Namanya Dita. Gadis itu resmi menyandang status mahasiswa di PTN ternama. Tidak ada yang spesial dari penampilannya di hari pertama ospek. Wajah bruntusan itu hanya diberi bedak tabur tipis, bibirnya tidak dipoles apapun, warna kulitnya yang kecoklatan terlihat kontras dengan kemeja putih yang dia kenakan, dan rambutnya dikuncir dua dengan pita berwarna biru. Dita hanya gadis dari perantauan yang sederhana. Yang dia tahu, dia ke sini hanya untuk belajar dan mendapatkan gelar sarjana.
Beberapa pasang mata menatap ke arahnya, dari ujung rambut ke ujung kaki. Dita tahu arti tatapan itu dan berusaha melapangkan hatinya. Dita berjalan menunduk, lebih baik dia bertanya kepada panitia di mana kelompok ospeknya berkumpul.
"Permisi, Kak," panggil Dita.
Laki-laki yang memakai name tag panitia itu menoleh pada Dita. "Kenapa?" tanyanya sedikit ketus.
Dita jadi gelagapan. "Emm... anu Kak, kelompok 7 ada di mana ya, Kak?" tanya Dita.
Bukannya menjawab, laki-laki itu malah berdecak dan mengedarkan pandangan. Dita tambah bingung, kenapa laki-laki ini tidak menjawab pertanyaannya? Apa kelompoknya tidak berkumpul?
"Kak?" panggil Dita lagi.
Kebingungan Dita semakin bertambah saat laki-laki itu tiba-tiba pergi tanpa pesan apa pun. Dita menghela napas. Pertanyaannya pasti tidak penting, atau mungkin saja Dita tidak secantik mahasiswi baru lain yang tampil cantik, sampai-sampai laki-laki itu meninggalkannya. Mungkin dia bisa bertanya pada panitia lain.
Perempuan itu mengedarkan pandangan. Sayangnya, semua panitia yang di sekitarnya terlihat sibuk. Dita jadi ragu untuk bertanya, terlebih laki-laki yang meninggalkannya tadi membuat nyali Dita semakin ciut. Dita akhirnya pasrah, dia berjalan menuju pohon rindang untuk berteduh dan minum air mineral sebentar. Toh, nanti pasti akan diarahkan panitia saat acara ospek dimulai, pikir Dita.
Tujuh menit kemudian, saat Dita menunduk memainkan ponselnya, ujung matanya menemukan sepasang kaki tepat di depannya. Betapa terkejutnya Dita menemukan laki-laki tadi ada di depannya. Kali ini, dia membawa laki-laki lain.
"Ngapain lo di sini? Gak nungguin gue di sana?" tanya laki-laki itu sambil menunjuk tempat mereka bertemu tadi.
Dita gelagapan. "Maaf, Kak. Tadi kakak gak ada suruh saya buat nunggu. Saya pikir, kakak ada urusan lain."
"Sori, gue gak ada ngomong tadi." Laki-laki itu menggaruk kepalanya lalu menunjuk laki-laki di sebelahnya. "Ini Surya, kakak asuh lo. Tadi lo bilang lo kelompok 7, kan?"
Dita mengangguk.
"Gue gak tau kelompok 7 di kumpulan yang mana. Makanya gue bawain aja kakak asuh lo sekalian."
"Oh, gitu," ucap Dita pelan.
Dita sedikit terkejut dengan penjelasan laki-laki itu. Jadi dia rela merepotkan dirinya sendiri hanya untuk membantu Dita? Orang asing yang notabene hanya adik tingkatnya saja? Padahal kan, dia tidak menarik, apalagi cantik.
"Lo pasti belum masuk grup, ya?" tanya Surya.
Dita menggeleng. "Maaf, saya gak tau kalau kelompoknya buat grup, Kak."
"Aduh, dek. Grup itu penting lho, buat bahas pensi, terus perwakilan lomba-lomba. Kalo mau gabung, di-chat aja gue atau kakak asuh satu lagi, si Asri. Di postingan IG nama kelompok, ada nomor gue sama Asri, kan? Kalo lo gak ngehubungin, gimana gue mau masukin lo ke grup?" omel Surya.
Dita hanya bisa mengucapkan maaf sambil menunduk. Hari pertama saja sudah ada drama dengan panitia dan kakak asuhnya.
"Jahat bener lo, sampe lo marahin gara-gara gak masuk grup doang. Jelas banget itu dia kebingungan, gak tau apa-apa. Masih mending dia mau tanya ke panitia, kayak sekarang ini," ucap laki-laki tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINI STORIES
Short StoryGak sepanjang novel, tapi gak sependek cerpen. That's why I called it Mini Stories. Hope u like it! Cover : Pinterest Copyright © 2021 by lavendelion. All rights reserved.