya si gadis dengan polosnya. Padahal sudah ku bilang sebelumnya kalau aku hanya bisa melihat 'jarak' bukan 'nama' si jodoh.
Baru saja aku ingin menjawab lagi dengan kesal, seorang gadis dengan gaya kuncir kuda di belakangku menginterupsi lebih dulu.
"Kan si Ardi sudah bilang kalau dia cuma bisa liat 'JARAK' jodohmu. Tolong jangan bertanya sesuatu hal yang sudah dijawab sebelumnya."
"A-ah, maaf kalau begitu. A-aku hanya ingin memastikan ...."
"Plis lah ya, jawaban yang Ardi berikan sebelumnya aja udah pasti banget masa kamu tanya lagi?" Dengan memutar balikan bolpoin, salah satu sahabatku dengan gaya rambut kuncir kuda bertanya kesal.
Sebenarnya aku juga kesal dengan pertanyaan gadis lugu yang ada di depanku ini.
"Ma-maaf ...." Hanya kata itu yang dapat keluar dari mulut mungil sang gadis lugu ini. Wajahnya juga perlahan memerah menahan rasa malunya saat ini.
"Oke, kamu bisa pergi sekarang." Dengan segera gadis itu keluar dari ruangan rahasia kami.
Benar sekali, saat ini kami berada di ruangan yang bisa kami sebut dengan 'markas' kami sekarang untuk menerima semua bantuan tentang percintaan. Salah satu kawanku yang dikuncir kuda ini dengan kedua orang lainnya adalah sepersekian dari banyaknya orang yang mengetahui bagaimana cara kemampuanku bekerja. Dan dari sekian banyak orang itu, hanya mereka bertiga saja yang ingin membantuku untuk melakukan hal ini.
"Panas banget disini. Apa kakak nggak ada niatan bikin AC disini?" Celetuk satu-satunya teman perempuanku sambil mengibaskan tangannya beberapa kali akibat rasa gerah yang menghampiri.
"Harusnya kamu dong yang tanya sendiri." Aku menyodorkan segelas air es padanya yang langsung ia sambar dan meneguknya cepat.
"Males banget mau nanya. Tuh anak pasti alasannya sibuk mulu padahal ngadem di ruang guru."
Mendengar celetukan pedasnya aku hanya bisa terkekeh pelan. Memang benar-benar mulut temanku yang satu ini, pedasnya tak terkira.
Benar juga, aku belum memperkenalkan temanku yang satu ini pada kalian sebelum kedua temanku yang lainnya datang.
Perkenalkan nama dia Ocha, salah satu dari banyaknya perempuan yang mau menjadi sahabatku selama ini. Dia kelas 10 IPA 3, sekelas denganku karena kami merasa tak terlalu pintar dalam hal akademik.
Ocha memiliki 2 saudara. Pertama laki-laki dan sedang mengajar menjadi guru matematika di sekolah kami, kedua juga laki-laki tapi masih SMP kelas 2.
Mungkin karena hal ini juga Ocha bisa begitu sarkas dan bermulut pedas. Hubungan Ocha dengan kedua saudaranya sangatlah tidak akur.
"HALO GAIS! AIM KAMING!" Dengan suara dobrakan pintu sesosok manusia muncul dari balik pintu tersebut. Ia menghampiri kami dengan membagi minuman kaleng yang sudah kami pesan sebelumnya.
"Jadi gimana nih? Orangnya menarik ga?" Tanyanya sambil membuka salah satu minuman kaleng.
Baiklah, sepertinya akan ku perkenalkan lagi seonggok manusia yang tak ingin ku anggap ini.
Namanya Seno, kelas 10 IPA 7. Iya aku tahu, dia adalah salah satu atau satu-satunya sahabatku yang paling bodoh sejauh ini. Walaupun bodoh, jangan ragukan di bidang olahraganya. Ia bisa mendapat nilai sempurna dengan 10x mengelilingi lapangan saja.
"Ga menarik sama sekali! Orangnya ga bisa diharapkan!" Seru Ocha bersandar pada meja untuk menjawab Seno.
"Kok gitu? Tapi gimana sama wajahnya? Cantik nggak? Pasti cantik dong, kan dia sekelas sama aku."
Melirik Seno yang tengah berbangga ria, Ocha menghela napasnya kembali dan mulai berujar, "Pantes lugu, rupanya sekelas denganmu."
Bukannya marah, Seno malah semakin membanggakan dirinya entah karena apa. Memang tak bisa diharapkan dengan kedua temanku ini.
"Kalau begitu, kamu tolak permintaannya?"
Belum selesai aku meneguk habis minuman pemberian Seno, tiba-tiba saja aku dikagetkan dengan sesosok murid berambut pirang bermata biru cerah menghampiri kami.
Kali ini biar ku perkenalkan lagi sahabatku yang terakhir. Namanya Leonard, panggil saja Leo, kelas 10 IPA 2. Satu-satunya sahabatku yang paling pintar diantara kami semua. Tubuhnya mungil tak seperti Seno yang tingginya 180 cm lebih. Bahkan tinggiku saja kalah dengan Seno.
Leo sangat suka memakan permen. Jika mulutnya tak diisi permen apapun itu, ia bisa saja menggigitmu kapan saja.
Jadi jika ingin mengobrol dengan Leo, usahakan untuk selalu menyediakan permen dalam kantungmu.
Beralih dimana aku tengah berdeham, kali ini aku ingin menjawab pertanyaannya itu.
"Mungkin ku terima karena kita selalu mengerjakan hal sepele seperti ini. Tak ada salahnya kan?"
Semua orang yang ada di markas mengangguk tanda paham.
"Benar juga. Kalau kita tolak, reputasi kita yang sudah kita bangun selama ini bisa hancur."
Benar apa kata Leo. Memang untuk inilah kita membuat markas abal-abal selama ini.
Keempat orang yang ada di ruangan ini sangat mendambakan moment dimana kita bisa menjadi detektif dan menyelesaikan kasus. Walau memang kasusnya tak jauh dari hal percintaan, selagi masih ada kemampuanku kenapa tidak?
Tujuan kita semua sama, kami ingin membantu permasalahan mereka yang kesulitan tentang percintaan.
Setidaknya dengan ini, aku yang tak pernah pacaran pun bisa memiliki pengalaman dalam ilmu percintaan bukan? Tak ada salahnya untuk mencoba.
.
To be continue ....
Formenkairi
Kamis, 04 Agustus 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ⏸️ ] Love Distance
Roman d'amourMelihat sesuatu yang tak pasti, apalagi bersangkutan dengan 'jodoh'. Keempat murid sekolahan yang mengalami fenomena ini sudah pasti merasa tak percaya. Bukan, ini lebih menyangkut ke satu orang saja karena orang inilah satu-satunya yang bisa merasa...