CASE 12# CONFESSION

157 12 7
                                    

"Tidak selamanya kita melihat semua hal dengan cara yang sama. Jadi hargai selagi ada dan bisa sebelum Tuhan mengambilnya kembali."

-Arblood Phoenicis-

🚔🚔🚔

Hokuto terus menarikku melewati lalu lalang orang yang tampak bersenang-senang menikmati festival. Mulut anak itu tidak bisa berhenti mengoceh tentang pemecahan sandi yang baru saja dia pahami. Namun, dalam situasi seperti ini mana mungkin otakku bisa mencerna apa yang ingin dia sampaikan. Jangankan paham, suara anak itu saja tidak bisa kudengar dengan jelas karena teredam dengan bising percakapan orang-orang yang bersinggungan dengan kami. Aku memutuskan berhenti dan menarik bahunya untuk menoleh padaku.

"Aku tidak bisa mendengar apa yang kau katakan dari tadi. Bisakah kau jelaskan secara perlahan padaku?"

Anak itu menghela napas pelan lalu berjalan ke arah bangku yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Dia mengeluarkan ponsel dari dalam saku dan lekas menunjukkan sebuah foto.

"Aku menemukan petunjuk baru saat tadi mengecek barang milik Hanae. Sandi yang sama dengan sandi-sandi sebelumnya yang kita temukan. Apa kau masih ingat dengan coretan yang kubuat di kamar kemarin? Aku baru memahami bagaimana pola yang pelaku coba tunjukkan."

Aku mengangguk lalu menatap layar ponsel dengan saksama. Jemari Hokuto kemudian memperbesar layar lalu menggeser setiap gambar angka serta huruf secara bergantian.

"Pelaku selalu meninggalkan angka dan huruf dengan jumlah yang sama sehingga terlihat seperti berpasangan. Coba kau hitung ada berapa kata dalam kalimat ini serta angka yang berderet di sebelahnya."

Aku mengambil alih ponsel Hokuto dan menurutinya. "Ada 6 angka dan 6 kata. Lalu apa?" tanyaku lagi mulai penasaran.

"Ambil satu huruf paling depan pada setiap kata dan cocokkan dengan angka di sebelahnya. Sandi yang paling umum kita jumpai di dunia kriminal."

Kepalaku kembali menoleh ke layar. Mencoba menyusunnya lagi. "Sa dengan 0, Ju dengan 2, Je dengan 1, Pa dengan 1, Te dengan 2, dan I dengan 0. Tunggu-"

Hokuto mengangguk, sepertinya anak itu tahu jika aku mulai paham dengan penjelasan yang dia berikan. "Jika melihat dari sandi sebelumnya, selalu ada satu huruf alfabet yang berpasangan dengan satu angka. Karena itu kalau kita mau mengurutkannya maka akan jadi seperti ini."

2 0 0 7 2 0 2 1 1 2 0
W S A N K S J J P T I

Aku mengusap wajah kasar setelah Hokuto mencoba menuliskan keseluruhan kode itu pada catatan di ponsel miliknya. Ck! Kenapa pelaku itu sangat suka bermain tebak-tebakan seperti ini? Apa dia pikir semua ini adalah permainan anak-anak yang mudah untuk dilakukan? Cih, merepotkan!

"Aku yakin sekali jika huruf-huruf tidak beraturan ini akan membentuk suatu kalimat atau mungkin nama dari si pelaku itu sendiri. Hanya tinggal satu masalah lagi yang harus kita selesaikan."

"Pesan itu! Pesan itu bisa jadi adalah kunci utama untuk kita menyusun semua ini, kan?" tanyaku pada Hokuto yang dijawab anggukan olehnya.

"Aku ingin jumlahnya semakin banyak, tapi ternyata aku tidak bisa menemukannya. Apa itu semacam petunjuk sebuah tempat di mana pelaku ingin membunuh korban selanjutnya?" tanyaku lagi.

Hokuto hanya diam, dia tetap fokus pada layar tanpa menoleh padaku.

Kakiku terus mengentak tanah semakin cepat saat keheningan mulai menyergap. Ayo pikirkan hal lain, Kazuma. Cobalah berpikir lebih keras lagi. Jika memang kemampuan menganalisaku tidak berguna, aku mungkin bisa mengaitkan serentetan kejadian yang telah kami lalui. Pembunuhan Moriuchi Uruha terjadi pada bulan Juni, sementara pembunuhan Furukawa Gouki dan Hanae Tsuna berada di bulan Juli. Mataku memejam sesaat kemudian terbuka dengan cepat lantas menoleh pada Hokuto.

ACROSS THE LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang