Gue mau buat pengakuan dosa di sini.
Gue pacaran sama cewek namanya Gita. Udah jalan setahun. Gita itu cantik dan sangat cheerful. Matanya teduh, sentuhannya menenangkan, dan pelukannya hangat. Dia gak jaim buat ketawa ngakak. Selalu berhasil bikin gue happy di saat gue lagi down atau lagi stress. Dia selalu bisa ngertiin gue. Dia gak kayak cewek-cewek lain yang begitu posesif sama pasangannya. Dia selalu bebasin gue buat spend time sama teman-teman gue. Dia juga kasih gue ruang kalau gue butuh me time. Dia selalu excited dengan semua cerita-cerita gue, selalu bisa jadi pendengar yang baik. Bahkan waktu gue cerita soal motor, dia tetap manggut-manggut dengan matanya yang berbinar meskipun gue tau dia gak paham.
Gita itu... sempurna.
Tapi... Gita yang udah sesempurna itu, belum bisa gue cintai sepenuhnya. Gita yang pengertian itu, yang terima gue apa adanya, belum bisa gue cintai sebagaimana gue mencintai Serena dulu.
Ah, iya Serena. Gue rasa, ini semua karena gue gak bisa berhenti mikirin dia. Meskipun udah dua tahun gue putus sama dia, Serena masih berkeliaran di pikiran gue. Tiap gue natap mata Gita yang teduh itu, gue selalu berkhayal kalo itu adalah mata Serena. Tiap gue quality time bareng Gita, gue selalu terbayang semua momen indah yang udah gue lewatin bersama Serena. Tiap Gita peluk gue di saat gue had a bad day, gue selalu berharap kalo perempuan dalam pelukan gue adalah Serena.
Teman-teman gue selalu tanya apa gue udah move on, karena mereka tau seberapa sayangnya gue sama Serena. Gue selalu jawab udah dan gue udah happy bareng Gita. Tapi gue sadar kalo sekarang gue hanya sekedar menjalani hidup bareng Gita, bukan menikmati hidup seperti gue bareng Serena dulu.
Gue juga selalu berandai apakah Serena happy sama pacarnya seperti dia happy sama gue dulu? Atau justru lebih bahagia? Apa Serena juga merasakan apa yang gue rasakan? Membayangkan gue dan kenangan yang lalu bersama pacarnya yang sekarang? Kalo suatu saat mereka putus karena gue, apa Serena mau balikan sama gue?
Gue sadar kalo ini gak adil buat Gita. Gue juga gak mau kehilangan Gita atau dia pergi tinggalin gue. Tapi gue gak bisa bohongin diri gue sendiri kalo gue selalu mikirin Serena dan selalu bayangin kalo Gita adalah Serena.
Aku menutup notebook hitam dalam genggamanku. Sudah lima kali aku membaca notebook milik Aldi yang tertinggal tiga hari lalu di apartemenku. Aku menghela napas, berusaha mengontrol emosi agar tidak meledak di lobi kantorku. Aku memasukkan notebook itu ke dalam tas lalu melirik mobil-mobil yang lewat di depanku.
Setelah membaca isi notebook itu untuk pertama kali, aku menjaga jarak dan memutus semua komunukasi dengan laki-laki itu. Barulah tiga hari setelahnya-tepatnya hari ini-akhirnya aku membuka blokir dan menghubungi Aldi untuk menjemputku di kantor. Tak sampai lima menit setelahnya, Aldi langsung menjawab dan menyanggupinya.
Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil HRV mendekat ke arahku. Aku mengenali mobil itu dan platnya sebagai mobil Aldi. Tanpa basa-basi aku langsung membuka pintu depan dan duduk di sebelah supir.
Tak ada sapaan 'selamat sore' atau keluhan tentang beratnya pekerjaan di kantor yang selalu aku utarakan kepadanya. Aku masih diam di tempat duduk saat Aldi mulai melajukan mobilnya. Aku pun merasakan beberapa kali Aldi melirikku.
Selama aku berpacaran dengannya, aku tidak pernah marah ataupun melakukan aksi ngambek kepadanya. Aku adalah sosok yang periang dan pengertian, sama seperti yang Aldi katakan di notebook-nya itu. Aku sadar, sikapku yang tiba-tiba memblokirnya dan tiba-tiba minta dijemput membuatnya bertanya-tanya.
"How was your day?" tanya Aldi membuka obrolan.
"Bad," jawabku pendek.
"Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MINI STORIES
Short StoryGak sepanjang novel, tapi gak sependek cerpen. That's why I called it Mini Stories. Hope u like it! Cover : Pinterest Copyright © 2021 by lavendelion. All rights reserved.